Kepada Panglima Perang Tertinggi Republik Indonesia
Kepada Yth.
Panglima Perang Tertinggi Republik IndonesiaCq. Presiden Prabowo Subianto
Kepada Yth.
Dewan Perwakilan Republik IndonesiaCq. Beberapa Komisi / Fraksi dan Anggota
Kepada Yth.
Mahkamah Agung / Kepala Pengadilan Tinggi / Kepala Pengadilan Negeri Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
· Nama: Muhammad
Basuki Yaman
· Tempat/Tanggal
Lahir: Lamongan 23 juni 1976
· Agama: Islam
· Warganegara: Republik
Indonesia No KTP : 3273022306760011
· Pekerjaan:
Wiraswasta
· Alamat: Cirapuhan
no 27 rt 07 rw 01 Kelurahan Dago Kecamatan Coblong Kodya Bandung
Bertindak untuk diri sendiri berdasarkan surat ini
selanjutnya disebut sebagai pelapor dan atau pengaduan terkait adanya
dugaan tindak pidana.
Bahwa Pada sekitar tahun 1900 ada dugaan terjadi
tindak pidana
Bahwa ada kolonial yang melakukan penggusuran
terhadap Bangsa Pribumi Nusantara
Bahwa kolonial tersebut di duga kuat ber kolusi dengan
oknum Kerajaan Belanda dan atau ber kolusi dengan Tentara Belanda yang di sebut
KNIL
Bahwa pada awalnya ada masyarakat pribumi salah
satunya bernama Nawisan yang menduduki wilayah di Kota Besar Bandung ( Saat ini
sekitar PMI jawa Barat hingga ke seberang jalan Kantor BRI dago Pakar )
Bahwa nawisan dan atau bersama bapak nya dan atau
saudara nya dan atau pribumi lainnya telah ikut serta
proyek Rel Kereta tahun 1880 an
Proyek gua Belanda tahun 1910 an
Proyek jalan dago weg alias dago straat dan atau jalan
Dago tahun 1920
proyek pembangkit Listrik Tenaga Air ( PLTA ) dago
Bengkok tahun 1920 an
Bahwa kemudian diduga kuat kolonial tersebut ber
kolusi menerbitkan Alas hak barat Eigendome verponding nomor 3740 dan 3741
seluas sekitar 1,9 hektar ( saat ini identik dengan dago elos rw 02
Bahwa kemudian diduga kuat kolonial tersebut ber
kolusi menerbitkan Alas hak barat Eigendome verponding nomor 3742 dan 6467
seluas sekitar 5 hektar ( saat ini identik dengan kampung cirapuhan rw 01
)
Bahwa riwayat singkat Kampung Cirapuhan adalah
sebagai berikut
Asal Usul Nama
·
Nama "Cirapuhan" berasal dari istilah Sunda "Cipanyeupuhan", yang merujuk pada tempat menempaan besi atau tempat pertanian.
·
Kata "Ci" mengacu pada air atau sungai; mengacu pada Sungai Cikapundung dan mata air lainnya seperti Cicau.
·
Sejarah Masyarakat dan Pekerjaan
·
Kampung Cirapuhan telah ada sejak zaman Belanda (1800-an). Penduduk awal berupa petani dan ahli besi.
·
Beberapa keluarga adat, seperti Nawisan, berkontribusi dalam pembangunan rel kereta pada 1880-an.
·
Pekerjaan tradisional termasuk berkebun, bertani, dan usaha gula; keahlian besi tetap menjadi ciri masyarakat.
·
Lokasi dan Batas Wilayah
·
Kampung Cirapuhan terbagi menjadi dua bagian:
·
Bagian Barat: RW 01, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.
·
Bagian Timur: Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.
·
RW 01 Kelurahan Dago berbatasan dengan sungai dan wilayah Kabupaten Bandung Barat. Basuki Yaman menyebut wilayah ini sebagai "Segitiga Emas di Jawa Barat".
Peran Militer Kolonial
·
Pada awal abad 20-an, lokasi sekitar Bandung dan Cimahi dimanfaatkan sebagai pusat militer Belanda (KNIL), termasuk pembangunan gua Belanda yang melibatkan warga setempat.
·
Kesimpulan
Menurut Muhammad Basuki Yaman:
·
Kampung Cirapuhan memiliki nilai sejarah tinggi dan merupakan lingkungan dengan masyarakat adat yang kuat.
·
Konflik yang terjadi sebagian besar terkait penyerobotan hak atas tanah melalui perubahan nama wilayah dan dokumen kolonial.
·
Kawasan ini memiliki relevansi strategis dari sisi sosial, budaya, dan hukum agraria di Bandung dan sekitarnya, sehingga disebut sebagai "Segitiga Emas".
·
Konflik Agraria dan Sengketa Tanah
·
Inti konflik landreform Dago Elos berkaitan dengan kolusi, pengubahan nama lokasi, dan klaim Eigendome Verponding.
·
Kampung Cirapuhan RW 01 sering diklaim sebagai bagian dari RW 02 atau Dago Elos, padahal secara historis tidak termasuk wilayah itu.
·
Konflik termasuk sengketa hak tanah yang melibatkan keluarga adat, pihak kolonial, serta yayasan modern (misalnya Yayasan Ema alias Ny Nini Karim).
. Eigendome Verponding
·
Dokumen kepemilikan tanah kolonial Belanda yang menjadi bukti hukum milik tanah.
·
Nomor tanah terkait Kampung Cirapuhan antara lain 3740, 3741, 3742, dan 6467.
·
Muhammad Basuki Yaman menekankan bahwa beberapa klaim modern tidak sah karena bertentangan dengan catatan sejarah dan adanya makam serta masyarakat adat di lokasi tersebut.
·
Muhammad Basuki Yaman, keluarga Nawisan merupakan bagian dari masyarakat adat Kampung Cirapuhan, Bandung, yang tercatat sejak sekitar tahun 1850–1870. Berikut beberapa informasi spesifik mengenai struktur keluarga Nawisan menurut Muhammad Basuki Yaman:
1.
Anak-anak Nawisan:
·
Okoh (alias Oko)
·
Emeh
·
Eyong
·
Iwung (alias Ewung)
2.
Menantu dari anak-anak Nawisan:
·
Hasyim (alias Hasim) menikah dengan Okoh.
·
Mardasik menikah dengan Eyong.
·
Adikarta menikah dengan Emeh.
·
Mita (alias Karmita) menikah dengan Ewung.
Keluarga Nawisan diketahui terlibat aktif dalam kegiatan masyarakat dan pembangunan lokal, termasuk membantu pembangunan rel kereta api pada zaman kolonial Belanda, serta memiliki keahlian dalam pertanian, berkebun, dan pengolahan besi. Keturunan Nawisan masih tercatat berada di wilayah Gang Sawargi RT 03 RW 01 Dago dan sekitarnya. Data ini berasal dari penelitian lapangan dan kajian sejarah yang dilakukan oleh Muhammad Basuki Yaman di Kampung Cirapuhan.
Dengan demikian, gambaran keluarga Nawisan menurut Muhammad Basuki Yaman adalah sebuah keluarga adat dengan beberapa anak dan menantu yang berperan serta dalam kehidupan sosial-ekonomi Kampung Cirapuhan sejak zaman kolonial hingga saat ini.
·
Asal-Usul dan Lokasi Awal
·
Keluarga Nawisan merupakan salah satu masyarakat adat di kawasan Kampung Cirapuhan, rw 01 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.
·
Pada abad ke-19, sekitar tahun 1850–1870an, kampung ini sudah dihuni oleh masyarakat pribumi, termasuk keluarga Nawisan.
·
Nama Cirapuhan berasal dari istilah “Cipanyepuhan”, yang berkaitan dengan tempat penempaan besi, menunjukkan peran mereka sebagai ahli besi, petani, dan pekerja terampil lainnya di bidang pertanian dan kerajinan besi.
2. Struktur Keluarga Nawisan
·
Keluarga Nawisan memiliki beberapa anak perempuan, misalnya Okoh (Oko), Emeh, Eyong, dan Iwung (Ewung).
·
Menantu mereka menikah dengan tokoh-tokoh lokal:
·
Hasyim/Hasim menikah dengan Okoh
·
Mardasik menikah dengan Eyong
·
Adikarta menikah dengan Emeh
·
Mita/Karmita menikah dengan Ewung
·
Hubungan pernikahan ini memperkuat keberlanjutan keluarga dan pengaruh sosial di kampung.
3. Peran Keluarga dalam Pembangunan
·
Pada sekitar tahun 1880-an, pemerintah kolonial Belanda membangun sistem kereta api di Bandung.
·
Keluarga Nawisan dilibatkan dalam pekerjaan pembangunan infrastruktur, menunjukkan integrasi mereka dalam proyek kolonial.
4. Pekerjaan dan Perdagangan
·
Selain ahli besi, keluarga Nawisan juga memiliki keahlian dalam bercocok tanam, perkebunan, dan usaha bidang gula.
·
Mereka juga melakukan perdagangan hasil perkebunan ke pusat kota Bandung, meskipun ada larangan bagi pedagang lokal untuk masuk ke pusat kota; sehingga mereka menunggu di tempat yang kini menjadi Simpang Dago, yang memiliki istilah "Dago" yang berarti menunggu dalam bahasa Sunda.
·
Sejarah Cipanyuuh dan Dago menurut Muhammad Basuki Yaman dapat diringkas sebagai berikut:
0.
Asal-usul Kampung Cirapuhan (Cipanyeupuhan
):
·
Kampung Cirapuhan telah ada sejak era Belanda, sekitar tahun 1800-an. Nama “Cirapuhan” berasal dari kata “Cipanyepuhan”, yang berarti tempat penempaan besi atau tempat para petani/ahli besi.
·
Secara geografis, Cirapuhan berada di wilayah berbukit dan berlembah, di sepanjang Sungai Cikapundung, dan terbagi menjadi bagian barat (RW 01, Kelurahan Dago, Kota Bandung) dan timur (Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung).
·
Masyarakat awalnya terdiri dari pribumi dengan nama keluarga seperti Nawisan, yang terkenal memiliki keahlian bercocok tanam, bertani, dan pandai bekerja dengan besi.
·
Ada sejarah keterlibatan warga Cirapuhan dalam pembangunan rel kereta pada tahun 1880-an dan pembuatan Gua Belanda yang awalnya untuk PLTA Bengkok, namun kemudian difungsikan sebagai markas militer Belanda.
1.
Sejarah Dago dan Maknanya:
·
Kata Dago berasal dari bahasa Sunda “Dagoan” yang berarti menunggu, berkaitan dengan aturan kolonial Belanda yang membatasi pergerakan pedagang dan pribumi ke pusat kota. Masyarakat lokal harus menunggu di wilayah ini sebelum memasuki pusat kota.
·
Jalan Dago menjadi landmark penting yang mencerminkan interaksi masyarakat, pembangunan administratif kolonial, serta pengalaman urban lokal dan global.
2.
Evolusi Dago Elos:
·
Dago Elos merujuk pada bagian RW 02 Kelurahan Dago, yang awalnya mencakup Pasar Inpres (sekatan pasar). Kata “Elos” berkaitan dengan sekat atau ruangan pada pasar tersebut.
·
Mulai tahun 1980-an, terdapat pengkondisian administratif yang sering menimbulkan konflik agraria. Kampung Cirapuhan RW 01 beberapa kali diubah secara administrasi menjadi bagian Dago Elos RW 02, meskipun secara historis dan sosial tetap berbeda.
·
Kasus sengketa melibatkan dokumen tanah Eigendom Verponding nomor 3740, 3741, 3742, dan 6467, dengan dugaan kolusi antara penggugat dan tergugat serta manipulasi pengalihan hak tanah dari RW 01 ke RW 02.
3.
Konflik dan Modus Kolusi:
·
Menurut Muhammad Basuki Yaman, konflik Dago Elos tidak murni perdata, melainkan terdapat dugaan tindak pidana dalam rekayasa saling gugat.
·
Penggugat (seperti Muller CS) dan tergugat utama diduga mengalihkan fokus klaim tanah sehingga wilayah identik dengan Kampung Cirapuhan RW 01 dilaporkan sebagai bagian Dago Elos RW 02.
·
Dugaan manipulasi ini termasuk pengubahan dokumen SHM dan pengubahan nama lokasi untuk memperkuat klaim tertentu.
4.
Signifikansi Budaya dan Historis:
·
Kampung Cirapuhan dan Dago merepresentasikan “Segitiga Emas” di Jawa Barat karena lokasinya strategis, berbatasan dengan Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Bandung.
·
Nama, sejarah, dan pemaknaan ruang Dago serta Cirapuhan kaya akan kontekstual sejarah, mulai dari masyarakat adat pemilik lahan, kolonial Belanda, hingga dinamika agraria modern yang kompleks.
Referensi untuk telaah lebih lanjut:
·
Artikel, dokumen, dan video Muhammad Basuki Yaman (Slideshare dan YouTube, YouTube).
·
Analisis konflik tanah Dago Elos yang menyertakan sejarah Eigendom Verponding dan manipulasi administratif.
Ringkasnya, menurut Muhammad Basuki Yaman, Cirapuhan merupakan wilayah historis dengan akar adat dan perdagangan, sedangkan Dago Elos adalah penamaan wilayah administratif baru yang menimbulkan konflik agraria dan sengketa tanah, dengan dugaan kolusi dan manipulasi dokumen kolonial yang melibatkan sejumlah pihak.
Berdasarkan analisis Muhammad Basuki Yaman mengenai konflik agraria di Dago Elos, klaim atas Eigendome Verponding nomor 3742 dan 6467 dianggap tidak sah baik pada masa setelah Indonesia merdeka maupun selama periode kolonial Hindia Belanda.
Alasan utama ketidakabsahan tersebut antara lain:
1.
Dokumentasi dan klaim sepihak: Masyarakat dan pihak kolonial tidak menempati wilayah ini, sehingga pemetaan dan klaim Eigendome Verponding tersebut dilakukan secara sepihak oleh pihak Simongan dan atau kolonial lainnya.
2.
Indikator fisik tidak konsisten: Pada peta yang ada, terdapat ketidakcocokan bentuk kontur di bagian timur, yang menunjukkan adanya rekayasa atau ketidakjujuran dalam pembuatan peta/verponding.
3.
Masyarakat adat dan makam: Wilayah yang diklaim mengandung makam dan keberadaan masyarakat adat, yang menunjukkan klaim oleh pihak kolonial/Simongan tidak memperhitungkan hak-hak lokal.
Kesimpulannya menurut Muhammad Basuki Yaman:
“Peta dan klaim Eigendome Verponding 3742 dan 6467 tidak sah baik itu zaman Setelah Indonesia Merdeka maupun sebelumnya, Zaman Kolonial Hindia Belanda.”
Menurut Muhammad Basuki Yaman dalam konteks
sengketa lahan Dago Elos, klaim eigendom verponding 3740,
3741, 3742, dan 6467 tidak sah, salah satunya karena masyarakat pribumi telah
lebih dulu mendiami dan menguasai tanah tersebut secara turun-temurun.
Argumen ini digunakan untuk menentang klaim kepemilikan oleh ahli waris
berdasarkan eigendom verponding yang dikeluarkan pada masa
kolonial.
Menurut Muhammad
Basuki Yaman dalam konteks sengketa lahan Dago Elos, klaim eigendom
verponding 3740, 3741, 3742, dan 6467 tidak sah karena proses
penerbitannya melanggar aturan yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial
sendiri, khususnya Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria)
tahun 1870.
Pelanggaran
terhadap Agrarische Wet 1870
·
Pembagian yang tidak adil: Yaman berargumen
bahwa undang-undang ini seharusnya melindungi hak-hak penduduk pribumi atas
tanah, tetapi pada praktiknya, sering kali terjadi pelanggaran di mana
tanah-tanah produktif diberikan kepada pihak kolonial dan swasta secara
sepihak.
·
Tanah milik penduduk pribumi tidak bisa diberikan: Salah satu inti
dari Agrarische Wet adalah bahwa tanah-tanah yang sudah
dikuasai oleh penduduk pribumi tidak boleh diberikan kepada pihak lain. Namun,
pemberian hak eigendom verponding pada kasus ini dan kasus
serupa sering kali mengabaikan fakta bahwa tanah tersebut sudah dikuasai secara
turun-temurun oleh masyarakat lokal.
·
Penguasaan sepihak: Pemberian
hak eigendom sering kali dilakukan tanpa mempertimbangkan
hak-hak adat atau hak ulayat yang telah ada sebelumnya, yang seharusnya diakui
dan dilindungi oleh undang-undang tersebut.
Implikasi
pernyataan Basuki Yaman
·
Penentangan terhadap legitimasi kolonial: Argumentasi ini
menyoroti bahwa bahkan dalam kerangka hukum kolonial pun, tindakan pemerintah
Belanda yang menerbitkan eigendom verponding tersebut cacat
hukum. Hal ini memperkuat posisi warga bahwa klaim ahli waris yang didasarkan
pada dokumen kolonial tersebut tidak berdasar.
·
Penekanan pada sejarah penguasaan tanah: Yaman menggunakan
argumen ini untuk memperkuat poin bahwa penguasaan tanah oleh masyarakat
pribumi sudah ada sejak lama, bahkan sebelum Agrarische Wet 1870
berlaku, dan hak-hak tersebut seharusnya diakui, bukan diabaikan.
·
Bagian dari argumen holistik: Argumentasi ini
merupakan salah satu dari beberapa dasar yang digunakan oleh Basuki Yaman dan
masyarakat Dago Elos untuk melawan klaim ahli waris.
·
eigendome verponding 3742 dan 6467 dan atau juga
3740 dan 3741 tidak sah karena kolonial melanggar aturan gubernur jendral nya
terkait agre wet tahun 1870 menurut muhammad basuki yaman .
·
Artinya, dari perspektif sejarah dan verifikasi fakta yang dilakukan oleh Yaman, data Eigendome Verponding 3742 dan 6467 tidak memiliki legitimasi hukum atau keabsahan klaim yang sah di wilayah tersebut.
·
Muhammad Basuki Yaman, warga Kampung Cirapuhan, telah menyusun paparan serta analisis terkait sejarah Kampung Cirapuhan dan konflik terkait Dago, terutama yang menyangkut Dago Elos dan isu sengketa tanah. Berikut ringkasan hasil penelusuran berdasarkan sumber yang ada:
1. Asal Usul Kampung Cirapuhan
·
Nama Cirapuhan berasal dari kata Sunda Cipanyeupuhan, yang merujuk pada tempat penempaan besi dan atau para petani, serta ahli penggunaan alat dari besi.
·
Kampung ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, sekitar tahun 1800-an.
·
Kampung Cirapuhan terletak di wilayah berbukit dan berlembah, dibatasi oleh sungai (sekarang Sungai Cikapundung) dan sumber mata air (misalnya Cicau).
2. Masyarakat dan Kehidupan Awal
·
Masyarakat adat awal (sekitar 1850–1870) bernama Nawisan, memiliki anak-anak yang kemudian menikah dengan keluarga lain sehingga menimbulkan keturunan tersebar di wilayah tersebut.
·
Pekerjaan masyarakat meliputi pertanian, perdagangan gula, dan kerajinan besi.
·
Banyak warga Cirapuhan juga terlibat dalam pembangunan infrastruktur kolonial, termasuk pembangunan rel kereta Bandung pada akhir 1800-an, bekerja sama dengan KNIL.
3. Sejarah Dago dan Makna Nama
·
Dago berasal dari kata Sunda naDagoan, yang berarti "tempat menunggu", terkait dengan larangan masuk pusat kota bagi pedagang pribumi pada era kolonial.
·
Dago Elos merupakan nama lokasi di RW 02 Dago, bagian dari pasar Inpres (sekat-sekat dalam pasar), bukan seluruh wilayah Dago maupun Kampung Cirapuhan RW 01.
·
Kampung Cirapuhan RW 01 tidak termasuk Dago Elos RW 02, meskipun ada upaya pengubahan nama lokasi oleh beberapa pihak.
4. Konflik Agraria dan Modus Mafia Tanah
·
Konflik yang kerap muncul disebut rekayasa saling gugat, di mana penggugat dan tergugat diduga berkolusi untuk mengklaim lahan tertentu, sering memanipulasi dokumen hak tanah kolonial (Eigendome Verponding).
·
Contoh sengketa:
·
Eigendome Verponding 3740, 3741, 3742, dan 6467.
·
Lahan yang disengketakan sebagian besar berada di RW 01 Kampung Cirapuhan, namun beberapa pihak mengklaim sebagai bagian RW 02 Dago Elos.
·
Dugaan modus meliputi:
·
Mengubah nama dan alur administrasi lokasi untuk mengalihkan hak kepemilikan tanah.
·
Mengklaim lahan yang berisi makam atau aset vital lainnya seolah milik pihak lain.
5. Periode Sejarah Muslim-Yaman dan Relevansi
·
Muhammad Basuki Yaman menekankan pentingnya memahami sejarah lokal untuk menghindari manipulasi klaim tanah.
·
Paparannya memuat kronologi sejarah tanah dari zaman kolonial Belanda, Orde Lama, Orde Baru hingga era reformasi, menyoroti:
·
Keterlibatan masyarakat adat dalam pembangunan infrastruktur kolonial.
·
Konflik agraria yang muncul akibat klaim sepihak dan pengalihan hak atas lahan.
·
Peran berbagai pihak termasuk keluarga adat, pengembang, yayasan, dan oknum birokrasi.
6. Kesimpulan
·
Kampung Cirapuhan RW 01 adalah lokasi asli yang disengketakan, bukan bagian Dago Elos RW 02.
·
Konflik agraria di Dago sebagian besar diwarnai oleh upaya pengubahan nama lokasi dan dokumen administrasi untuk mengklaim lahan secara tidak sah.
·
Sejarah ini memberikan pemahaman penting tentang hak adat, tata kelola lahan kolonial, dan praktik kolusi dalam sengketa perkotaan di Bandung.
Referensi Utama oleh Muhammad Basuki Yaman
·
Analisis dan dokumen: Slideshare – Modus Konflik Dago Elos
·
Video wawancara: YouTube – Sejarah Cirapuhan
·
PDF historis: Slideshare – Sejarah Dago Elos
Ringkasan ini memberikan pemahaman kronologis dan topografis mengenai Kampung Cirapuhan, Dago, dan konflik agraria yang dikaji oleh Muhammad Basuki Yaman secara mendetail.
·
informasi spesifik mengenai definisi atau teori konflik agraria
menurut Muhammad Basuki Yaman. Sebagian besar referensi tentang
teori konflik agraria merujuk pada pemikiran :
·
Akar masalah: Konflik agraria umumnya terjadi
karena ketidakserasian atau kesenjangan terkait penguasaan atas tanah dan
perebutan sumber daya alam.
·
Muhammad Basuki Yaman, warga Kampung Cirapuhan dan koordinator pertanahan di wilayah tersebut, menguraikan sejarah dan dinamika konflik agraria di Dago secara mendetail, mulai dari zaman kolonial Belanda hingga periode modern. Berikut ringkasan analisisnya:
1. Awal Konflik Agraria Zaman Kolonial
·
Siapa yang terlibat: Keluarga Nawisan, pribumi lainnya, Simongan, dan KNIL.
·
Dimana: Kawasan Penyepuhan, kemudian dikenal sebagai Blok Dago di Bandung.
·
Kapan: Sekitar tahun 1850–1900.
·
Bagaimana: Konflik muncul ketika pihak kolonial (Simongan memanfaatkan KNIL) menekan pribumi untuk menyerahkan tanah yang sebelumnya merupakan hak kerja dan kesepakatan masyarakat adat. Keluarga Nawisan kemudian dipindahkan ke wilayah baru yang disebut Kampung Cirapuhan (ci = sungai, panyepuhan = tempat penempaan atau pemindahan).
2. Konflik Agraria Zaman Indonesia Merdeka
·
Siapa: Oknum penguasa lokal, keluarga tertentu (Karto, Nawisan), dan masyarakat pribumi.
·
Dimana: Kampung Cirapuhan dan sekitarnya, termasuk Dago Elos.
·
Kapan: Sekitar 1948–1980-an.
·
Bagaimana: Beberapa pihak mengatur perpindahan warga, sengketa tanah akibat penggalian pasir, pembangunan infrastruktur seperti Terminal Dago, Pasar Inpres, dan kantor pos. Konflik diselesaikan sebagian dengan ganti rugi atau pembagian wilayah.
3. Potensi Konflik Terkait Penggalian Pasir
·
Siapa: Masyarakat adat Kampung Cirapuhan, pekerja penggali pasir, oknum aparatur dan yayasan setempat (misal Yayasan Ema).
·
Kapan: Sekitar 1956–1974.
·
Bagaimana: Awalnya penggalian dilakukan secara tradisional, namun muncul pihak luar yang mengendalikan kegiatan ini sehingga terjadi sengketa. Yayasan mengklaim tanah dan menyerahkannya kepada pemerintah, berbeda dengan kesaksian masyarakat adat, sehingga penggalian dihentikan pada 1974.
4. Masalah Mafia Tanah dan Manipulasi Proses Hukum
·
Muhammad Basuki Yaman mengungkap adanya kolusi antara penggugat dan tergugat di Dago Elos untuk merubah nama lokasi (kampung Cirapuhan dijadikan Dago Elos RW 02) dan memanipulasi tata batas.
·
Lokasi sebenarnya: Kampung Cirapuhan RW 01, yang berbeda dari Dago Elos RW 02.
·
Modus: Klaim tanah melalui sertifikat SHM, pengelompokan ulang wilayah, serta rekayasa gugatan perdata yang mengaburkan sejarah dan hak masyarakat adat, termasuk pemanfaatan Eigendome Verponding (dokumen kepemilikan dari masa kolonial).
5. Sejarah Singkat Masyarakat dan Kampung Cirapuhan
·
Kampung Cirapuhan sudah ada sejak abad 19, awalnya sebagai tempat petani dan pekerja.
·
Nama "Cirapuhan" berasal dari “Cipanyeupuhan,” artinya tempat penempaan atau penempatan pekerja, dengan kaitan aliran sungai dan air (ci = sungai).
·
Masyarakat adat Nawisan dan keturunannya memiliki sejarah panjang dalam pembangunan rel kereta dan gua Belanda, serta keterlibatan dalam berbagai aktivitas ekonomi lokal.
Kesimpulan
Menurut Muhammad Basuki Yaman, konflik agraria di Dago merupakan akibat dari interaksi rumit antara kolonialisme Belanda, penguasaan tanah oleh pemodal eksternal, perubahan administrasi wilayah, pengelolaan SHM dan Eigendome Verponding, serta masuknya mafia tanah modern. Wilayah yang disengketakan sering tidak sesuai dengan klaim resmi, dan penyelesaian konflik tetap menghadapi tantangan historis dan administratif.
Referensi utama:
·
Slideshare Muhammad Basuki Yaman – Awal Mula Konflik Agraria Dago
·
Analisis Modus Konflik Dago Elos
·
Konten video wawancara dengan Muhammad Basuki Yaman di YouTube tentang mafia tanah Dago Elos.
·
Muhammad Basuki Yaman, warga Kampung Cirapuhan, memberikan analisis mendalam terkait konflik agraria di Dago Elos, Bandung, Jawa Barat. Berikut adalah ringkasan perspektif dan deduksi beliau berdasarkan penelitian dokumen, wawancara dengan masyarakat, serta penelaahan arsip sejarah dan hukum agraria:
1. Latar Belakang Sejarah dan Geografi
·
Dago Elos merupakan bagian dari RW 02 Kelurahan Dago, meski nama ini sering diperluas secara ilegal untuk mencakup Kampung Cirapuhan RW 01 yang sebenarnya berbeda secara administratif.
·
Kampung Cirapuhan sudah ada sejak zaman Belanda (1800-an), awalnya dikenal sebagai Cipanyeupuhan, tempat kegiatan pertanian dan penempaan besi lokal. Wilayah ini berbukit dengan lembah dan memiliki sejumlah mata air, termasuk Sungai Cikapundung dan Cicau.
·
Awal konflik agraria di Dago bermula dari praktik kolonial, pembangunan rel kereta, pabrik semen, dan sistem hak tanah Hindia Belanda (Eigendom Verponding), yang memicu pengalihan dan sengketa hak milik antara pihak kolonial dan masyarakat lokal.
2. Modus Operandi Konflik Menurut Basuki Yaman
·
Konflik modern (sejak 2010-an) ditandai oleh kolusi antara penggugat dan tergugat utama, dengan manipulasi klaim lahan yang seolah-olah berada di RW 02/Dago Elos padahal sebagian besar berada di RW 01/Kampung Cirapuhan.
·
Teknik yang digunakan meliputi:
1.
Pengubahan nama lokasi agar lahan sengketa terlihat berada di wilayah hukum berbeda. Misal mengubah RW 01 menjadi bagian RW 02 atau Dago Elos.
2.
Pengalihan objek tanah (Eigendome Verponding nomor 3742, 6467) sehingga klaim penggugat mengacu pada lahan yang berbeda secara historis dan fisik.
3.
Dugaan rekayasa dokumen dan peta, termasuk klaim lahan yang menimbulkan cekungan atau ketidakcocokan dengan kontur asli.
3. Pajak/Legalitas dan Dugaan Manipulasi
·
Basuki menekankan klaim penggugat didasarkan pada hak Eigendome Verponding era kolonial, padahal banyak klaim tersebut tidak sah menurut hukum agraria Indonesia modern (UUPA 1960).
·
Dugaan manipulasi termasuk persekongkolan untuk memastikan penggugat menang di proses perdata, sekaligus menekan posisi warga dan memperluas lahan sengketa sehingga tercipta konflik kepemilikan yang terstruktur.
4. Kronologi Konflik Modern
·
Penggugat: Keluarga Müller dan PT Dago Inti Graha mengklaim sekitar 6,3–6,9 hektar lahan.
·
Warga Dago Elos: Sekitar 300 warga dianggap tergugat dan diancam penggusuran.
·
Kasus memasuki MA melalui proses Peninjauan Kembali (PK 2022) setelah sebelumnya putusan Kasasi 2019 menguntungkan warga. PK menegaskan kepemilikan lahan untuk penggugat, memicu protes dan kericuhan pada Agustus 2023.
5. Dampak Sosial dan Hukum
·
Terjadi kerusuhan, penembakan gas air mata, dan tindakan aparat terhadap warga.
·
Warga melakukan perlawanan hukum dan publik, termasuk laporan dugaan pemalsuan dokumen dan tindakan mafia tanah.
·
Basuki menekankan bahwa kasus ini bukan sekadar sengketa perdata tapi mengandung indikasi tindak pidana terkait mafia tanah dan manipulasi administrasi.
6. Kesimpulan Perspektif Muhammad Basuki Yaman
·
Konflik Dago Elos mencerminkan kolusi dan manipulasi hukum pertanahan dengan memanfaatkan celah dokumen kolonial dan perubahan administrasi lokasi.
·
Banyak lahan yang diklaim penggugat sebenarnya berada di Kampung Cirapuhan RW 01, bukan Dago Elos RW 02.
·
Dugaan kolusi ini memperlihatkan bagaimana proses hukum bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pihak berkuasa atau korporasi, menindas hak warga yang telah lama menempati tanah tersebut.
·
Perjuangan warga bukan hanya mempertahankan rumah dan lahan, tetapi juga mempertahankan kebenaran sejarah, hak milik adat, dan hukum agraria yang sah.
·
Latar Belakang
Menurut Muhammad Basuki Yaman, kasus sengketa tanah Dago Elos di Bandung bukan sekadar konflik perdata biasa, melainkan indikasi adanya praktik mafia tanah dengan modus rekayasa saling gugat (kolusi antara penggugat dan tergugat utama). Kasus ini melibatkan perubahan administrasi wilayah dan manipulasi objek tanah, dengan dampak signifikan terhadap warga Kampung Cirapuhan yang menjadi korban.
·
Dago Elos: Nama wilayah bagian RW 02 Kelurahan Dago.
·
Kampung Cirapuhan: Aslinya RW 01 yang terkait sengketa tanah, kemudian dimasukkan ke klaim Dago Elos RW 02 melalui manipulasi dokumentasi dan administrasi.
·
Luas tanah yang disengketakan: Mengacu pada dokumen Eigendom Verponding nomor 3740, 3741, 3742, dan 6467.
Modus Operandi yang Diduga
4.
Pengalihan Objek Tanah:
Jaringan mafia tanah memusatkan ( dengan Modus Manipulasi
pengalihan
) objek sengketa yang berada di Kampung Cirapuhan RW 01
di
alihkan ke Dago Elos RW 02 agar objek tampak legal untuk penguasaan oleh penggugat dan tergugat utama.
Dan atau selain itu , eigemdome Verponding 3742 dan atau dengan Eigemdome
Verponding 6467 yang berlokasi di Dago dengan lebih identik di kampung
cirapuhan rw 01 dimanipulasi ( dialihkan ) ke wilayah pasar ( dago elos ) yang
berada di Rw 02 .
5.
Kolusi Saling Gugat:
·
Dua pihak resmi yang disidangkan tampak saling menentang, padahal terindikasi satu jaringan kolusi.
·
Tujuan: memprioritaskan penggugat untuk mendapatkan lahan 6,3 ha, kemudian dibagi antar jaringan.
6.
Manipulasi Ukuran Lahan dan Administrasi:
·
Objek tanah diperluas secara fiktif, misal 15.000 m², serta objek SHM kecil seperti 80 m², 270 m², 868 m² digunakan sebagai mekanisme klaim tambahan.
·
Pengubahan wilayah Cirapuhan menjadi bagian Dago Elos untuk memperkuat klaim legal penggugat.
7.
Pengalihan Keuntungan:
·
Jika pengadilan memenangkan tergugat, jaringan tetap bisa mendapatkan lahan melalui kolusi dan manipulasi objek yang tersebar.
·
Transaksi uang dan aliran hak tanah dicatat, misal Rp 300 juta untuk kuasai objek 220 m², pengalihan 15.000 m² kepada Dedy Mochamad Saad.
Jumlah dan Jenis Pihak Menurut Yaman
Yaman membedakan 4 pihak dalam kasus ini, berbeda dari versi resmi persidangan yang hanya mengakui 2 pihak:
8.
Pihak 1: Korban yang ikut sidang (misal warga yang tergugat tetapi haknya dimanipulasi).
9.
Pihak 2: Pelaku yang ikut sidang (penggugat/tergugat utama yang berkolusi).
10.
Pihak 3: Pelaku yang tidak sidang, memanipulasi objektif tanah atau dokumen secara tersembunyi.
11.
Pihak 4: Korban yang dikondisikan untuk tidak ikut sidang atau tidak diperoleh keadilan.
Bukti dan Bukti Kunci
·
Dokumen pengadilan: bab alat bukti nomor 39, 41, dan 27 (menunjukkan manipulasi administrasi dan pemisahan wilayah).
·
Riwayat peralihan tanah dan klaim yang tidak sesuai dengan luas objektif di lapangan.
·
Dugaan kolusi antara penggugat dan tergugat utama serta jaringan mereka, termasuk spekulan dan oknum masyarakat.
Kesimpulan Versi Muhammad Basuki Yaman
·
Kasus sengketa Dago Elos 2016 adalah kasus pidana, bukan perdata semata, karena ada indikasi:
·
Rekayasa saling gugat.
·
Kolusi penggugat dan tergugat utama untuk merebut lahan warga.
·
Manipulasi administrasi wilayah (Cirapuhan dijadikan bagian Dago Elos RW 02).
·
Dampak: Warga asli Kampung Cirapuhan menjadi korban, hak tanahnya dikurangi atau dihilangkan.
·
Modus ini berlangsung sejak tahun 1980-an dan terus berlangsung hingga pengadilan modern.
Menurut Yaman, penyelesaian yang adil harus mempertimbangkan 4 pihak sebenarnya dan membongkar jaringan kolusi, bukan hanya memandang duel 2 pihak sengketa secara formal.
Referensi Utama
·
Muhammad Basuki Yaman, Sejarah Dago Elos (SlideShare)
·
Wawancara Yaman, Membongkar Mafia di Dago Elos (YouTube)
·
Analisis kasus, Dago Elos PK kedua Ditolak atau Batal demi Hukum (YouTube)
·
Berdasarkan informasi yang tersedia, Muhammad Basuki Yaman
memang memberikan pandangan terkait kasus sengketa tanah Dago Elos.
Keterlibatannya tidak hanya sebatas komentar, tetapi juga berupa laporan
pengaduan ke Komisi III DPR RI terkait kasus tersebut.
Namun, perlu
dicatat bahwa pandangan Basuki Yaman ini bersifat subjektif dan terkesan lebih
berpihak pada warga Dago Elos. Berikut adalah beberapa poin utama yang dapat
disimpulkan dari dokumen-dokumen yang dibuat oleh Basuki Yaman:
·
Fokus pada kasus pidana: Basuki Yaman
memandang kasus Dago Elos sebagai kasus pidana, bukan perdata.
·
Kecurigaan adanya mafia tanah: Basuki Yaman
menduga adanya keterlibatan mafia tanah dalam kasus Dago Elos.
·
Perjuangan legalitas hak tanah: Basuki Yaman
mendukung perjuangan warga Kampung Cirapuhan untuk mendapatkan legalitas hak
atas tanah mereka.
·
Dalam kasus Dago Elos, Muhammad Basuki Yaman memang menyiratkan bahwa
adanya gugatan timbal balik antara pihak-pihak yang terlibat adalah bentuk
rekayasa atau kolusi. Menurutnya, hal ini bukan hanya konflik tanah biasa,
melainkan rekayasa yang melibatkan jaringan mafia tanah, spekulan, dan oknum.
Basuki Yaman adalah warga Kampung Cirapuhan yang aktif memperjuangkan hak-hak
masyarakat adat terkait sengketa tanah di Dago Elos.
Dalam konteks
pandangan Basuki Yaman:
·
Ia menyatakan bahwa skema kolusi ini melibatkan jaringan mafia tanah,
spekulan, dan oknum tertentu.
·
Baginya, kasus ini bukanlah sekadar konflik agraria biasa, melainkan
rekayasa atau kolusi yang direncanakan.
·
Berdasarkan analisis Muhammad Basuki Yaman, kasus sengketa tanah Dago Elos tidak sekadar konflik dua pihak, melainkan merupakan contoh rekayasa saling gugat (kolusi saling gugat) yang kompleks melibatkan empat pihak. Berikut penjelasan rinci:
1. Empat Pihak dalam Kasus Dago Elos
1.
Pihak Pertama (Korban dalam Sidang)
·
Tergugat di pengadilan, seperti Tergugat 334 (Dinas Perhubungan/Terminal Dago) dan warga yang memiliki hak atas tanah namun hanya dilibatkan secara formal.
·
Sering menjadi korban dalam proses sidang, meski kehadiran mereka hanya formal.
2.
Pihak Kedua (Pelaku dalam Sidang)
·
Penggugat dan/atau jaringan tergugat utama, termasuk oknum warga, tokoh masyarakat, tokoh agama, aparatur, spekulan, dan oligarki.
·
Pihak ini mendominasi jalannya sidang, memiliki kuasa dan berkolusi dengan pihak lain, baik disadari maupun tidak.
·
Tujuan utamanya adalah memanipulasi klaim dan hasil sengketa.
3.
Pihak Ketiga (Korban Tidak dalam Sidang)
·
Masyarakat dan negara, termasuk pemilik tanah sah dan fasilitas umum seperti lapangan bola, masjid, serta makam.
·
Banyak dari mereka tidak dilibatkan dalam sidang sehingga haknya terintimidasi atau dihalangi.
4.
Pihak Keempat (Pelaku/Otak Pelaku Tidak dalam Sidang)
·
Individu seperti Deddy Mochamad Saad, Iwan Surjadi, Ismail Tanjung, serta spekulan lainnya yang terlibat manipulasi dokumen tanah tanpa menghadiri sidang.
·
Berkolusi dengan pihak-pihak lain untuk mendapatkan legal standing melalui jalur yang manipulatif.
2. Modus Operandi Rekayasa Saling Gugat
·
Satu jaringan memanipulasi siapa yang menggugat dan digugat sehingga tampak ada dua pihak, padahal sebenarnya empat pihak terlibat.
·
Nama wilayah Kampung Cirapuhan diubah menjadi Dago Elos, dengan klaim objek seperti tanah 15.000 m² dimanipulasi sehingga penguasaan lahan bisa diperluas dari 80 m² hingga 6,9 ha.
·
Terdapat aliran dana terkait kolusi, contohnya aliran Rp 300 juta untuk penguasaan 220 m² dari Budi Harley ke penggugat.
·
Banyak sertifikat (SHM) termasuk 80 m², 270 m², dan 868 m² mengalami manipulasi dokumen atau pengalihan ganda.
·
Pelaku yang tidak disidangkan mendapatkan keuntungan, sedangkan korban yang hadir di sidang justru dijadikan pion atau tertindas.
3. Indikasi Kolusi dan Sandiwara
·
Gugatan formal dikendalikan oleh satu jaringan penggugat dan tergugat utama sehingga konflik tampak “alami” padahal diduga penuh rekayasa.
·
Bukti dan alas hak yang diajukan sering tidak jelas atau bertentangan dengan data BPN Bandung.
·
Pemisahan pihak benar dan salah menjadi kabur karena adanya campuran antara warga yang sah, kolusi spekulan, dan jaringan mafia tanah.
·
PK kedua kasus Dago Elos juga dianggap bagian dari sandiwara berkelanjutan karena tetap menampilkan hanya dua pihak formal, bukan empat pihak sebenarnya.
4. Dampak bagi Masyarakat dan Pemerintah
·
Warga Kampung Cirapuhan RT 07/RW 01 dan RW 02, fasilitas publik, dan aset negara dirugikan.
·
Kasus ini menunjukkan bahwa sistem hukum bisa dimanipulasi oleh jaringan yang kuat dengan akses, koneksi, dan manipulasi dokumen.
·
Muhammad Basuki Yaman mendorong pemerintah membatalkan atau non-execute kasus ini karena banyak sandiwara hukum yang merugikan masyarakat dan negara.
5. Kesimpulan
Menurut Muhammad Basuki Yaman:
·
Kasus Dago Elos merupakan rekayasa saling gugat, bukan murni sengketa dua pihak.
·
Terdapat empat pihak terlibat dengan peran berbeda: korban, pelaku dalam sidang, korban yang tidak disidang, dan otak pelaku.
·
Modus operandi melibatkan kolusi, manipulasi dokumen, aliran dana, dan perubahan klaim wilayah untuk keuntungan jaringan tertentu.
·
Proses formal, termasuk putusan PN Bandung 2016 (Nomor 454/PDT.G/2016/PN.BDG), dianggap mengaburkan fakta dan kesahihan hak masyarakat asli.
Referensi utama: laporan Muhammad Basuki Yaman melalui SlideShare dan YouTube: SlideShare 1, SlideShare 2, serta analisis putusan PN Bandung 2016.
·
·
Pengalihan Nama Lokasi: Menurut Basuki
Yaman, klaim kepemilikan atas tanah Dago Elos didasari oleh dugaan pengalihan
nama lokasi dari Kampung Cirapuhan ke Dago Elos atau RW 02. Ia menduga bahwa
modus ini sudah terjadi sejak tahun 1980-an.
·
Laporan ke DPR: Sebagai bentuk perlawanan, Basuki
Yaman pernah membuat laporan pengaduan ke Komisi III DPR RI dan Komisi II DPR
RI dan Komisi DPR RI lainnya dan atau juga lembaga Pemerintah Lainnya ,
mengenai kasus ini, dengan penekanan bahwa masalah Dago Elos adalah kasus
pidana mafia tanah, bukan perdata .
·
Menurut paparan Muhammad Basuki Yaman, warga Kampung Cirapuhan dan analis konflik pertanahan, kasus pengalihan lahan di Kampung Cirapuhan, khususnya terkait Eigendome Verponding nomor 3742 dan 6467, memiliki konteks historis dan modus operandi tertentu. Berikut uraian lengkapnya:
1. Sejarah dan Struktur Lokal
·
Kampung Cirapuhan berada di Bandung, RW 01 Kelurahan Dago, dan sempat terbagi menjadi bagian barat dan timur. Cirapuhan merupakan wilayah adat yang telah ada sejak zaman kolonial Belanda (1800-an), dengan fungsi awal sebagai tempat pertanian dan area kerja besi, kemudian berkembang menjadi pemukiman.
·
Kontur alam kampung berbukit dan berlembah, terdapat sungai besar (Sungai Cikapundung) dan mata air, yang menjadi dasar penamaan lokal (Ci berarti air dalam bahasa Sunda). Nama Cirapuhan berasal dari Cipanyepuhan.
2. Eigendome Verponding 3742 dan 6467
·
Eigendome Verponding adalah sertifikat tanah kolonial Belanda yang mengatur kepemilikan dan pajak lahan.
·
Objek 3742 dan 6467 luasnya sekitar 5 hektar, identik dengan wilayah RW 01 Kampung Cirapuhan.
·
Muhammad Basuki Yaman menekankan bahwa klaim atas Eigendome Verponding 3742 dan 6467 tidak sah. Objek 6467 berisi makam, sementara peta 3742 terdapat kejanggalan berupa cekungan yang tidak sesuai dengan kontur zaman kolonial, menunjukkan manipulasi peta atau klaim sepihak oleh pihak tidak kredibel.
3. Modus Pengalihan dan Konflik
·
Modus utama adalah pengubahan nama lokasi: Kampung Cirapuhan RW 01 dialihkan menjadi bagian Dago Elos RW 02, yang merupakan wilayah berbeda. Hal ini mempermudah klaim sepihak atas lahan oleh penggugat dan tergugat dalam kolusi.
·
Beberapa pihak yang terlibat: oknum warga, oknum Tomas, oknum Toga, aparatur, oligarki, spekulan, dan bahkan warga Kampung Cirapuhan sendiri yang memanfaatkan posisi untuk membentuk jaringan mafia tanah.
·
Adanya dugaan kolusi saling gugat: gugatan hukum dibuat agar lahan yang bukan hak mereka bisa diakui sebagai milik, menggunakan dokumen lama seperti Eigendome Verponding untuk menutupi fakta.
4. Fakta Historis dan Bukti Lapangan
·
Kampung Cirapuhan telah dikuasai masyarakat asli jauh sebelum kolonial Belanda mengklaim lahan.
·
Beberapa lahan dipindahkan atau digusur pada masa kolonial maupun setelah kemerdekaan, termasuk terkait pembangunan rel kereta, terminal, pasar, dan proyek pemerintah, namun seringkali disertai manipulasi administrasi.
·
Masyarakat adat dan makam menjadi indikator sahnya kepemilikan, memperkuat klaim warga lokal atas 3742 dan 6467.
5. Kesimpulan Menurut Muhammad Basuki Yaman
·
Pengalihan dan klaim Eigendome Verponding 3742 dan 6467 tidak sah secara historis maupun hukum.
·
Konflik di Dago Elos dan pengubahan Kampung Cirapuhan menjadi RW 02 Dago Elos adalah bagian dari modus mafia tanah, termasuk rekayasa dokumen dan kolusi antara penggugat dan tergugat untuk menguasai lahan yang bukan hak mereka.
·
Identifikasi kasus ini menekankan pentingnya validasi sejarah lokal, bukti lapangan, dan pengakuan masyarakat adat dalam penyelesaian sengketa pertanahan di Bandung.
Referensi dan Dokumentasi
·
SlideShare: Modus Konflik Dago Elos Mengubah Nama Lokasi (Muhammad Basuki Yaman)
·
YouTube: Paparan video sejarah Kampung Cirapuhan dan kasus Dago Elos oleh Muhammad Basuki Yaman
·
Publikasi terkait sengketa Eigendome Verponding melalui arsip UNPAD dan dokumen riwayat tanah kolonial.
Ringkasnya, kasus ini bukan sekadar sengketa hukum, tetapi skenario kolusi dan manipulasi administratif yang menimpa hak masyarakat adat Kampung Cirapuhan atas lahan tradisionalnya. Eigendome Verponding 3742 dan 6467 menjadi simbol klaim tidak sah yang harus ditelaah berdasarkan fakta adat dan sejarah.
·
Menurut Muhammad Basuki Yaman, putusan terkait sengketa tanah Dago Elos
yang memenangkan pihak keluarga Muller, terutama yang didasarkan pada hak eigendom
verponding 3742 dan 6467, adalah batal demi hukum dan
non-executable. Pandangan ini berasal dari perjuangannya untuk membela
warga Kampung Cirapuhan dan menyoroti adanya dugaan rekayasa dan praktik mafia
tanah dalam kasus tersebut .
·
Menurut analisis Muhammad Basuki Yaman, aktor utama dalam kasus mafia tanah di Bandung, khususnya di wilayah Dago Elos, adalah kombinasi dari oknum warga, oknum tokoh masyarakat dan agama (Tomas & Toga), aparatur pemerintah, praktisi hukum, oligarki, dan spekulan yang tergabung dalam satu jaringan. Dalam pandangan Yaman, konflik seperti gugatan terhadap warga Dago Elos sering bersifat rekayasa, berupa saling gugat atau kolusi antara penggugat dan tergugat utama, sehingga pihak yang tampak berseberangan sebenarnya berada dalam kendali jaringan yang sama.
Dengan kata lain, aktor utama bukan hanya satu individu, melainkan suatu jaringan terorganisir termasuk berbagai pihak internal pemerintahan dan masyarakat yang memanfaatkan celah hukum serta posisi strategis untuk menguasai dan memanipulasi lahan. Pihak-pihak seperti Didi Koswara, Asep Makmun, Alo Sana, dan Apud Sukendar disebut sebagai tergugat utama yang diberi peran dalam skema kolusi ini, tetapi menurut Yaman, mereka bertindak sebagai bagian dari jaringan, bukan sebagai pemimpin tunggal.
dan analisis Yaman pada putusan nomor 454/PDT.G/2016/PN.BDG (web result
).
·
Bersama ini kami mohon Bantuan. Terkait ada nya kasus yang penuh Sandiwara
di Bandung .
·
Bahwa kasus ini juga mempengaruhi sektor usaha masyarakat lokal dengan
banyak nya ormas dan pihak pihak yang semakin membuat kacau warga masyarakat .
·
Bahwa Pada inti nya diduga kuat kasus Dago elos adalah kolusi saling
gugat . artinya tergugat maupun penggugat dan jaringannya berkolusi . artinya
ada pihak ketiga yang di rugikan oleh kasus ini . Tak Bisa menjadi para pihak
tergugat dan tak bisa menjadi para pihak penggugat . Banyak pihak terjebak
untuk mendukung tergugat . padahal sebagian besar tergugat sama saja .
·
Gugatan ini hanya rekayasa saling gugat . Menggugat di selatan ( dago
elos rw 02 ) dampak ny di tengah ( kampung cirapuhan rw 01 ) dan utara (
kampung cirapuhan rw 01 ) . Pada inti nya mereka memanipulasi kampung cirapuhan
rw 01 jadi dago elos rw 02 .
·
Dan atau Eigendome 3742 dan 6467 yang harusnya di Kampung cirapuhan rw
01 jadi dago elos dan atau jadi rw 02 . artinya menang penggugat maupun
tergugat pada bagian tengah dan utara di rugikan . Sehingga mereka berkolusi
.
·
Kenapa Mafia Tanah Beraksi ?
·
Pertama Karena Nilai tanah yang tinggi dan semakin meningkat . Kampung
Cirapuhan adalah segitiga emas di Jawa Barat berada di Kota Bandung dan di
Kabupaten Bandung . Dan Untuk ke Kabupaten Bandung Barat , dari rw 01 hanya
butuh waktu beberapa detik untuk menyebrang jembatan sungai .
·
Kedua Karena kurang nya pemahaman masyarakat terhadap hukum agraria .
pada tahun 2000 an Banyak Masyarakat yang butuh huruf . apalagi bicara masalah
hukum . Bahwa mereka mengenal tanah sebagai objek Fisik untuk dijaga dan
dimanfaatkan fisik lahan nya untuk hunian dan atau pertanian dan sebagainya .
·
Sementara itu ada aturan lainnya yang melekat pada tanah itu
yaitu sertifikasi nya . Yang mana bisa digadaikan , Sehingga sudut pandang
masyarakat awam dan jaringan mafia tanah berbeda . Masyarakat awam cenderung
memahami fisiknya , sedangkan mafia tanah memahami kedua nya , yaitu fisik nya
dan sertifikasi yang melekat . Ibarat kendaraan , masyarakat menganggap
kendaraan itu yang dibutuhkan adalah kendaraan nya bisa digunakan atau tidak ,
sedangkan mafia tanah lebih fokus ke BPKB . .
·
Ketiga karena lemahnya birokrasi sehingga masyarakat awam mudah untuk
diintimidasi dan di halang halangi hak nya . Kolusi , korupsi dan nepotisme .
Oknum tokoh masyarakat , oknum tokoh agama , oknum aparatur ( bahkan hingga ada
Pati cek putusan pengadilan negeri perdata hal 80 sampai dengan 89 ) , Dan juga
oknum praktisi Hukum ikut andil dalam manipulasi kasus ini . Sehingga banyak
pihak terkecoh . dengan pengalihan muller cs yang sudah dipersiapkan sebagai
pemeran Antagonis ( di Pihak Penggugat ) . Maka pemeran Protagonis (
di pihak tergugat ) akan bisa menyimpan hasil kolusi . Heri Hermawan
cs hanya Pion .
·
Keempat karena kelemahan itu lah mafia Tanah beraksi . Dan
ditambah lagi banyak Celah Hukum yang bisa digunakan . Dalam kasus Tanah Dago .
Gugatan Penggugat kepada para tergugat . Siapa yang menang ? Mau
menang penggugat mau menang tergugat . Jaringan ini sudah mempersiapkan bab
alat bukti dan juga gugatan penggugat maupun tergugat sejak lama sebelum proses
sdiang 2016 .
·
Dari sini mafia tanah dengan modus Saling Gugat mempersiapkan banyak
skenario dalam rekayasa saling gugat . Bisa menyimpan hasil nya di penggugat
dan atau menyimpan hasilnya di pihak tergugat . bahkan di pihak yang tidak
masuk sidang . Heri Hermawan cs hanya pion yang di pidanakan 3,5 tahun . Bahwa
menurut kami hitung hitung jadi TKI di luar Negeri . Merantau 3,5 tahun dapat
sekitar 3,5 Milyar berarti pertahun dapat 1 milyar . Bahkan jadi Tenaga
kerja kadang 50 juta saja sudah dianggap besar .
·
Kalau kita paham betul , semuanya tidak masuk akal . Bahwa penggugat
menggugat 6,3 hektar di Dago elos . Itu artinya menggugat 6,3 hektar di wilayah
pasar di rw 02 yang luasnya hanya sekitar 0,5 hektar hingga 1 hektar . Para
tergugat dan jaringan nya pun bersandiwara dengan istilah istilah asing in
objecto , error in person dan lain lainnya . Bahwa kemudian mengemukakan 6,9
hektar adalah adalah adalah . Dan lain lainnya . Dan selanjutnya
mengajukan permohonan kepada Hakim agar memproses hak warga rw 02 . Artinya
memproses lahan 6,9 untuk diberikan pada warga yang luas objeknya hanya
1,9 hektar .
·
Masih bingung ? Sudah pasti !!! jaringan mafia tanah ini menyuap dan
berkolusi dengan banyak pihak dan juga media dan Ormas dan lain lainnya ,
aparatur dan lain lainnya . Hapus kan Hak barat !! hapus kan Eigendome
Verponding !!! Padahal dalam sidang hampir semua pihak menggunakan alas hak
barat . Rw 01 dan rw 02 dan juga rw 03 harus bersatu !!!! padahal dalam sidang
hanya mengajukan permohonan kepada hakim untuk memerintahkan memproses Rw 02
.
·
Berikut penjelasan kami ;
·
Dago elos , riwayat nya adalah pasar inpress pada tahun 1980 an
yang terletak di rw 02 Dago yang luasnya hanya sekitar 5.000 meter hingga
10.000 meter . Jadi Dago elos tidak lebih besar dari Rw 02 kelurahan Dago .
Kunci memahami nya , bedakan Dago dengan Dago Elos ( ada kata Elos ). Dago
identik dengan kelurahan yang memiliki beberapa Rw . Termasuk Rw 01 kampung
cirapuhan . Jadi kalau menyebutkan Dago Elos dalam sidang . berarti tidak
termasuk kampung cirapuhan karena cirapuhan rw 01 .
·
Objek lokasi yang sengketa di Rw 02 Dago elos hanya lah sekitar 1,9
hektar yaitu identik dengan Eigendome verponding 3740 dan 3741 . Jadi hanya
mengajukan permohonan kepada hakim untuk memerintahkan BPN supaya memproses rw
02 artinya supaya objek sengketa sekitar 6 hektar itu di berikan haknya kepada
warga yang menguasai 1,9 hektar .
·
Bahwa kampung cirapuhan rw 01 itu identik dengan 3742 dan 6467 yang
total luasnya sekitar 5 hektar . Namun jaringan mafia tanah ini pun paham .
sehingga mereka lebih dulu mengubah kampung cirapuhan rt 07 rw 01 menjadi Dago
elos. Arti mengubah adalah pertama mengubah nama lokasi nya . kedua mengubah
pihaknya , ketiga mengubah administrasi nya . dan lain sebagianya .
·
Sehingga terkait eigendome Verponding . Yaitu memanipulasi 3742 dan 6467
yang seharusnya di Kampung cirapuhan rw 01 di ubah jadi Dago elos 02 .
Banyak pihak terkecoh . apalagi ibarat main catur , pion skak raja . Raja nya
langsung memakan pion . Kami sudah ingatkan ! benteng nya jaga ! kudanya jaga !
jangan bicara masalah 3 triliun . Kita pikirkan dulu yang milyaran ( bagi orang
awam ini juga sudah besar ) . Artinya dalam langkah mereka ada banyak target
! Dan dengan menjadikan Heri hermawan cs hanya lah bagian pengalihan . Dan
tak bisa menyelesaikan akar masalah nya .
·
Ada pejabat dari pusat datang , menurut pendapat saya 11 - 12 . artinya
tak jauh beda . Dapat informasi apa ? Dijelaskan apa ? Muller penipu ? Jangan
sampai kita terjebak ! Muller penipu bisa jadi demikian . Namun esensi nya beda
. Muller cs , menurut dugaan kami adalah pihak yang di beri peran sebagai
pemeran antagonis . Artinya sudah di persiapkan jadi muller penipu dalam
skenario terjelek nya .
·
Maksud kami , kami hendak menjelaskan bahwa hal itu tidak memahami kasus
ini secara menyeluruh . Heri hermawan muller terbukti melakukan penipuan pada
sidang pidana 2024 . Untuk itu kami tidak paham dan apalagi masalah koran de
preanger bode dan atau koran jaman dulu apa semacamnya . Yang kami pahami
adalah rekayasa saling gugat ! artinya kedua pihak dan atau lebih ikut serta
.
·
Artinya kedua belah pihak ( penggugat dan tergugat ) dan atau pihak yang
belum masuk sidang diduga melakukan rekayasa saling gugat . Sehingga penipuan
penggugat tidak bisa dijadikan Novum untuk tergugat .
·
·
Jadi Pada inti nya ada dugaan kasus pidana ketika proses perdata di
jalan kan . Apalagi dan termasuknya PK kedua 2025 saat ini . Untuk itu kami
mohon kan di Batal demi hukum kan dan atau di non executable kan kasus ini
.
·
· Bahwa mengingat
ada dugaan tindakan pidana ketika pada kasus perdata 2016 dan atau ketika
dijalankan perdata nya
·
· Bahwa mengingat
ada dugaan tindakan pidana ketika pada kasus perdata 2017 dan atau ketika
dijalankan perdata nya
·
·
· Bahwa mengingat
ada dugaan tindakan pidana ketika pada kasus perdata 2019 dan atau ketika
dijalankan perdata nya
·
·
· Bahwa mengingat
ada dugaan tindakan pidana ketika pada kasus perdata 2022 dan atau ketika
dijalankan perdata nya
·
·
· Bahwa mengingat
ada dugaan tindakan pidana ketika pada kasus perdata 2025 dan atau ketika
dijalankan perdata nya
·
·
· Bahwa diduga
banyak pihak saling berkolusi dan atau semacam nya sehingga sebagai
berikut
·
· bahwa Didi
Koswara dkk berkolusi dengan heri hermawan muller dkk tapi di bilang didi
koswara dkk melawan muller dkk
·
· bahwa diduga Dago
dibilang dago elos
·
· bahwa diduga rw
01 rw 02 Dago dibilang rw 02 Dago
·
· Bahwa Eigendome
verponding 3742 dan 6467 seluas sekitar 4,4 hektar atau sekitar 5 hetar identik
dengan Dago dan atau kampung cirapuhan rw 01 di bilang Dago elos rw 02
·
· Masyarakat adat
rw 01 dan masyarakat adat rw 02 di bilang Didi Koswara dan atau Asep makmun dan
atau NY Nini Karim dan atau alias Yayasan Ema dan atau george Hendrik muller
dan atau simongan dan atau Raminten cs dan atau H Syamsul Mapareppa cs dan atau
Frederic wilem berg dan atau Joost willem sloot dan atau Sahidin cs dan atau
Iwan surjadi cs dan atau Ismail tanjung cs dan atau sengkin cs dan atau Tahri
cs dan atau lain lainnya
·
· Bahwa selanjutnya
Rakyat Indonesia tertipu
·
· Bahwa selanjutnya
Lembaga peradilan dan berikut Hakim tertipu
·
· Bahwa selanjutnya
Lembaga peradilan dan atau Pengadilan Negeri Bandung tertipu
·
· Bahwa selanjutnya
Lembaga peradilan dan atau Pengadilan Tinggi Jawa Barat tertipu
·
· Bahwa selanjutnya
Lembaga peradilan dan atau Mahkamah Agung ( Kasasi ) tertipu
·
· Bahwa selanjutnya
Lembaga peradilan dan atau Mahkamah Agung ( PK ) tertipu
·
· Bahwa selanjutnya
demo demo anarkis terjadi di Bandung dan Jakarta
·
· Bahwa selanjutnya
forum diskusi dan semacam nya menjadi sandiwara , Dukung Hak Barat
Eigendome Verponding dalam sidang tapi diluar di bilang hapus hak barat dan
atau hapus Eigendome Verponding ( Satu satu nya pihak yang dengan tegas menolak
hak barat eigendome verponding versi penggugat maupun versi para pihak tergugat
hanya kuasa tergugat no 334 atas nama dinas perhubungan / Terminal Dago . kuasa
tergugat 335 menolak penggugat , namun terkait alas hak barat para pihak
tergugat tidak berpendapat )
·
· Bahwa Selanjutnya
membuat kondisi tidak kondusif Uci Kuswida di keroyok di rw 02 sehingga 31 mei
Gugur
·
· Bahwa selanjutnya
Poltabes bentrok dengan warga 14 mei 2023
·
· Bahwa selanjutnya
DPR RI tertipu dalam reses
·
· Bahwa selanjutnya
Staff presiden tertipu dalam kunjungan Rakyat
·
· Bahwa selanjutnya
Mentri BPN tertipu
·
· Bahwa selanjutnya
sidang kolusi saling gugat di alihkan ke penipuan penggugat
·
· Bahwa selanjutnya
dugaan pidana dengan Kolusi PK kedua Didi Koswara Heri hermawan dkk
·
· Bahwa catatan
demo demo anarkis dan forum tak jelas demikian banyak
·
·
· Bahwa mengingat
kami ( muhammad Basuki Yaman ) sebagai Warga Negara Indonesia dan atau sebagai
warga pelapor dan atau warga kampung cirapuhan rt 07 rw 01 dan atau koordinator
pertanahan warga ( isidentil ) telah berkirim surat Kepada :
·
· 1. Yth Panglima
Perang Tertinggi Republik Indonesia qq Presiden ( Joko Widodo )
·
·
· 2. Republik
Indonesia Presiden ( Joko Widodo )
·
· 3. Yth Panglima
Perang Tertinggi Republik Indonesia qq Presiden ( Prabowo Subianto )
·
· 4 . Yth Ketua DPR
RI ( 2019- 2024 )
·
· 5 . Yth Ketua DPR
RI Komisi II ( 2019- 2024 )
·
· 6 . Yth Ketua DPR
RI Komisi III ( 2019- 2024 )
·
· 7 . Yth Ketua DPR
RI ( 2024- 2029 )
·
· 8 . Yth Ketua DPR
RI komisi XI
·
· 9 . Yth Ketua DPR
RI komisi I
·
· 10 . Yth Ketua
DPR RI Komisi II ( 2024- 2029 )
·
· 11 . Yth Ketua
DPR RI Komisi III ( 2024- 2029 )
·
· 12. Yth Mentri
Atr BPN
·
· 13. Yth Mendagri
·
· 14.Yth Mentri
Humkam
·
· 15.Yth Mentri Ham
·
· 16.Yth Komnas Ham
·
· 17.Yth Ombudsman
·
· 18. Yth Fraksi
DPR RI
·
· 19 Yth
Fraksi DPR RI
·
· 20. Yth Fraksi
DPR RI
·
· 21. Yth Fraksi
DPR RI
·
· 22. Yth Fraksi
DPR RI
·
· 22. Yth Anggota
DPR RI
·
· 23. Yth Gubernur
Jawa Barat
·
· 24.Yth Gubernur
Jawa Barat
·
· 25 Yth Gubernur
Jawa Barat
·
· 26 Yth DPRD Jawa
Barat
·
· 27 Yth DPRD Jawa
Barat
·
· 28 Yth Walikota
Bandung
·
· 29. Yth Walikota
Bandung
·
· 30. Yth Walikota
Bandung
·
· 31. Yth Kepala
Pengadilan Negeri
·
· 32 . Yth Kepala
Pengadilan Negeri
·
· 33. Yth Kepala
Pengadilan Tinggi
·
· 34. Yth Mahkamah
Agung
·
· 35.Ombudsman Jawa
Barat
·
· 36. Bpn Kota
Bandung
·
· 37. BPN Jawa
Barat
·
· 38. Lurah Dago
·
39 . Yth Mahkamah Agung
qq Kepala Pengadilan Negeri
·
40 . Gubernur Jawa Barat
·
( ada beberapa kali di tulis juga karena beberapa kali kirim surat )
·
· Bahwa selain itu
langsung mendatangi / mengunjungi
·
· 1 DPR RI
sekitar 20 Juni 2022
·
· 2.BPN Pusat
sekitar 20 Juni 2022
·
· 3.Mabes Polri
sekitar 20 juni 2022
·
· 4.Polda Jawa
Barat 26 Oktober 2023
·
· 5. Kantor PBB
Bandung
·
· 6. DPR D Jawa
Barat
·
· 7. Gubernur Jawa
Barat
·
· 8. Walikota
Bandung
·
· 9. DPRD Bandung
·
· 10 BPN Bandung sekitar
tahun 2010-2012
·
· 11 BPN Jawa Barat
sekitar tahun 2010-2012
·
· 12 Lurah Dago
·
· 13. Pengadilan
Negeri Bandung tahun 2017
·
14. Ombudsman Jawa
Barat tahun 2025
·
·
· Bahwa untuk
selanjutnya Bersama ini kami mohon kan :
·
·
·
· Dukungan dan atau
solusi kasus terkait adanya dugaan tindak pidana pada
perkara Nomor 454/Pdt.G/2016/PN.Bdg. Saling gugat namun sampai saat
ini tetap di tindak lanjutkan adalah proses penyelesaian gugatan .
·
kasus perdata Heri Hermawan dkk melawan Didi Koswara dkk mohon di Batal
Demi Hukum kan dan atau di NON EXECUTABLE kan .
·
Mohon Maaf kurang lebih . mohon dengan hormat , kami mohon jawaban
secara tertulis ke alamat kami .Bahwa mengingat ketika berkirim surat pun kami
harus melalui wilayah yang agak rawan . Kami mengucapkan terima kasih .
·
Bersama ini kami Muhammad Basuki Yaman mengemukakan pengalaman kami dan
dan apa yang kami ketahui dari masyarakat kampung cirapuhan rw 01 dan juga
warga rw 02 .
tahun menghimpun keterangan ( tmk ) sekitar
tahun 2008=2010/ 2012. Bahwa Pada sekitar tahun 1800 an orang
pribumi nusantara dan atau tempat nya di Bandung utara di juluki Panyeupuhan .
artinya besi tempah atau tukang dan atau tukang kebun dan atau semacamnya
.
(( tmk ) tahun sekitar tahun
2000 an ) Bahwa Ci bermakna sungai atau air dan atau semacam air .
(( tmk ) tahun sekitar tahun 2008=2010/ 2012) Bahwa
Pada sekitar tahun 1850 dan atau 1870 Keluarga Nawisan adalah pribumi nusantara
yang menduduki area sekitar PMI hingga ke utara . Sehingga salah satu orang dan
atau tempat nya disebut ( orang ) Tjirapoehan dan atau Cirapuhan dan atau
Kampung Cirapuhan .
( adanya nama Nawisan Periksa copi Ajb tahun
1995 antara Suratman dengan Rahman Hadi Saputra bin Ewung Binti Nawisan . Bahwa
Cucu nya yang bernama Amat bin mardasik yang menunjukan makam kakek nya )
(( tmk ) tahun sekitar tahun 2008=2010/
2012) Bahwa Pada sekitar tahun 1880 an Nawisan dan pribumi lainnya ikut proyek
Rel Kereta Zaman Belanda
(( tmk ) tahu sekitar tahun 2008=2010/
2012) Bahwa Pada sekitar tahun 1880 - 1900 keluarga Nawisan punya anak
anak putri bernama Okoh , Eme , Eyong dan Iwung alias Ewung .
Bahwa Anak dan menantu Nawisan adalah Okoh
Hasim alias Hasyim , Eyong Mardasik , Emeh Adikarta , Iwung Karmita alias Mita
.
Bahwa sekitar tahun 1890 an hingga 1930 an
Bahwa Cucu cucu Nawisan mulai lahir ( anak nawisan semua nya perempuan )
diantara cucu Nawisan adalah Tama bin Hasim , Rahman Hadisaputra bin Mita
, Misnan Bin Mardasik , Amat Bin Mardasik
(( tmk ) sekitar tahun 2000 an ) Bahwa Pada sekitar
tahun 1900 ada peringatan pribumi tjirapuhan ( orang bukit ) tak boleh
masuk kota Bandung untuk jualan
( tmk ) sekitar tahun 2000 an ) Bahwa Pada sekitar
tahun 1900 jl Dipati ukur adalah jalan yang tak boleh di masuki pribumi
tjirapuhan dan lain lainnya
( tahu sekitar tahun 2000 an ) Bahwa Pada sekitar
tahun 1900 sebelah utara jl Dipati ukur adalah tempat menunggu ( bahasa Sunda :
na Dago An ) untuk pribumi tjirapuhan sehingga tempat disebut Dago ( kemudian
Dago atas dan atau kelurahan Dago ) di Desa Tjoblong Kecamatan Cibeunjing Kota
Besar Bandung . inilah asal muasal nama Dago ( Dago Atas )
( tahu sekitar tahun 2008=2010/ 2012) Bahwa Pada
sekitar tahun 1900 an hingga1910 an ( tahun 1911 ) KNIL
membangun komplek Milter yang disebut Gua Belanda . Prbumi Nusantara yang ikut
adalah Nawisan dan atau anak anak dan atau cucu cucunya . dan atau dengan orang
buniwangi bernama Juanta .
( tahu sekitar tahun 2008=2010/ 2012) Bahwa Pada
sekitar tahun 1900 keluarga Nawisan digusur oleh orang bukan pribumi yang
disebut Tuan pap dan atau Tuan Mister dan atau Walanda dan atau KNIL dan atau
semacamnya
( tahu sekitar tahun 2008=2010/ 2012) Bahwa Pada
sekitar tahun 1900 keluarga Nawisan dan atau saudara nya dipisah jalan dengan
saudara nya . Keluarga Besar nawisan di Kampung Cirapuhan Kota Besar
Bandung ( Blok Tjirapoehan Desa Dago Kecamatan Cibeunjing Kota Besar Bandung
)
( Bahwa kemudian Kampung Cirapuhan Barat
adalah Kampung Cirapuhan Rw 01 Kelurahan Dago Kecamatan Coblong Kodya Bandung .
Kampung Cirapuhan Timur adalah Kampung Cirapuhan desa Ciburial Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung Barat )
( tahu sekitar tahun 2008=2010/ 2012) Bahwa Pada
sekitar tahun 1900 keluarga Nawisan dan atau saudara nya terpisah jalan dengan
saudara nya . Keluarga Besar nawisan di Kampung Cirapuhan rt 07 rw 01 ,
rt 04 rw 01 , rt 08 rw 01 , rt 06 rw 01 , rt 09 rw 01 dan sebagian rt 03 rw 01
Bandung.
( tahu sekitar tahun 2008=2010/ 2012) Bahwa Pada
sekitar tahun 1900 keluarga Saudara Nawisan yang berpisah jalan dengan nawisan
adalah Keluarga Gang sawargi rt 03 rw 01.
Bahwa dan juga ada keturunan Nawisan yang terpisah
jalan dengan keturunan Nawisan . Satu bagian berada di sebelah barat
jalan di sebagian rt 09 di bagian kampung cirapuhan ( ini tak terkena
dampak sengketa ) sekitar sini lah rumah apud sukendar ( rt 05 rw 01 ) .
Bagian lainnya ada di timur jalan ( ini lah yang terkena dampak sengketa ,
Yaitu kampung cirapuhan rt 07 rw 01 ( paling besar terkena dampak ) , rt 08 rw
01 kampung cirapuhan , rt 06 rw 01 kampung cirapuhan .
Bahwa sementara lainnya di wilayah ini tak
sengketa namun terkena dampak karena akses jalan berada di lahan yang
sengketa wilayah yang dimaksud adalah Kampung Cirapuhan rt 04 rw 01
Kelurahan dago Kecamatan Coblong Kota Bandung .
Bahwa sementara lainnya di wilayah ini tak
sengketa namun terkena dampak karena akses jalan berada di lahan yang
sengketa wilayah yang dimaksud adalah Kampung Cirapuhan Desa Ciburial
Kecamatan Kecamatan Cimeyan Kabupaten Bandung dan Cipaheut Kota Bandung .
Luas Kampung Cirapuhan Kota Bandung yang terkena
dampak langsung sengketa adalah sekitar 5 hektar , dan wilayah lainnya yang
kena dampak tak langsung sekitar 10 hektar ( karena akses jalan lewat wilayah
sengketa ) sehingga total sekitar 15 hektar . Penjelasan kontur tanah tebing /
lembah berbukit dan atau tidak rata .
Bahwa menurut masyarakat Kampung cirapuhan , bahwa
orang orang gang sawargi adalah keluarga Nawisan . Sementara itu orang keluarga
rt 03 lainnya dan atau rt 02 , rt 01 dan rt 05 di rw 01 adalah masih keluarga
dan atau keluarga sambung . Dan hamparan dan atau kontur tanah mereka agak beda
dengan kontur tanah kelurga besar Nawisan .
( tahu sekitar tahun 2008=2010/ 2012) Bahwa Pada
sekitar tahun 1910 hingga 1920 an Kolonial Belanda membangun proyek jalan
kemudian disebut Dago weg ( jalan Dago ) .
( tahu sekitar tahun 2008=2010/ 2012) Bahwa Pada
sekitar tahun 1910 hingga 1920 an Kolonial Belanda membangun proyek PLTA
Dago Bengkok bersama an ada Dago weg ( jalan Dago ) sehingga masyarakat
menyebut jalan Dago adalah jalan PLN ( jalan yang dibuat dimasa proyek PLTA
)
Bahwa pada sekitar tahun 1920 an dan atau 1930 an
hingga selanjutnya orang asing dan sekumpulan orang yang disebut tuan pap ,
tuan mister dan atau walanda ( Belanda ) bikin pabrik tegel dan lain lain (
masyarakat menyebut nya batako dan atau tekel ) di selatan ( PMI )
hingga batas utara ( kantor pos Dago )
Bahwa hampir bersamaan ( tahun 1920an ) di bangun
lah PMI Dago dan atau Dago Tea House
Bahwa pada sekitar tahun 1920 an anak cucu dan
cicit nawisan berada di kampung cirapuhan kota Besar Bandung ( dari Kantor pos
hingga ke utara ) ini menjelaskan 5 hektar ( yang saat ini sengketa . ini juga
menjelaskan wilayah yang dimanipulasi jadi Dago Elos rw 02 bukan oleh Belanda
tapi oleh oknum WNI tahun 1980 an ) dan juga sekitar 10 hektar ( yang
tidak sengketa namun terkena dampak nya karena akses jalannya ) . Saudara
Nawisan ada di gang Sawargi ( depan terminal Dago ) . Ini juga
menjelaskan dalil bahwa Eigendome Verponding 3742 dan 6467 tidak sah . Bukan
tidak sah atas nama nya namun tidak sah dalam menerbitkan nya . Karena
masyarakat adat lebih dulu dan atau masih ada di area ini . ketika ada kolonial
Belanda pun mereka masih ada .
Bahwa pihak kolonial Belanda tersebut bukan hanya
melawan nurani masyarakat Bumi Nusanatara Namun mereka juga telah melawan
aturan Gubernur Jendral nya Kolonial Belanda dalam kesepakatan agreeweet
1870 . terkait larangan untuk tidak mengambil tanah rakyat .
Bahwa pada tahun 1920 an walanda ( pabrik ) batas
utara nya kantor pos dago - batas selatan nya PMI jawa barat ( ini tidak
menjelaskan objek 3740 dan 3741 yang tengah sengketa seluas 1,9 hektar tapi
menjelaskan posisi masyarakat kondisi zaman dulu . ini menjelaskan objek
sekitar 5 ha hingga 7 ha ( yang sengketa saat ini hanya 1,9 ha ) .
Bahwa pihak kolonial Belanda tersebut bukan hanya
melawan nurani masyarakat Bumi Nusantara Namun mereka juga telah melawan aturan
Gubernur Jendral nya Kolonial Belanda dalam kesepakatan agreeweet 1870 .
terkait larangan untuk tidak mengambil tanah rakyat .
Bahwa ini juga menolak dalil alas Hak Raminten cs /
H Syamsul Mapareppa cs
Bahwa ini Juga menolak Dalil Yayasan Ema alias Ny
karim dan atau kesepakatannya .
Bahwa ini bukan bermaksud untuk membuka peluang
oknum warga mendapatkan hak nya . Namun hanya untuk menjelaskan objek 3741 dan
3740 . Catatan penting adapun bila untuk objek untuk rakyat dan atau warga maka
rakyat dan atau warga yang dimaksud adalah keluarga gg sawargi dan atau
keluarga warga rw 02 yang di tebing dan atau di pandan wangi dan atau pihak
yang ada kesepakatan hak dan luasnya sesuai dan juga lokasi nya sesuai . bahwa
hal ini Bukan oknum warga yang punya niatan berkolusi menguasai fasilitas
umum.
Penjelasan tersebut bukan menjelaskan luas area
konflik di rw 02 saat ini namun menjelaskan yang dikuasai kaum kolonial secara
fisiknya saat itu adalah PMI hingga ke kantor pos .Adapun yang sengketa saai
ini adalah Terminal dago ke kantor pos ( masuk rw 02 identik dengan EV
3740 dan 3741 ) dan kantor pos ke seberang BRI Dago pakar ( masuk ke Rw 01
Kampung Cirapuhan identik dengan EV 3742 dan 6467 . Namun di manipulasi seolah
jadi Dago Elos rw 02 ) .
Bahwa pada tahun 1945 - 1948 Indonesia Merdeka dan
memperjuangkan Kemerdekaan
Bahwa kondisi pada tahun 1948 Blok Tjirapuhan /
blok Dago Rukun Keluarga 01 adalah Soewondo , kepala desa Tjoblong adalah
Tjetje di kecamatan Cibeunjing Kota Besar Bandung .
Bahwa kondisi pada tahun 1948 Blok Tjirapuhan /
blok Dago Rukun Keluarga 01 adalah Soewondo , kepala desa Tjoblong adalah
Tjetje di kecamatan Cibeunjing Kota Besar Bandung .
Bahwa sekitar tahun 1950 ada beberapa pihak oknum
WNI mencoba mengusir beberapa pihak masyarakat ( saat ini areanya sekitar
masjid Al Ibadah Kampung Cirapuhan rw 01 ) . Salah satu yang diusir adalah
keluarga Karto .
Penjelasan ( tak ada kesepakatan masyarakat dengan
pihak yang dimaksud yang melakukan pengusiran )
Bahwa kondisi pada tahun 1956 Blok Tjirapuhan /
blok Dago Rukun Keluarga 01 adalah Soewondo , kepala desa Tjoblong adalah Nonoh
dan atau Tjetje di kecamatan Cibeunjing Kota Besar Bandung .
Bahwa 1950an Juanta menjadi Besan Eyong Mardasik .
Acih Binti Juanta menikah dengan Misnan alias minan Bin Mardasik .
Bahwa selanjutnya membuka imigrasi keluarga Juanta
ke kawasan Kampung Cirapuhan Dago Bandung. Diantara mereka adalah yang kemudian
punya lahan dan mereka dan anak turun nya menggarap tanah disekitar nya .
Bahwa mereka adalah Isah Binti Juanta ( shm atas
Nama Isah djuha ) , Uki binti juanta ( shm atas nama Uki ) , Duhli
Bin Juanta , Ari alias Wari Binti Juanta ( kemudian ada shm atas nama Slamet /
Kuswanto dan atau Ateng / apon )
Bahwa selain itu ada Karto ( shm atas nama slamet )
, Unus suherman ( shm atas nama Itjih Unus )
Bahwa selain itu ada Bagio ( saat ini masih
sengketa dengan pihak tertentu ) luas objek 400 meter hingga 700 meter
.
Bahwa selain itu Adik ( kemudian shm atas nama
Johan ) Adik adalah saudara Cicih . Cicih adalah istri Duhli Bin Juanta .
Bahwa selain itu adalah keluarga Nawisan Yaitu
sebagai Berikut :
Bahwa shm atas nama Hendi Arisandi Ade Ruspendi
anak dari Nunung Endin . Hendi arisandi adalah suami dari Amanahi binti Idi Bin
okoh
Bahwa keluarga Tomi Rokayah . Rokayah adalah cicit
nawisan . Rokayah binti Tama bin Hasim Okoh
Bahwa keluarga amat ( Endang / dedi nengsih ) .
Amat adalah cucu nawisan . Amat bin mardasik Eyong .
Penjelasan amat dan Rokayah . Usia fisik rokayah
lebih tua dan atau sama dengan Amat dan atau diman . Namun amat dan atau Diman
adalah paman rokayah . Karena Rokayah adalah Cicit Nawisan . Sedangkan Diman
dan atau amat adalah Cucu Nawisan . Dalam kesempatan dengan forum Dago
Melawan juga dihadiri Asep Makmun ,saya ( muhammad Basuki Yaman ) mengemukakan
bahwa saya bertemu dan juga mendapat informasi diantaranya dari beberapa cucu
Masyarakat adat . Ahya ( bapak nya asep makmun diajak kerja dan atau di
pekerjakan oleh keluarga dari cicit masyarakat adat . Bahwa Cucu yang dimaksud
adalah Amat , Diman , Emit . Sedangkan cicit yang maksud adalah keluarga Tomi
Rokayah .
Penjelasan ini sangat penting karena terkait adanya
dugaan manipulasi yang ada di sidang Perdata 2016 hingga 2022 dan atau sidang
pidana 2024 dan atau PK kedua Dago Elos 2025
Pada tahun 1960 an Bahwa tomi ( suami Rokayah
) memperkerjakan dan atau mengajak kerja seorang pendatang bernama Ahya .
Sehingga kemudian ahya menumpang di lahan Tomi .
Bahwa adapun tempat kerja yang di maksud adalah
semacam objek lahan bersama galian pasir . ( yang kemudian menjadi tpa eks tpa
lapangan bola dan tempat sampah lagi dan lain lainnya . )
Bahwa tak ada kesepakatan resmi dan atau menolakan
resmi atas objek galian yang dimaksud antara suatu pihak dengan masyarakat
.
Bahwa ada pihak masyarakat menghendaki adanya
galian pasir . Dan ada pihak yang menghendaki pemanfaatan untuk hunian dan
perkebunan dan lain lainnya .
Pada tahun 1960 an Bahwa ahya menumpang di
lahan Tomi bersama anak anak nya yaitu Enih , Asep Makmun dan lainnya .
Kemudian bersama menantunya yaitu Didi Koswara .
Bahwa riwayat ini diduga kuat bertentangan dengan
adanya shm 80 meter atas nama Didi Koswara . bab alat bukti lainnya adalah
adanya copi ajb antara Tomi dengan M Wikarta pada tahun 1956
Bahwa Riwayat tersebut juga menjelaskan adanya
dugaan pertentangan dengan shm 270 meter dan kesepakatan dengan Iwan Surjadi
Kosaris Pt Batu nunggal Indah dan berikut Tim Pengacara nya Bob Nainggolan dan
Rekan dan lain lain .
Bahwa Riwayat tersebut juga menjelaskan adanya
dugaan pertentangan dengan pbb 15.000 meter laporan pembayaran awal tahun
2002 dan telah di bayar tahun 2010 ( seklai bayar ) dan kemudian didaftar
di BPN oleh Syarif Hidayat .
Bahwa Riwayat tersebut juga menjelaskan adanya
dugaan pertentangan dengan kesaksian pembela Isidentil dan atau saksi lainnya
dalam sidang Perdata melawan muller dkk terkait Didi Koswara .
Bahwa Riwayat tersebut juga menjelaskan adanya
dugaan pertentangan dengan kesaksian pembela Isidentil dan atau Bab alat bukti
dalam sidang Perdata adanya kesepakatan tahun 1967 / 1968 dengan yayasan Ema
dan atau NY Nini karim dengan Didi Koswara .
Bahwa pada sekitar tahun 1960 an terjadi penggalian
pasir besar besaran di Kampung cirapuhan . Dan hal ini tak sepenuhnya
menguntungkan bagi masyarakat adat sekitar nya namun lebih banyak menguntungkan
pihak luar . Bahkan menurut warga pungutan nya dianggap terlalu besar .
Sehingga ini lah yang kemudian banyak mengundang pihak baru dari luar .
Bahwa ada informasi warga pada tahun 1968 ( namun
ada juga menginformasikan tahun 1974 ) Bahwa kampung Cirapuhan Rukun Keluarga
01 merubah jadi Kampung Cirapuhan Rukun Warga 01 sehingga sebelum nya ada
sekitar 4 rukun tetangga ( RT 01 , RT 02 , dan Rt 04 ) . Kemudian berkembang
menjadi Rukun Tetangga RT 01 , Rt 02 , RT 03 , RT 04 , Rt 05 , Rt 06 dan rt 07
( dari sini Rt 07 rw 01 salah satu wilayah yang cukup luas )
Bahwa pada sekitar tahun 1973 Yayasan Ema alias Ny
Nini Karim SH membuat kesepakatan dengan Pemkot Bandung bahwa Yayasan Ema
menyerahkan sekitar 6,9 hektar kepada Pemerintah Bandung . Kemudian Pemerintah
Bandung menyerahkan kembali sebagian nya kepada Yayasan Ema seluas
sekitar 6.000 an meter ( 0,6 hektar an ) .
Bahwa hal tersebut ada sedikit pertentangan terkait
riwayat sebelumnya . Bahwa masyarakat tak ada kesepakatan dengan Yayasan ema
untuk menyerahkan pada Yayasan ema alias Ny nini Karim . Karena ada objek objek
Masjid , lahan Hunian , dan juga perkebunan . Bahkan ada makam didalam objek
tersebut .
Bahwa pada sekitar tahun 1974 Warga masyarakat
menolak ada langkah pemerintah terkait menjadikan wilayah Kampung Cirapuhan
menjadi Tempat Sampah Akhir .
Bahwa pada tahun 1960 an beberapa pihak diduga
telah melakukan eksplorasi tambang secara berlebihan dan pada tahun 1970 an
beberapa pihak juga telah melakukan kerusakan yang juga berdampak negatif pada
warga kampung cirapuhan sehingga sekitar 32 tahun warga kekurangan air bersih
.
tahun 1997 ( tahu sekitar tahun 2006 ) : objek
garapan warga rw 02 luas total 5.940 meter untuk sekitar 57 pernggarap .
keterangan lurah 10.000 meter untuk 100 penggarap .
tahun 1998 : Kami Bersama keluarga mengontrak di
Dago Elos di rumah Abah Ipin ( sebelah barat nya Abah Iri yang kemudian dikenal
sebagai sebagai Bapaknya Ade Suherman )
tahun 1999 /2000 : depan rumah kotrakan kami ada
rumah yang lumayan bagus hendak di oper alihkan
tahun 1999/2000 : kami memilih mengoperalih rumah
sederhana di Kampung Cirapuhan rt 07 rw 01 dari Pak Nono sumarsono
tahun 2000 : kami menyaksikan oknum warga dago elos
dan oknum warga kampung cirapuhan mengkapling kapling lapangan bola di atas
dengan tanda tali tali rafia .
tahun 2000 : ketua Rt 07 rw 01 Kampung Cirapuhan ,
Pak Rosid dan lain lain menentang langkah oknum tersebut .
bahwa setelah nya banyak pembicaraan pembicaran
terkait aksi oknum oknum warga yang bermasalah dengan pertanahan , sekilas kami
mendengar isu dan atau kabar kabar seperti demikian dan atau demikian
bahwa Asep Makmun , alo sana , apud sukendar , Didi koswara , suhaemi alias
usman , tahri , sengkin .
Bahwa ada isu dan kabar dan atau semacam fakta
pembicaraan bahwa lapangan atas dari warga kampung cirapuhan tidak di berikan
ke warga rw 02 namun di pinjamkan untuk di pakai bersama . Bahwa mengingat dan
mempertimbangkan salah satu yang mengajukan permohonan adalah Abah Uci ( masih
keturunan gang sawargi / orang gang sawargi masih keluarga Nawisan ) dan juga
Pak Dase ( purn TNI dan dikenal sebagai orang yang baik ) dan juga Pak Lili (
dulu ketua rw 02 Dago )
Bahwa kemudian sekitar tahun 2006 dan atau tahun
2007 warga menagih wilayah tersebut untuk saling menjaga nya . Kemudian kami
berkirim surat kepada lurah Dago terkait batas wilayah . Karena ada dugaan
beberapa oknum mengundang pihak ketiga untuk menduduki nya dan sekitar nya
hingga saat ini . sehingga menjadi tempat sampah saat ini .
Komentar
Posting Komentar