undang-undang dan dalil dalil dan atau adagium yang digunakan dalam kasus dago elos
undang-undang dan dalil dalil dan atau adagium yang digunakan dalam kasus dago elos apa saja
- Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA): Ini adalah landasan utama hukum pertanahan di Indonesia. UUPA menegaskan bahwa hak atas tanah berdasarkan hukum kolonial Belanda, seperti Eigendom Verponding, wajib dikonversi menjadi hak milik sesuai hukum agraria nasional paling lambat pada 24 Desember 1980. Pihak warga berargumen bahwa hak milik keluarga Muller telah berakhir karena tidak dikonversi tepat waktu.
- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah: Peraturan ini, khususnya Pasal 32 ayat (2), mengatur tentang jangka waktu pengajuan keberatan atas sertifikat tanah yang telah diterbitkan.
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/Kepala BPN) Nomor 11 Tahun 2016 (dan yang terbaru Nomor 21 Tahun 2020): Peraturan ini mengatur tentang tata cara penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan secara administratif di BPN.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata): Ketentuan terkait perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata) sering digunakan dalam gugatan perdata terkait sengketa kepemilikan atau penguasaan tanah.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Dalam perkembangan kasusnya, terdapat aspek pidana di mana keluarga Muller ditetapkan sebagai tersangka (dan divonis) atas dugaan pemalsuan surat atau pemberian keterangan palsu terkait kepemilikan lahan. Pasal yang relevan adalah Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah dan pasal-pasal terkait pemalsuan dokumen.
- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: Undang-undang ini, khususnya Pasal 5 ayat (1), mengamanatkan hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum serta rasa keadilan yang hidup di masyarakat dalam memutus perkara.
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung: Mengatur proses peradilan di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK).
- Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960
- UUPA menjadi landasan hukum utama dalam sengketa tanah di Indonesia.
- Dalam konteks Dago Elos, UUPA mengatur konversi hak tanah lama dari masa kolonial (Eigendom Verponding) menjadi hak milik baru. Pasal yang relevan termasuk:
- Pasal 1 ayat 1: menyatakan prinsip dasar kepemilikan tanah di Indonesia.
- Pasal 19 ayat 2 huruf c: sertifikat tanah sebagai alat bukti yang kuat.
- Pasal 27, 34, 40: menyebutkan hapusnya hak atas tanah akibat ditelantarkan.
- Eigendom Verponding yang dimiliki keluarga Muller harus dikonversi menjadi hak milik selambat-lambatnya 24 September 1980, namun tidak dilakukan sehingga tanah dianggap milik negara dari sisi hukum UUPA.
- Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
- Menjadi dasar konstitusional untuk prinsip keadilan serta hak warga negara atas tanah.
- Sila kelima Pancasila menyiratkan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, relevan dalam menilai keabsahan putusan pengadilan.
- Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pemberian Hak Baru atas Tanah Asal Konversi Hak Barat
- Mengatur pemberian hak baru bagi tanah asal hak kolonial yang gagal dikonversi tepat waktu.
- Keputusan ini digunakan untuk memutuskan apakah keluarga Muller berhak menerima hak baru atau tidak.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
- Menetapkan prosedur pendaftaran tanah dan penggunaan sertifikat sebagai alat pembuktian hak milik.
- Menegaskan bahwa eigendom verponding yang sudah tidak dikonversi perlu diverifikasi oleh Panitia Ajudikasi sebelum menjadi dasar kepemilikan.
- Hukum Kolonial Belanda (Eigendom Verponding & Staatsblad 1834 Nomor 27)
- Digunakan oleh pihak Muller sebagai dasar klaim awal tanah.
- Sifatnya lemah karena telah dicabut oleh UUPA; pengadilan harus menyesuaikan dengan hukum nasional yang berlaku sejak 1960.
Catatan Tambahan:
- Kasus ini awalnya digugat sebagai perdata namun menurut beberapa analisis, ada indikasi unsur pidana terkait manipulasi dokumen dan kolusi oleh pihak-pihak tertentu.
- Penindingan sengketa menggunakan Undang-Undang Agraria dan konstitusi menjadi rumit karena adanya tumpang tindih antara hukum kolonial dan hukum nasional.
- Putusan Mahkamah Agung PK nomor 109/PK/Pdt/2022 menggunakan dasar hukum di atas namun menimbulkan kontroversi terkait keadilan substantif bagi warga Dago Elos.
Kesimpulan
- UUPA No. 5 Tahun 1960 (Hak atas tanah dan konversi hak lama).
- UUD 1945 (Prinsip keadilan sosial dan hak warga negara).
- Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 (Pemberian hak baru atas tanah asal hak kolonial).
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (Pendaftaran tanah dan alat bukti sertifikat).
- Eigendom Verponding & hukum kolonial Belanda (sebagai bukti klaim lama, tetapi tidak memiliki kekuatan hukum penuh di bawah UUPA).
- Obscuur Libel: Gugatan yang isinya tidak jelas, kabur, atau bertentangan antara posita (dasar gugatan) dan petitum (tuntutan).
- Error in Persona: Terdapat kesalahan dalam menarik pihak, misalnya pihak yang digugat tidak memiliki kapasitas atau kedudukan hukum yang benar.
- Plurium Litis Consortium: Gugatan kurang pihak, di mana pihak-pihak yang seharusnya ikut digugat tidak disertakan.
- Gugatan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
- Surat kuasa tidak sah atau tidak memenuhi syarat.
- "Illusoir" adalah istilah dalam hukum yang berarti sia-sia, hampa, atau tidak bermakna. Suatu gugatan atau upaya hukum dikatakan illusoir jika dianggap tidak akan mencapai tujuannya atau menjadi percuma, misalnya karena tidak ada jaminan pelaksanaan putusan
Adagium ini merupakan tafsiran dari asas In Dubio Pro Reo. Diterangkan dalam Penerapan Asas In Dubio Pro Reo, di Indonesia, asas ini sering digunakan Mahkamah Agung (MA) dalam memutus sebuah perkara.
Salah satunya tertuang dalam Putusan MA No. 33 K/MIL/2009. Salah satu pertimbangannya menyebutkan bahwa jika terjadi keragu-raguan apakah terdakwa salah atau tidak, maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi terdakwa, yaitu dibebaskan dari dakwaan. Hal ini sesuai asas In Dubio Pro Reo.
Ada pula adagium hukum yang diterapkan dalam peraturan perundang-undangan, yakni adagium Unus Testis Nullus Testis yang berarti satu orang saksi bukanlah saksi.
Adagium ini tergambar dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
Selain dua adagium yang telah disebutkan, masih banyak adagium terkenal lainnya yang perlu diketahui. Berikut 89 adagium hukum terkenal yang dapat dijadikan pedoman.
- Absolute sentienfia expositore non indiget - sebuah dalil yang sederhana tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
- Accipere quid ut justitiam focias non est team accipere quam exiorquere - menerima sesuatu sebagai imbalan untuk menegakkan keadilan lebih condong ke tindakan pemerasan, bukan hadiah.
- Actory in cumbit probatio - siapa yang menggugat dialah yang wajib membuktikan.
- Adaequatio intellectus et rei - adanya kesesuaian pikiran dengan objek. Prinsip ini pada dasarnya merupakan rambu-rambu dalam merumuskan materi hukum yang telah diterima secara universal.
- Afgirmantis est probare - orang yang menyiyakan harus membuktikan.
- Affirmanti, non neganti, incumbit probatio - pembuktian bersifat wajib bagi yang mengajukan, bukan bagi penyangkal,
- Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars - para pihak harus didengar. Apabila persidangan dimulai, hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja.
- Bis de eadem re ne sit actio atau ne bis in idem - perkara sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya.
- Clausula rebus sic stantibus - perjanjian antarnegara masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama.
- Cogitationis poenam nemo patitur - tidak ada seorang pun dapat dihukum atas apa yang dipikirkannya.
- Cujus est commodum, ejus debet esse inc ommodum - seseorang yang mendapatkan suatu keuntungan juga akan mendapatkan kerugian.
- Cujus est dominium, ejus est periculum - risiko atas suatu kepemilikkan ditanggung oleh pemilik.
- Culpae poena par esto - hukuman harus setimpal dengan kejahatannya.
- Cum adsunt testimonia rerum, quid opus est verbist - saat ada bukti dari fakta-fakta, apa gunanya kata-kata?
- Cum aliquis renunciaverit sociatati, solvitur societas - saat rekan telah meninggalkan persekutuannya, maka persekutuan tersebut dinyatakan bubar.
- Cum letitimae nuptiae factae sunt, patrem liberi sequuntur - anak yang lahir dalam perkawinan yang sah mengikuti kondisi ayahnya.
- Da tua sunt, post mortem tune tua sunt - berikanlah benda-benda kepunyaanmu saat kau masih memilikinya; setelah meninggal benda-benda tersebut bukan kepunyaanmu lagi.
- De gustibus non est disputandum - perihal selera tidak dapat disengketakan.
- Debet quis juri subjacere rrbi delinquit - seseorang penggugat harus tunduk pada hukum yang berlaku di tempat dia mengajukan gugatan.
- Dormiunt aliquando leges, nunquam moriuntur - hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati.
- Droil ne done, pluis que soit demaunde - hukum memberi tidak lebih dari yang dibutuhkan.
- Ei incumbit probatio quidicit, nonqui negat - beban pembuktian diberikan pada orang yang menggugat, bukan tergugat.
- Equality before the law - semua orang sama di depan hukum.
- Equum et bonum est lex legum - apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum.
- Facta sunt potentiora verbis - perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata.
- Fiat justitia ruat coelum atau fiat justitia pereat mundus - sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan.
- Frustra legis auxilium quaerit qui in legem committit - adalah sia-sia bagi seseorang yang menentang hukum namun ia sendiri meminya bantuan hukum.
- Geen straf zonder schuld - tiada hukum tanpa kesalahan.
- Gouverner c'est prevoi - menjalankan pemerintahan berarti melihat ke depan dan menjalankan apa yang harus dilakukan.
- Heares est cadem persona cum antecessore - ahli waris sama kedudukannya dengan pendahulunya.
- Het recht hinkt achter de feiten aan - hukum senantiasa tertatih-tatih mengejar perubahan zaman.
- Het vermoeden van rechtmatigheid - kebijakan pemerintah harus dianggap benar dan memiliki kekuatan hukum mengikat sampai dibuktikan sebaliknya.
- Id perfectum est quad ex omnibus suis partibus constant - sesuatu dinyatakan sempurna apabila setiap bagiannya lengkap.
- Ignorantia excusatur non juris sed facti - ketidaktahuan akan fakta-fakta dapat dimaafkan, tapi tidak demikian halnya ketidaktahuan akan hukum
- Ignorantia judicis est calanaitax innocentis - ketidaktahuan hakim ialah suatu kerugian bagi pihak yang tidak bersalah.
- Ignorantia juris non excusat - ketidaktahuan akan hukum tidak dimaafkan. Inde datae
- leges be fortior omnia posset - hukum dibuat, jika tidak orang yang kuat akan mempunyai kekuasaan tidak terbatas.
- Index animi sermo - cara seseorang berbicara menunjukkan pikirannya.
- Iniquum est aliquem rei sui esse judicem - adalah tidak adil bagi seseorang untuk diadili pada perkaranya sendiri.
- Interpretatio cessat in claris, interpretation est perversio - jika teks atau redaksi UU telah jelas, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya. Sebab, penafsiran terhadap kata-kata yang jelas berarti penghancuran.
- Interset reipublicae res judicatoas non rescindi - adalah kepentingan negara bahwa suatu keputusan tidak dapat diganggu gugat.
- Iudex ne procedat ex officio - hakim bersifat pasif menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya.
- Iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur - hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya.
- Ius curia novit - seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya.
- Judex debet judicare secundum allegata et probata - seorang hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan pernyataan.
- Judex herbere debet duos sales, salem sapientiae, ne sit insipidus, et salem conscientiae, ne sit diabolus - seorang hakim harus mempunyai dua hal: suatu kebijakan, kecuali dia bodoh; dan hati nurani, kecuali dia mempunyai sifat yang kejam.
- Judex non potest esse testis in propria causa - seorang hakim tidak dapat menjadi seorang saksi dalam perkaranya sendiri.
- Judex non reddit plus quam quod petens ipsse requirit means - seorang hakim tidak memberikan permintaan lebih banyak dari si penuntut.
- Judex set lex laguens - hakim ialah hukum yang berbicara.
- Judicandum est legibus non exemplis - putusan hakim harus berdasarkan hukum, bukan berdasarkan contoh. Seorang hakim tidak dibatasi untuk menjelaskan penilaian atau putusannya sendiri.
- Judicia poxteriora sunt in lege fortiora - keputusan terakhir ialah yang terkuat di mata hukum.
- Juramentum est indivisinle, et non est admittendum in partly true and partly falsum - sebuah sumpah tidak dapat dibagi; sumpah tersebut tidak dapat diterima jika sebagiannya benar dan sebagian lagi salah.
- Jurare eat deum in testem vocare et est actus divini cultus - memberikan sumpah ialah sama halnya dengan memanggil Tuhan sebagai saksi, bagian dari keagamaan.
- Juris quidem ignorantium cuique nocere, facti verum ignorantiam non nocere - pengabaian terhadap hukum akan merugikan semua orang; tetapi pengabaian terhadap fakta tidak.
- Justitiae non est neganda, non differenda - keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda.
- Lex dura sed ita scripta - hukum adalah keras tetapi harus ditegakkan.
- Lex dura, sed tamen scripta - hukum memang kejam, tetapi begitulah yang tertulis.
- Lex neminem cigit ad impossibilia - hukum tidak memaksakan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin.
- Lex nemini operatur iniquum, neminini facit injuriam - hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapa pun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapa pun.
- Lex posterior derogat legi priori atau lex posteriori derogat legi anteriori - hukum (undang-undang) yang baru menyampingkan undang-undang yang lama.
- Lex prospicit, non respicit - hukum melihat ke depan, bukan ke belakang.
- Lex rejicit superflua, pugnantia, incongrua - hukum menolak hal yang bertentangan dan tidak layak.
- Lex semper dabit remedium - hukum selalu memberikan solusi.
- Lex specialis derogat lex generali - hukum yang spesifik harus didahulukan daripada hukum yang umum.
- Lex superior derogat legi inferiori - hukum yang lebih tinggi menyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya.
- Moneat lex, priusquam feriat - undang-undang harus disosialisasikan terlebih dahulu sebelum digunakan.
- Nemo judex in causa sua – hakim tidak boleh mengatur atau mengadili dirinya sendiri.
- Nemo plus juris transferre potest quam ipse habet - tidak seorang pun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki).
- Nullum delictum noela poena sine praevia lege poenali - suatu aturan hukum tidak bisa diterapkan terhadap suatu peristiwa yang timbul sebelum aturan hukum yang mengatur tentang peristiwa itu dibuat.
- Opinio necessitatis - keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan.
- Pacta sunt servanda - setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan iktikad baik.
- Politiae legius non leges politii adoptandae - politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya.
- Presumptio iures de iure – semua orang dianggap tahu hukum. Dikenal juga sebagai asas fiksi hukum.
- Presumpito iustae causa – suatu keputusan pemerintahan dianggap absah sampai ada putusan hakim berkekuatan hukum mengikat yang menyatakan sebaliknya.
- Presumption of innocence - asas praduga tidak bersalah: seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan tetap.
- Quiquid est in territorio, etiam est de territorio - asas dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa apa yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk kepada hukum negara itu.
- Reo negate actori incumbit probatio - jika tergugat tidak mengakui gugatan, maka penggugat harus membuktikan.
- Res nullius credit occupanti - benda yang ditelantarkan oleh pemiliknya bisa diambil atau dimiliki.
- Salus populi suprema lex - kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara.
- Similia similibus - dalam perkara yang sama, harus diputus dengan hal yang sama pula, tidak pilih kasih.
- Spreekhuis van de wet - apa kata undang-undang itulah hukumnya.
- Summum ius summa injuria, summa lex, summa crux - hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya.
- Testimonium de auditu - kesaksian yang didengar dari orang lain.
- Ubi jus ibi remedium – di mana ada hak, di sana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya, atau memperbaikinya jika hak tersebut dilanggar.
- Ubi societas, ibi jus - di mana ada masyarakat, di situ ada hukum.
- Ut sementem faceris ita metes - siapa yang menanam sesuatu dia yang akan memetik hasilnya.
- Van rechtswege nieting; null and void - suatu proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum adalah batal demi hukum.
- Volenti non fit iniuria; nulla iniuria est, quae in volentem fiat - tidak ada ketidakadilan yang dilakukan kepada seseorang yang menginginkan hal itu dilakukan.
- Vox populi vox dei - suara rakyat adalah suara Tuhan.
- Beberapa adagium hukum tentang keadilan antara lain "Fiat justitia ruat caelum" (tegakkan keadilan meski langit runtuh), "Equum et bonum est lex legum" (apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum), dan "Equality before the law" (semua orang sama di mata hukum). Adagium lain seperti "Audi et alteram partem" (dengarkan juga pihak lain) menekankan keadilan prosedural, sementara "Culpae poena par esto" menegaskan hukuman harus setimpal dengan kesalahan.Adagium tentang penegakan keadilan
- "Fiat justitia ruat caelum": Keadilan harus ditegakkan bagaimanapun konsekuensinya, bahkan jika itu berarti ada pihak yang dirugikan.
- "Equum et bonum est lex legum": Apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum. Ini menekankan bahwa keadilan dan kebaikan menjadi landasan tertinggi bagi semua hukum.
- "Equality before the law": Semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau kekuasaan.
Adagium tentang keadilan prosedural"Audi et alteram partem": Dengarkan juga pihak lain. Setiap orang memiliki hak untuk didengar dan mengajukan pembelaannya di pengadilan.Adagium tentang proporsionalitas hukuman"Culpae poena par esto": Hukuman harus setimpal dengan kesalahan atau kejahatan yang dilakukan.Adagium lain yang relevan"Dura lex, sed lex": Hukum itu keras, tetapi tetaplah hukum. Menegaskan bahwa hukum harus tetap ditaati meskipun terasa berat.Adagium atau pepatah hukum tidak hanya sekadar rangkaian kata-kata indah; mereka adalah fondasi yang menjaga agar prinsip-prinsip keadilan tetap terjaga dalam setiap putusan dan tindakan hukum.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas lebih dari 150 adagium hukum populer beserta makna dan relevansinya dalam praktik hukum saat ini. Ini adalah panduan yang tidak hanya cocok bagi para praktisi hukum, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin mendalami seluk-beluk dunia hukum.
1. Fiat Justitia Ruat Caelum
Makna: “Biarlah keadilan ditegakkan, walaupun langit runtuh.”
Penjelasan: Pepatah ini menggarisbawahi pentingnya menegakkan keadilan di atas segalanya. Meskipun keputusan yang diambil dapat membawa konsekuensi besar, prinsip keadilan harus tetap menjadi prioritas utama.
2. Dura Lex, Sed Lex
Makna: “Hukum itu keras, tapi itu adalah hukum.”
Penjelasan: Hukum kadang-kadang dapat terasa keras atau tidak adil, namun tetap harus dipatuhi. Pepatah ini mengingatkan bahwa hukum memiliki otoritas yang harus dihormati.
3. Ignorantia Juris Non Excusat
Makna: “Ketidaktahuan terhadap hukum bukanlah alasan.”
Penjelasan: Setiap orang dianggap mengetahui hukum, dan ketidaktahuan terhadap hukum tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab atau hukuman.
4. Pacta Sunt Servanda
Makna: “Perjanjian harus dipenuhi.”
Penjelasan: Adagium ini mengacu pada prinsip fundamental dalam hukum kontrak, yang menekankan bahwa semua pihak harus memenuhi janji atau perjanjian yang telah dibuat.
5. Nemo Judex in Causa Sua
Makna: “Tidak ada seorang pun yang boleh menjadi hakim dalam kasusnya sendiri.”
Penjelasan: Objektivitas adalah prinsip utama dalam proses hukum. Seseorang yang terlibat dalam sebuah kasus tidak boleh bertindak sebagai hakim untuk menghindari bias.
6. Audi Alteram Partem
Makna: “Dengarkan pihak lain.”
Penjelasan: Prinsip keadilan alami ini menekankan bahwa dalam setiap perselisihan, kedua belah pihak harus diberi kesempatan untuk didengar sebelum keputusan diambil.
7. Res Ipsa Loquitur
Makna: “Fakta berbicara untuk dirinya sendiri.”
Penjelasan: Dalam beberapa kasus, bukti-bukti yang ada begitu jelas sehingga tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Fakta-fakta tersebut cukup untuk menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi.
8. Lex Specialis Derogat Legi Generali
Makna: “Hukum khusus mengesampingkan hukum umum.”
Penjelasan: Ketika ada konflik antara hukum yang spesifik dan hukum yang umum, hukum yang lebih spesifik akan diterapkan. Ini adalah prinsip yang sering digunakan dalam interpretasi hukum.
9. Nullum Crimen, Nulla Poena Sine Lege
Makna: “Tidak ada kejahatan, tidak ada hukuman tanpa undang-undang.”
Penjelasan: Seseorang tidak dapat dihukum atas tindakan yang tidak diatur atau dianggap sebagai kejahatan oleh hukum. Ini adalah salah satu prinsip utama dalam hukum pidana.
10. Salus Populi Suprema Lex
Makna: “Kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi.”
Penjelasan: Hukum bertujuan untuk melindungi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Prinsip ini digunakan untuk menjustifikasi tindakan hukum yang diambil demi kepentingan umum.
11. Quod Non Est in Actis Non Est in Mundo
Makna: “Apa yang tidak ada dalam akta, tidak ada di dunia.”
Penjelasan: Pepatah ini menekankan pentingnya dokumentasi resmi dalam proses hukum. Jika sesuatu tidak tercatat dalam dokumen resmi, maka secara hukum, hal itu dianggap tidak ada.
12. Lex Posterior Derogat Legi Priori
Makna: “Hukum yang lebih baru mengesampingkan hukum yang lebih lama.”
Penjelasan: Ketika ada pertentangan antara dua hukum, hukum yang lebih baru akan mengesampingkan hukum yang lebih lama. Ini adalah prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
13. Volenti Non Fit Iniuria
Makna: “Tidak ada cedera yang dilakukan kepada yang bersedia.”
Penjelasan: Seseorang yang dengan sukarela atau rela menerima risiko tidak bisa menuntut kerugian atau cedera yang timbul akibat dari tindakan tersebut.
14. De Minimis Non Curat Lex
Makna: “Hukum tidak mengurusi hal-hal sepele.”
Penjelasan: Hukum hanya menangani hal-hal yang signifikan dan tidak akan repot dengan masalah yang dianggap tidak penting atau terlalu kecil untuk diproses.
15. Lex Non Cogit Ad Impossibilia
Makna: “Hukum tidak memaksa hal-hal yang tidak mungkin.”
Penjelasan: Prinsip ini menyatakan bahwa hukum tidak akan menuntut seseorang untuk melakukan sesuatu yang mustahil dilakukan.
16. Lex Loci Delicti
Makna: “Hukum di tempat kejadian perkara.”
Penjelasan: Hukum yang berlaku di tempat terjadinya kejahatan atau delik yang akan menjadi dasar dalam penanganan kasus tersebut.
17. Nulla Poena Sine Culpa
Makna: “Tidak ada hukuman tanpa kesalahan.”
Penjelasan: Prinsip ini menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dihukum kecuali terbukti bersalah.
18. Actus Reus Non Facit Reum Nisi Mens Sit Rea
Makna: “Tindakan tidak membuat seseorang bersalah kecuali ada niat jahat.”
Penjelasan: Dalam hukum pidana, untuk menyatakan seseorang bersalah, harus ada unsur niat jahat selain dari tindakan yang dilakukan.
19. In Dubio Pro Reo
Makna: “Dalam keraguan, berpihaklah kepada terdakwa.”
Penjelasan: Jika ada keraguan mengenai kesalahan terdakwa, hukum harus memihak kepada terdakwa, memberikan manfaat dari keraguan.
20. Lex Fori
Makna: “Hukum tempat pengadilan.”
Penjelasan: Hukum yang berlaku di tempat di mana pengadilan diadakan akan digunakan dalam penanganan kasus tersebut.
21. Lex Talionis
Makna: “Hukum pembalasan setimpal.”
Penjelasan: Prinsip ini mendasari konsep “mata ganti mata, gigi ganti gigi” yang menekankan pembalasan yang setimpal dalam hukuman.
22. Mala In Se
Makna: “Kejahatan yang secara inheren jahat.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan yang dianggap jahat oleh masyarakat karena sifatnya yang intrinsik, seperti pembunuhan atau pemerkosaan.
23. Mala Prohibita
Makna: “Tindakan yang dilarang oleh hukum.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan yang dianggap salah bukan karena sifatnya yang jahat, tetapi karena dilarang oleh hukum, seperti pelanggaran lalu lintas.
24. Noscitur a Sociis
Makna: “Sebuah kata dikenal dari kata-kata sekitarnya.”
Penjelasan: Prinsip ini digunakan dalam interpretasi hukum untuk memahami arti sebuah kata atau frasa dalam konteksnya.
25. Expressio Unius Est Exclusio Alterius
Makna: “Penyebutan satu hal adalah pengecualian dari yang lain.”
Penjelasan: Ketika hukum menyebutkan sesuatu secara spesifik, itu berarti hal-hal lain yang tidak disebutkan secara eksplisit dikecualikan.
26. Ejusdem Generis
Makna: “Dari jenis yang sama.”
Penjelasan: Ketika sebuah hukum menyebutkan hal-hal spesifik diikuti oleh kata-kata umum, kata-kata umum itu dibatasi oleh kategori yang sama dengan yang spesifik.
27. Falsus in Uno, Falsus in Omnibus
Makna: “Salah dalam satu hal, salah dalam segala hal.”
Penjelasan: Jika seseorang terbukti berbohong dalam satu bagian dari kesaksiannya, seluruh kesaksiannya dapat dianggap tidak dapat dipercaya.
28. Modus Operandi
Makna: “Cara kerja.”
Penjelasan: Istilah ini sering digunakan dalam konteks kejahatan untuk menggambarkan metode khas yang digunakan oleh pelaku.
29. Ultra Vires
Makna: “Di luar kekuasaan.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan yang dilakukan di luar wewenang yang diberikan oleh hukum atau peraturan.
30. Caveat Emptor
Makna: “Pembeli berhati-hatilah.”
Penjelasan: Prinsip ini mengingatkan pembeli untuk memeriksa barang atau layanan sebelum membeli, karena penjual tidak bertanggung jawab atas kualitasnya setelah pembelian.
31. Corpus Delicti
Makna: “Badan kejahatan.”
Penjelasan: Ini merujuk pada bukti bahwa suatu kejahatan telah terjadi, yang diperlukan untuk menuntut seseorang.
32. Mens Rea
Makna: “Niat jahat.”
Penjelasan: Dalam hukum pidana, ini mengacu pada niat atau keadaan mental pelaku saat melakukan tindak kejahatan, yang merupakan elemen penting untuk membuktikan kesalahan.
33. Habeas Corpus
Makna: “Anda memiliki tubuh.”
Penjelasan: Ini adalah perintah pengadilan yang memerintahkan bahwa seorang tahanan harus dibawa ke hadapan pengadilan untuk menentukan apakah penahanannya sah.
34. Sine Qua Non
Makna: “Tanpa itu, tidak akan terjadi.”
Penjelasan: Ini merujuk pada syarat yang sangat diperlukan, sesuatu yang tanpanya peristiwa atau tindakan tidak dapat terjadi.
35. Sub Judice
Makna: “Dalam proses pengadilan.”
Penjelasan: Ini merujuk pada kasus atau masalah yang sedang diproses di pengadilan dan karena itu tidak boleh dibahas di luar pengadilan untuk mencegah pengaruh yang tidak semestinya.
36. Prima Facie
Makna: “Pada pandangan pertama.”
Penjelasan: Ini adalah bukti yang cukup untuk mendukung sebuah kasus pada tahap awal, tetapi yang dapat disanggah dengan bukti lebih lanjut.
37. Ex Post Facto
Makna: “Setelah fakta.”
Penjelasan: Ini merujuk pada hukum yang diterapkan setelah sebuah peristiwa terjadi dan biasanya tidak dapat digunakan untuk menghukum tindakan yang dilakukan sebelum hukum tersebut diberlakukan.
38. Stare Decisis
Makna: “Berdiri dengan hal-hal yang diputuskan.”
Penjelasan: Ini adalah prinsip bahwa pengadilan harus mengikuti preseden yang telah ditetapkan dalam kasus-kasus sebelumnya untuk memastikan konsistensi hukum.
39. Ratio Decidendi
Makna: “Alasan keputusan.”
Penjelasan: Ini merujuk pada prinsip hukum atau alasan utama yang mendasari putusan pengadilan dan yang memiliki kekuatan mengikat sebagai preseden.
40. Obiter Dictum
Makna: “Perkataan yang terlepas.”
Penjelasan: Ini adalah komentar atau pernyataan yang dibuat oleh hakim dalam putusannya yang tidak relevan dengan keputusan utama dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Makna: “Dia yang bertindak melalui orang lain, bertindak untuk dirinya sendiri.”
Penjelasan: Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang yang memerintahkan atau menyebabkan orang lain melakukan suatu tindakan bertanggung jawab atas tindakan tersebut seolah-olah ia sendiri yang melakukannya.
42. Nemo Tenetur Se Ipsum Accusare
Makna: “Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk menuduh dirinya sendiri.”
Penjelasan: Prinsip ini melindungi hak terdakwa untuk tidak dipaksa memberikan bukti yang dapat merugikan dirinya sendiri, seringkali dikenal sebagai hak untuk diam.
43. Ubi Jus Ibi Remedium
Makna: “Di mana ada hak, di situ ada remedi.”
Penjelasan: Prinsip ini menunjukkan bahwa di mana ada pelanggaran hukum, harus ada jalan hukum untuk memperbaikinya.
44. Lex Loci Solutionis
Makna: “Hukum tempat penyelesaian.”
Penjelasan: Ini mengacu pada hukum yang berlaku di tempat di mana kontrak atau perjanjian diselesaikan atau dilaksanakan.
45. Qui Tam Pro Domino Rege Quam Pro Se Ipso In Hoc Parte Sequitur
Makna: “Siapa yang bertindak demi raja sekaligus demi dirinya sendiri dalam hal ini.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan hukum yang dibawa oleh seseorang atas nama pemerintah serta dirinya sendiri, seringkali dalam konteks undang-undang yang memberikan hadiah kepada pelapor pelanggaran hukum.
46. Ad Coelum
Makna: “Sampai ke langit.”
Penjelasan: Ini mengacu pada doktrin kepemilikan tanah yang menyatakan bahwa pemilik tanah memiliki segala sesuatu di atas (ke langit) dan di bawah tanah tersebut (hingga ke pusat bumi).
47. Jus Sanguinis
Makna: “Hak darah.”
Penjelasan: Prinsip kewarganegaraan yang didasarkan pada garis keturunan atau asal-usul, di mana kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh kewarganegaraan orang tuanya.
48. Jus Soli
Makna: “Hak tanah.”
Penjelasan: Prinsip kewarganegaraan yang didasarkan pada tempat kelahiran, di mana seseorang memperoleh kewarganegaraan dari negara tempat ia dilahirkan.
49. Locus Standi
Makna: “Tempat berdiri.”
Penjelasan: Ini merujuk pada hak seseorang atau kelompok untuk mengajukan gugatan atau membawa suatu perkara ke pengadilan.
50. Cui Bono
Makna: “Untuk keuntungan siapa?”
Penjelasan: Ini adalah pertanyaan yang sering diajukan dalam investigasi untuk mengidentifikasi siapa yang paling diuntungkan oleh tindakan atau peristiwa tertentu, yang sering kali mengarah pada pelaku kejahatan.
51. Consensus Facit Legem
Makna: “Kesepakatan membuat hukum.”
Penjelasan: Ini menunjukkan bahwa hukum terbentuk berdasarkan kesepakatan bersama, terutama dalam konteks kontrak di mana pihak-pihak yang terlibat setuju pada ketentuan yang mengikat.
52. Nunc Pro Tunc
Makna: “Sekarang untuk waktu lalu.”
Penjelasan: Ini merujuk pada keputusan pengadilan yang berlaku surut, sehingga efek dari keputusan itu dianggap telah berlaku sejak waktu yang lebih awal.
53. Quid Pro Quo
Makna: “Sesuatu untuk sesuatu.”
Penjelasan: Ini adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan pertukaran atau kesepakatan di mana satu pihak memberikan sesuatu sebagai imbalan atas sesuatu yang diberikan oleh pihak lain.
54. In Personam
Makna: “Terhadap orang.”
Penjelasan: Tindakan atau gugatan yang diarahkan terhadap individu tertentu, berbeda dengan tindakan in rem yang diarahkan terhadap suatu benda.
55. In Rem
Makna: “Terhadap benda.”
Penjelasan: Tindakan atau gugatan yang diarahkan terhadap suatu benda atau properti, bukan terhadap orang tertentu.
56. Prima Facie Case
Makna: “Kasus pada pandangan pertama.”
Penjelasan: Kasus di mana bukti yang diajukan cukup untuk mendukung klaim atau dakwaan sampai ada bukti yang bertentangan.
57. Amicus Curiae
Makna: “Teman pengadilan.”
Penjelasan: Seorang individu atau organisasi yang tidak menjadi pihak dalam suatu kasus tetapi memberikan informasi, keahlian, atau wawasan yang relevan untuk membantu pengadilan dalam membuat keputusan.
58. Sui Generis
Makna: “Unik atau istimewa.”
Penjelasan: Suatu kategori yang bersifat unik atau istimewa dan tidak dapat diklasifikasikan di bawah kategori yang sudah ada.
59. Jus Cogens
Makna: “Hukum yang bersifat memaksa.”
Penjelasan: Prinsip hukum internasional yang bersifat memaksa dan tidak dapat dikesampingkan, seperti larangan terhadap genosida atau perbudakan.
60. Stare Decisis Et Non Quieta Movere
Makna: “Berdiri dengan hal-hal yang diputuskan dan tidak mengganggu apa yang sudah tenang.”
Penjelasan: Doktrin yang menekankan pentingnya mematuhi preseden yang telah ditetapkan dan menjaga konsistensi dalam putusan pengadilan.
61. Forum Non Conveniens
Makna: “Pengadilan yang tidak nyaman.”
Penjelasan: Doktrin yang memungkinkan pengadilan untuk menolak yurisdiksi jika ada forum lain yang lebih sesuai untuk menangani kasus tersebut.
62. Ceteris Paribus
Makna: “Semua hal lain dianggap sama.”
Penjelasan: Frasa yang digunakan untuk menunjukkan bahwa semua variabel lain tetap tidak berubah saat membahas pengaruh dari satu variabel tertentu.
63. Lex Commissoria
Makna: “Hukum pembatalan.”
Penjelasan: Sebuah klausul dalam perjanjian yang memberikan hak untuk membatalkan perjanjian jika pihak lain gagal memenuhi kewajibannya.
64. Nemo Plus Juris Ad Alim Transferre Potest Quam Ipse Habet
Makna: “Tidak ada yang dapat mentransfer lebih banyak hak daripada yang dia miliki.”
Penjelasan: Prinsip ini menegaskan bahwa seseorang tidak dapat memberikan atau mentransfer hak yang lebih besar daripada yang dia miliki.
65. Ignorantia Facti Excusat
Makna: “Ketidaktahuan terhadap fakta adalah alasan.”
Penjelasan: Dalam kasus tertentu, ketidaktahuan terhadap fakta material dapat dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab hukum.
66. Ignorantia Facti Non Excusat
Makna: “Ketidaktahuan terhadap fakta bukanlah alasan.”
Penjelasan: Prinsip ini menyatakan bahwa ketidaktahuan terhadap fakta dalam kondisi tertentu tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab.
67. Animus Nocendi
Makna: “Niat untuk menyakiti.”
Penjelasan: Ini merujuk pada niat jahat atau niat untuk melakukan kejahatan, yang merupakan elemen penting dalam banyak tindak pidana.
68. Assentio Mentium
Makna: “Persetujuan pikiran.”
Penjelasan: Prinsip yang menyatakan bahwa kontrak atau perjanjian sah hanya jika ada kesepakatan atau persetujuan yang sebenarnya dari para pihak yang terlibat.
69. Contra Legem
Makna: “Melawan hukum.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan atau interpretasi yang bertentangan dengan teks atau maksud jelas dari hukum yang berlaku.
70. Corpus Juris
Makna: “Badan hukum.”
Penjelasan: Kumpulan atau kodifikasi seluruh hukum dalam satu sistem hukum tertentu, seperti Corpus Juris Civilis dalam hukum Romawi.
71. Crimen Falsi
Makna: “Keputusan palsu.”
Penjelasan: Istilah ini merujuk pada kejahatan yang melibatkan kecurangan atau penipuan, seperti pemalsuan dokumen atau pernyataan palsu.
72. Damnum Absque Injuria
Makna: “Kerugian tanpa pelanggaran hukum.”
Penjelasan: Situasi di mana seseorang mengalami kerugian atau cedera, tetapi tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi sehingga tidak ada dasar untuk menuntut ganti rugi.
73. De Facto
Makna: “Faktanya.”
Penjelasan: Istilah ini digunakan untuk menggambarkan situasi atau keadaan yang ada dalam kenyataan, meskipun mungkin tidak diakui secara resmi oleh hukum.
74. De Jure
Makna: “Secara hukum.”
Penjelasan: Ini merujuk pada situasi atau keadaan yang diakui oleh hukum, terlepas dari apakah situasi tersebut ada dalam kenyataan.
75. Ex Officio
Makna: “Menurut jabatan.”
Penjelasan: Hak atau kewajiban yang dimiliki seseorang karena posisinya dalam suatu jabatan, bukan karena ditugaskan secara khusus.
76. Fait Accompli
Makna: “Perkara yang sudah selesai.”
Penjelasan: Situasi yang sudah selesai atau tidak dapat diubah, sering kali diputuskan tanpa persetujuan dari pihak yang terlibat.
77. Functus Officio
Makna: “Jabatan selesai.”
Penjelasan: Prinsip bahwa setelah seorang pejabat atau badan pengadilan menjalankan tugasnya, ia tidak memiliki kekuasaan lebih lanjut dalam hal itu.
78. In Absentia
Makna: “Dalam ketidakhadiran.”
Penjelasan: Proses hukum yang dilakukan tanpa kehadiran salah satu pihak, biasanya terdakwa.
79. In Camera
Makna: “Dalam ruangan.”
Penjelasan: Sidang atau pemeriksaan yang dilakukan secara tertutup, di luar pandangan publik, biasanya untuk melindungi privasi atau informasi sensitif.
80. In Pari Delicto
Makna: “Dalam kesalahan yang sama.”
Penjelasan: Prinsip bahwa jika kedua pihak dalam sebuah sengketa sama-sama bersalah, pengadilan mungkin menolak untuk memberikan ganti rugi kepada salah satu pihak.41.. Qui Facit Per Alium Facit Per Se
Makna: “Dia yang bertindak melalui orang lain, bertindak untuk dirinya sendiri.”
Penjelasan: Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang yang memerintahkan atau menyebabkan orang lain melakukan suatu tindakan bertanggung jawab atas tindakan tersebut seolah-olah ia sendiri yang melakukannya.
42. Nemo Tenetur Se Ipsum Accusare
Makna: “Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk menuduh dirinya sendiri.”
Penjelasan: Prinsip ini melindungi hak terdakwa untuk tidak dipaksa memberikan bukti yang dapat merugikan dirinya sendiri, seringkali dikenal sebagai hak untuk diam.
43. Ubi Jus Ibi Remedium
Makna: “Di mana ada hak, di situ ada remedi.”
Penjelasan: Prinsip ini menunjukkan bahwa di mana ada pelanggaran hukum, harus ada jalan hukum untuk memperbaikinya.
44. Lex Loci Solutionis
Makna: “Hukum tempat penyelesaian.”
Penjelasan: Ini mengacu pada hukum yang berlaku di tempat di mana kontrak atau perjanjian diselesaikan atau dilaksanakan.
45. Qui Tam Pro Domino Rege Quam Pro Se Ipso In Hoc Parte Sequitur
Makna: “Siapa yang bertindak demi raja sekaligus demi dirinya sendiri dalam hal ini.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan hukum yang dibawa oleh seseorang atas nama pemerintah serta dirinya sendiri, seringkali dalam konteks undang-undang yang memberikan hadiah kepada pelapor pelanggaran hukum.
46. Ad Coelum
Makna: “Sampai ke langit.”
Penjelasan: Ini mengacu pada doktrin kepemilikan tanah yang menyatakan bahwa pemilik tanah memiliki segala sesuatu di atas (ke langit) dan di bawah tanah tersebut (hingga ke pusat bumi).
47. Jus Sanguinis
Makna: “Hak darah.”
Penjelasan: Prinsip kewarganegaraan yang didasarkan pada garis keturunan atau asal-usul, di mana kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh kewarganegaraan orang tuanya.
48. Jus Soli
Makna: “Hak tanah.”
Penjelasan: Prinsip kewarganegaraan yang didasarkan pada tempat kelahiran, di mana seseorang memperoleh kewarganegaraan dari negara tempat ia dilahirkan.
49. Locus Standi
Makna: “Tempat berdiri.”
Penjelasan: Ini merujuk pada hak seseorang atau kelompok untuk mengajukan gugatan atau membawa suatu perkara ke pengadilan.
50. Cui Bono
Makna: “Untuk keuntungan siapa?”
Penjelasan: Ini adalah pertanyaan yang sering diajukan dalam investigasi untuk mengidentifikasi siapa yang paling diuntungkan oleh tindakan atau peristiwa tertentu, yang sering kali mengarah pada pelaku kejahatan.
51. Consensus Facit Legem
Makna: “Kesepakatan membuat hukum.”
Penjelasan: Ini menunjukkan bahwa hukum terbentuk berdasarkan kesepakatan bersama, terutama dalam konteks kontrak di mana pihak-pihak yang terlibat setuju pada ketentuan yang mengikat.
52. Nunc Pro Tunc
Makna: “Sekarang untuk waktu lalu.”
Penjelasan: Ini merujuk pada keputusan pengadilan yang berlaku surut, sehingga efek dari keputusan itu dianggap telah berlaku sejak waktu yang lebih awal.
53. Quid Pro Quo
Makna: “Sesuatu untuk sesuatu.”
Penjelasan: Ini adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan pertukaran atau kesepakatan di mana satu pihak memberikan sesuatu sebagai imbalan atas sesuatu yang diberikan oleh pihak lain.
54. In Personam
Makna: “Terhadap orang.”
Penjelasan: Tindakan atau gugatan yang diarahkan terhadap individu tertentu, berbeda dengan tindakan in rem yang diarahkan terhadap suatu benda.
55. In Rem
Makna: “Terhadap benda.”
Penjelasan: Tindakan atau gugatan yang diarahkan terhadap suatu benda atau properti, bukan terhadap orang tertentu.
56. Prima Facie Case
Makna: “Kasus pada pandangan pertama.”
Penjelasan: Kasus di mana bukti yang diajukan cukup untuk mendukung klaim atau dakwaan sampai ada bukti yang bertentangan.
57. Amicus Curiae
Makna: “Teman pengadilan.”
Penjelasan: Seorang individu atau organisasi yang tidak menjadi pihak dalam suatu kasus tetapi memberikan informasi, keahlian, atau wawasan yang relevan untuk membantu pengadilan dalam membuat keputusan.
58. Sui Generis
Makna: “Unik atau istimewa.”
Penjelasan: Suatu kategori yang bersifat unik atau istimewa dan tidak dapat diklasifikasikan di bawah kategori yang sudah ada.
59. Jus Cogens
Makna: “Hukum yang bersifat memaksa.”
Penjelasan: Prinsip hukum internasional yang bersifat memaksa dan tidak dapat dikesampingkan, seperti larangan terhadap genosida atau perbudakan.
60. Stare Decisis Et Non Quieta Movere
Makna: “Berdiri dengan hal-hal yang diputuskan dan tidak mengganggu apa yang sudah tenang.”
Penjelasan: Doktrin yang menekankan pentingnya mematuhi preseden yang telah ditetapkan dan menjaga konsistensi dalam putusan pengadilan.
61. Forum Non Conveniens
Makna: “Pengadilan yang tidak nyaman.”
Penjelasan: Doktrin yang memungkinkan pengadilan untuk menolak yurisdiksi jika ada forum lain yang lebih sesuai untuk menangani kasus tersebut.
62. Ceteris Paribus
Makna: “Semua hal lain dianggap sama.”
Penjelasan: Frasa yang digunakan untuk menunjukkan bahwa semua variabel lain tetap tidak berubah saat membahas pengaruh dari satu variabel tertentu.
63. Lex Commissoria
Makna: “Hukum pembatalan.”
Penjelasan: Sebuah klausul dalam perjanjian yang memberikan hak untuk membatalkan perjanjian jika pihak lain gagal memenuhi kewajibannya.
64. Nemo Plus Juris Ad Alim Transferre Potest Quam Ipse Habet
Makna: “Tidak ada yang dapat mentransfer lebih banyak hak daripada yang dia miliki.”
Penjelasan: Prinsip ini menegaskan bahwa seseorang tidak dapat memberikan atau mentransfer hak yang lebih besar daripada yang dia miliki.
65. Ignorantia Facti Excusat
Makna: “Ketidaktahuan terhadap fakta adalah alasan.”
Penjelasan: Dalam kasus tertentu, ketidaktahuan terhadap fakta material dapat dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab hukum.
66. Ignorantia Facti Non Excusat
Makna: “Ketidaktahuan terhadap fakta bukanlah alasan.”
Penjelasan: Prinsip ini menyatakan bahwa ketidaktahuan terhadap fakta dalam kondisi tertentu tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab.
67. Animus Nocendi
Makna: “Niat untuk menyakiti.”
Penjelasan: Ini merujuk pada niat jahat atau niat untuk melakukan kejahatan, yang merupakan elemen penting dalam banyak tindak pidana.
68. Assentio Mentium
Makna: “Persetujuan pikiran.”
Penjelasan: Prinsip yang menyatakan bahwa kontrak atau perjanjian sah hanya jika ada kesepakatan atau persetujuan yang sebenarnya dari para pihak yang terlibat.
69. Contra Legem
Makna: “Melawan hukum.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan atau interpretasi yang bertentangan dengan teks atau maksud jelas dari hukum yang berlaku.
70. Corpus Juris
Makna: “Badan hukum.”
Penjelasan: Kumpulan atau kodifikasi seluruh hukum dalam satu sistem hukum tertentu, seperti Corpus Juris Civilis dalam hukum Romawi.
71. Crimen Falsi
Makna: “Keputusan palsu.”
Penjelasan: Istilah ini merujuk pada kejahatan yang melibatkan kecurangan atau penipuan, seperti pemalsuan dokumen atau pernyataan palsu.
72. Damnum Absque Injuria
Makna: “Kerugian tanpa pelanggaran hukum.”
Penjelasan: Situasi di mana seseorang mengalami kerugian atau cedera, tetapi tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi sehingga tidak ada dasar untuk menuntut ganti rugi.
73. De Facto
Makna: “Faktanya.”
Penjelasan: Istilah ini digunakan untuk menggambarkan situasi atau keadaan yang ada dalam kenyataan, meskipun mungkin tidak diakui secara resmi oleh hukum.
74. De Jure
Makna: “Secara hukum.”
Penjelasan: Ini merujuk pada situasi atau keadaan yang diakui oleh hukum, terlepas dari apakah situasi tersebut ada dalam kenyataan.
75. Ex Officio
Makna: “Menurut jabatan.”
Penjelasan: Hak atau kewajiban yang dimiliki seseorang karena posisinya dalam suatu jabatan, bukan karena ditugaskan secara khusus.
76. Fait Accompli
Makna: “Perkara yang sudah selesai.”
Penjelasan: Situasi yang sudah selesai atau tidak dapat diubah, sering kali diputuskan tanpa persetujuan dari pihak yang terlibat.
77. Functus Officio
Makna: “Jabatan selesai.”
Penjelasan: Prinsip bahwa setelah seorang pejabat atau badan pengadilan menjalankan tugasnya, ia tidak memiliki kekuasaan lebih lanjut dalam hal itu.
78. In Absentia
Makna: “Dalam ketidakhadiran.”
Penjelasan: Proses hukum yang dilakukan tanpa kehadiran salah satu pihak, biasanya terdakwa.
79. In Camera
Makna: “Dalam ruangan.”
Penjelasan: Sidang atau pemeriksaan yang dilakukan secara tertutup, di luar pandangan publik, biasanya untuk melindungi privasi atau informasi sensitif.
80. In Pari Delicto
Makna: “Dalam kesalahan yang sama.”
Penjelasan: Prinsip bahwa jika kedua pihak dalam sebuah sengketa sama-sama bersalah, pengadilan mungkin menolak untuk memberikan ganti rugi kepada salah satu pihak. 81 Inter Alia
Makna: “Di antara hal-hal lain.”
Penjelasan: Digunakan untuk menunjukkan bahwa pernyataan atau klaim tertentu adalah salah satu dari beberapa hal yang disebutkan.
82. Jus Ad Bellum
Makna: “Hak untuk berperang.”
Penjelasan: Prinsip hukum internasional yang mengatur kapan negara dapat sah melakukan tindakan militer atau berperang.
83. Jus In Bello
Makna: “Hukum dalam perang.”
Penjelasan: Prinsip hukum internasional yang mengatur perilaku negara dan kombatan selama konflik bersenjata, termasuk perlindungan terhadap warga sipil.
84. Mala Fide
Makna: “Niat buruk.”
Penjelasan: Tindakan yang dilakukan dengan niat tidak jujur atau niat untuk menipu atau merugikan pihak lain.
85. Obiter Dicta
Makna: “Pernyataan yang terlepas.”
Penjelasan: Komentar atau pendapat hakim yang tidak langsung terkait dengan putusan utama dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagai preseden.
86. Onus Probandi
Makna: “Beban pembuktian.”
Penjelasan: Tanggung jawab yang diemban oleh salah satu pihak dalam sengketa untuk membuktikan kebenaran dari pernyataannya.
87. Pacta Sunt Servanda
Makna: “Perjanjian harus dipenuhi.”
Penjelasan: Prinsip yang menekankan bahwa perjanjian yang sah harus dihormati dan dipatuhi oleh para pihak yang membuatnya.
88. Ratio Decidendi
Makna: “Alasan keputusan.”
Penjelasan: Prinsip hukum utama atau dasar yang menjadi alasan utama di balik putusan pengadilan, dan yang menjadi preseden mengikat untuk kasus-kasus di masa depan.
89. Res Gestae
Makna: “Hal-hal yang terjadi.”
Penjelasan: Fakta atau peristiwa yang langsung terkait dengan kejadian yang disengketakan dalam suatu kasus dan dapat dianggap sebagai bukti yang relevan.
90. Res Judicata
Makna: “Hal yang telah diputuskan.”
Penjelasan: Prinsip bahwa keputusan yang sudah final oleh pengadilan tidak dapat dituntut ulang atau dibawa kembali ke pengadilan yang sama.
91. Ultra Vires
Makna: “Di luar kekuasaan.”
Penjelasan: Tindakan yang dilakukan di luar wewenang atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum atau peraturan.
92. Voir Dire
Makna: “Untuk mengatakan yang sebenarnya.”
Penjelasan: Proses di mana calon juri diseleksi melalui serangkaian pertanyaan untuk memastikan bahwa mereka dapat memberikan putusan yang adil dan tidak memihak.
93. In Loco Parentis
Makna: “Dalam tempat orang tua.”
Penjelasan: Konsep hukum di mana seseorang atau lembaga bertindak dalam kapasitas pengganti orang tua, bertanggung jawab atas kesejahteraan anak-anak di bawah perawatannya.
94. De Novo
Makna: “Dari awal.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu kasus dipertimbangkan kembali dari awal, tanpa mengacu pada keputusan sebelumnya.
95. Ad Hominem
Makna: “Terhadap orang.”
Penjelasan: Serangan atau argumen yang ditujukan terhadap pribadi lawan, bukan terhadap argumen yang diajukan.
96. Acta Exteriora Indicant Interiora Secreta
Makna: “Tindakan lahiriah menunjukkan niat batin.”
Penjelasan: Prinsip bahwa tindakan seseorang dapat menunjukkan atau mengindikasikan niat atau motivasi batinnya.
97. Contra Proferentem
Makna: “Melawan pembuat.”
Penjelasan: Doktrin interpretasi kontrak di mana ketidakjelasan atau ambiguitas dalam kontrak diinterpretasikan melawan pihak yang menyusunnya.
98. Ad Infinitum
Makna: “Tak terbatas.”
Penjelasan: Digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang berlanjut tanpa akhir atau batas waktu.
99. Non Compos Mentis
Makna: “Tidak dalam pikiran yang sehat.”
Penjelasan: Istilah hukum yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak mampu memahami tindakan atau konsekuensi dari tindakannya karena gangguan mental.
100. In Re
Makna: “Dalam hal.”
Penjelasan: Digunakan untuk merujuk pada perkara tertentu yang sedang dipertimbangkan, tanpa menyebutkan nama pihak yang terlibat.
101. Lex Non Scripta
Makna: “Hukum yang tidak tertulis.”
Penjelasan: Hukum yang berkembang dari adat dan praktik tradisional, bukan dari peraturan yang tertulis atau kodifikasi.
102. In Situ
Makna: “Di tempat.”
Penjelasan: Mengacu pada keadaan sesuatu yang ada di lokasi aslinya atau posisi aslinya.
103. Ex Gratia
Makna: “Dari kebaikan hati.”
Penjelasan: Pembayaran atau tindakan yang dilakukan tanpa kewajiban hukum, sering kali sebagai tanda itikad baik atau kebaikan hati.
104. Ad Nauseam
Makna: “Sampai muak.”
Penjelasan: Sesuatu yang diulangi terus-menerus hingga menjadi membosankan atau menjengkelkan.
105. Ignorantia Facti Excusat
Makna: “Ketidaktahuan terhadap fakta adalah alasan.”
Penjelasan: Dalam kasus tertentu, ketidaktahuan terhadap fakta material dapat dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab hukum.
106. Caveat Venditor
Makna: “Penjual berhati-hatilah.”
Penjelasan: Prinsip yang menekankan bahwa penjual bertanggung jawab atas barang yang dijual dan bahwa mereka harus berhati-hati dalam memastikan barang tersebut memenuhi klaim yang dibuat.
107. Mala Prohibita
Makna: “Tindakan yang dilarang oleh hukum.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan yang dianggap salah bukan karena sifatnya yang jahat, tetapi karena dilarang oleh hukum, seperti pelanggaran lalu lintas.
108. Actio Personalis Moritur Cum Persona
Makna: “Tindakan pribadi mati dengan orangnya.”
Penjelasan: Prinsip bahwa klaim hukum tertentu, terutama yang bersifat pribadi, tidak dapat dilanjutkan setelah kematian salah satu pihak yang terlibat.
109. Alibi
Makna: “Di tempat lain.”
Penjelasan: Pembelaan yang diajukan terdakwa bahwa ia tidak berada di tempat kejadian saat tindak pidana dilakukan, dan oleh karena itu tidak mungkin ia adalah pelakunya.
110. Animus Possidendi
Makna: “Niat untuk memiliki.”
Penjelasan: Niat seseorang untuk memiliki atau menguasai sesuatu, yang merupakan elemen penting dalam pengalihan kepemilikan atau hak.
111. Bona Fide
Makna: “Dengan niat baik.”
Penjelasan: Tindakan atau status yang dilakukan dengan niat baik, tanpa niat untuk menipu atau melakukan kesalahan.
112. Certiorari
Makna: “Untuk diperiksa.”
Penjelasan: Surat perintah pengadilan yang memerintahkan pengadilan yang lebih rendah untuk menyerahkan catatan suatu kasus agar dapat ditinjau oleh pengadilan yang lebih tinggi.
113. Caveat Subscriptor
Makna: “Penandatangan berhati-hatilah.”
Penjelasan: Prinsip yang menekankan bahwa seseorang yang menandatangani dokumen bertanggung jawab untuk membaca dan memahami isinya sebelum menandatanganinya.
114. Contra
Makna: “Melawan.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berlawanan atau bertentangan dengan hal lain dalam dokumen atau argumen hukum.
115. Corpus Delicti
Makna: “Badan kejahatan.”
Penjelasan: Istilah ini merujuk pada bukti bahwa suatu kejahatan telah terjadi, yang diperlukan untuk menuntut seseorang.
116. Cuius Est Solum Eius Est Usque Ad Coelum Et Ad Inferos
Makna: “Siapa yang memiliki tanah, dia memiliki segala sesuatu sampai ke langit dan ke neraka.”
Penjelasan: Prinsip hukum properti yang menyatakan bahwa pemilik tanah memiliki segala sesuatu di atas dan di bawah tanah tersebut.
117. De Minimis Non Curat Praetor
Makna: “Hakim tidak mengurusi hal-hal sepele.”
Penjelasan: Prinsip bahwa hukum tidak akan repot dengan masalah yang terlalu kecil atau tidak signifikan untuk diproses.
118. Ex Aequo Et Bono
Makna: “Menurut apa yang adil dan baik.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan dalam arbitrase untuk menunjukkan bahwa keputusan dibuat berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kebaikan, bukan sekadar berdasarkan aturan hukum yang ketat.
119. In Pari Delicto
Makna: “Dalam kesalahan yang sama.”
Penjelasan: Prinsip bahwa jika kedua pihak dalam sebuah sengketa sama-sama bersalah, pengadilan mungkin menolak untuk memberikan ganti rugi kepada salah satu pihak. 120 , Ipso Facto
Makna: “Dengan fakta itu sendiri.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa sesuatu itu benar atau sah semata-mata berdasarkan fakta yang ada, tanpa memerlukan bukti tambahan.
121. Jus Tertii
Makna: “Hak pihak ketiga.”
Penjelasan: Doktrin yang mengizinkan pihak ketiga untuk mengajukan klaim atau pertahanan yang menguntungkan hak pihak ketiga dalam sengketa hukum.
122. Modus Operandi
Makna: “Cara kerja.”
Penjelasan: Istilah ini sering digunakan dalam konteks kejahatan untuk menggambarkan metode khas yang digunakan oleh pelaku.
123. Novus Actus Interveniens
Makna: “Tindakan baru yang mengintervensi.”
Penjelasan: Prinsip hukum yang menyatakan bahwa kejadian baru yang tidak terduga dapat memutus rantai sebab-akibat dan mengalihkan tanggung jawab dari pelaku asli.
124. Pari Passu
Makna: “Dengan langkah yang sama.”
Penjelasan: Prinsip bahwa hak-hak atau klaim yang bersifat sama harus diperlakukan dengan setara atau sejajar, terutama dalam konteks pembagian harta dalam kebangkrutan.
125. Prima Facie Evidence
Makna: “Bukti pada pandangan pertama.”
Penjelasan: Bukti yang cukup untuk mendukung suatu kasus atau klaim sampai ada bukti yang lebih kuat atau bertentangan yang diajukan.
126. Pro Bono Publico
Makna: “Untuk kebaikan umum.”
Penjelasan: Layanan hukum yang diberikan secara cuma-cuma oleh pengacara untuk kepentingan publik atau bagi mereka yang tidak mampu membayar.
127. Qui Facit Per Alium Facit Per Se
Makna: “Dia yang bertindak melalui orang lain, bertindak untuk dirinya sendiri.”
Penjelasan: Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang yang memerintahkan atau menyebabkan orang lain melakukan suatu tindakan bertanggung jawab atas tindakan tersebut seolah-olah ia sendiri yang melakukannya.
128. Res Integra
Makna: “Hal yang utuh.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan untuk menggambarkan masalah hukum yang belum pernah diputuskan sebelumnya dan oleh karena itu masih terbuka untuk interpretasi.
129. Res Nullius
Makna: “Hal yang tidak dimiliki.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan untuk menggambarkan properti atau barang yang tidak dimiliki oleh siapa pun dan dapat diambil oleh siapa saja yang pertama kali mengklaimnya.
130. Sine Die
Makna: “Tanpa hari.”
Penjelasan: Menunda atau menangguhkan sesuatu tanpa menetapkan tanggal tertentu untuk melanjutkannya.
131. Ut Res Magis Valeat Quam Pereat
Makna: “Lebih baik sesuatu itu berlaku daripada gagal.”
Penjelasan: Prinsip bahwa interpretasi hukum harus dilakukan sedemikian rupa agar peraturan atau dokumen dapat berfungsi secara efektif daripada membuatnya tidak berguna atau tidak dapat diterapkan.
132. Vis Major
Makna: “Kekuatan besar.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan untuk merujuk pada peristiwa alamiah yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia, seperti bencana alam, yang dapat membebaskan seseorang dari tanggung jawab kontrak.
133. Volenti Non Fit Injuria
Makna: “Tidak ada cedera yang dilakukan kepada yang bersedia.”
Penjelasan: Seseorang yang dengan sukarela atau rela menerima risiko tidak bisa menuntut kerugian atau cedera yang timbul akibat dari tindakan tersebut.
134. Lex Specialis Derogat Legi Generali
Makna: “Hukum khusus mengesampingkan hukum umum.”
Penjelasan: Ketika ada konflik antara hukum yang spesifik dan hukum yang umum, hukum yang lebih spesifik akan diterapkan. Ini adalah prinsip yang sering digunakan dalam interpretasi hukum.
135. Contra Legem
Makna: “Melawan hukum.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan atau interpretasi yang bertentangan dengan teks atau maksud jelas dari hukum yang berlaku.
136. Lex Loci Contractus
Makna: “Hukum tempat kontrak.”
Penjelasan: Prinsip hukum yang menentukan bahwa hukum yang berlaku untuk kontrak adalah hukum negara tempat kontrak itu dibuat.
137. Mala In Se
Makna: “Kejahatan yang secara inheren jahat.”
Penjelasan: Ini merujuk pada tindakan yang dianggap jahat oleh masyarakat karena sifatnya yang intrinsik, seperti pembunuhan atau pemerkosaan.
138. Obiter Dictum
Makna: “Pernyataan yang terlepas.”
Penjelasan: Komentar atau pendapat hakim yang tidak langsung terkait dengan putusan utama dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagai preseden.
139. Qui Tacet Consentire Videtur
Makna: “Dia yang diam dianggap setuju.”
Penjelasan: Prinsip hukum yang menyatakan bahwa seseorang yang tidak mengajukan keberatan atau protes dianggap setuju dengan keadaan yang ada.
140. Secundum Legem
Makna: “Menurut hukum.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa sesuatu dilakukan atau diputuskan sesuai dengan hukum yang berlaku.
141. Sine Qua Non
Makna: “Tanpa itu, tidak akan terjadi.”
Penjelasan: Ini merujuk pada syarat yang sangat diperlukan, sesuatu yang tanpanya peristiwa atau tindakan tidak dapat terjadi.
142. Solutio Indebiti
Makna: “Pembayaran yang tidak semestinya.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembayaran yang dilakukan secara tidak sengaja atau tanpa dasar hukum yang sah, yang dapat diklaim kembali oleh pembayar.
143. Actus Non Facit Reum Nisi Mens Sit Rea
Makna: “Tindakan tidak membuat seseorang bersalah kecuali ada niat jahat.”
Penjelasan: Dalam hukum pidana, untuk menyatakan seseorang bersalah, harus ada unsur niat jahat selain dari tindakan yang dilakukan.
144. Non Est Factum
Makna: “Bukan perbuatannya.”
Penjelasan: Pembelaan yang digunakan untuk menyatakan bahwa terdakwa tidak menandatangani kontrak atau dokumen secara sadar atau mengerti isi dari dokumen tersebut.
145. Ratio Legis
Makna: “Alasan dari hukum.”
Penjelasan: Prinsip yang menekankan bahwa hukum harus diterapkan sesuai dengan tujuan atau alasan di balik pembuatannya, bukan hanya menurut teksnya saja.
146. Reddendo Singula Singulis
Makna: “Menghubungkan hal yang berbeda dengan hal yang berbeda.”
Penjelasan: Prinsip interpretasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap kata atau frasa dalam dokumen hukum dihubungkan dengan hal yang tepat, untuk menghindari kebingungan.
147. Rebus Sic Stantibus
Makna: “Dengan segala hal tetap pada tempatnya.”
Penjelasan: Doktrin hukum yang menyatakan bahwa kontrak dapat diubah atau dibatalkan jika terjadi perubahan besar dalam keadaan yang menjadi dasar kontrak.
148. Sine Die
Makna: “Tanpa hari.”
Penjelasan: Menunda atau menangguhkan sesuatu tanpa menetapkan tanggal tertentu untuk melanjutkannya.
149. Stare Decisis
Makna: “Berdiri dengan hal-hal yang diputuskan.”
Penjelasan: Ini adalah prinsip bahwa pengadilan harus mengikuti preseden yang telah ditetapkan dalam kasus-kasus sebelumnya untuk memastikan konsistensi hukum.
150. Sua Sponte
Makna: “Atas inisiatifnya sendiri.”
Penjelasan: Tindakan yang diambil oleh pengadilan tanpa permintaan dari salah satu pihak, biasanya untuk menjaga keadilan atau kelancaran proses.
151. Ubi Societas Ibi Jus
Makna: “Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum.”
Penjelasan: Prinsip bahwa hukum selalu ada untuk mengatur masyarakat, tanpa adanya hukum, masyarakat tidak dapat berjalan dengan baik.
152. Ad Litem
Makna: “Untuk keperluan gugatan ini.”
Penjelasan: Istilah yang digunakan untuk merujuk pada perwakilan hukum yang diangkat untuk mengurus perkara tertentu, seperti seorang wali ad litem yang diangkat untuk mewakili anak-anak dalam kasus pengadilan.
153. Jus Disponendi
Makna: “Hak untuk melepaskan.”
Penjelasan: Hak yang dimiliki pemilik properti untuk menjual, memberikan, atau mengalihkan properti tersebut kepada orang lain.
154. In Absentia
Makna: “Dalam ketidakhadiran.”
Penjelasan: Proses hukum yang dilakukan tanpa kehadiran salah satu pihak, biasanya terdakwa.
155. Jus Accrescendi
Makna: “Hak peningkatan.”
Penjelasan: Hak yang memungkinkan kepemilikan atau hak waris untuk meningkat atau berpindah ke pemilik lain jika pemilik asli meninggal atau menyerahkan haknya.
156. Jus Sanguinis
Makna: “Hak darah.”
Penjelasan: Prinsip kewarganegaraan yang didasarkan pada garis keturunan atau asal-usul, di mana kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh kewarganegaraan orang tuanya.
157. Jus Soli
Makna: “Hak tanah.”
Penjelasan: Prinsip kewarganegaraan yang didasarkan pada tempat kelahiran, di mana seseorang memperoleh kewarganegaraan dari negara tempat ia dilahirkan.
158. Lex Posterior Derogat Legi Priori
Makna: “Hukum yang lebih baru mengesampingkan hukum yang lebih lama.”
Penjelasan: Hukum yang lebih baru menggantikan hukum yang lebih lama jika terjadi konflik antara keduanya.
159. Lex Fori
Makna: “Hukum tempat pengadilan.”
Penjelasan: Hukum yang berlaku di tempat di mana pengadilan diadakan akan digunakan dalam penanganan kasus tersebut.
160. Lex Commissoria
Makna: “Hukum pembatalan.”
Penjelasan: Sebuah klausul dalam perjanjian yang memberikan hak untuk membatalkan perjanjian jika pihak lain gagal memenuhi kewajibannya.
161. Jus Cogens
Makna: “Hukum yang bersifat memaksa.”
Penjelasan: Prinsip hukum internasional yang bersifat memaksa dan tidak dapat dikesampingkan, seperti larangan terhadap genosida atau perbudakan.
162. Modus Vivendi
Makna: “Cara hidup.”
Penjelasan: Kesepakatan atau pengaturan sementara yang memungkinkan dua pihak dengan perbedaan signifikan untuk hidup berdampingan secara damai.
Memahami adagium hukum adalah bagian integral dari pengetahuan hukum yang mendalam. Adagium-adagium ini tidak hanya membantu dalam menafsirkan hukum, tetapi juga memberikan dasar untuk penerapan prinsip-prinsip keadilan dalam berbagai situasi.
Dengan menguasai lebih dari 150 adagium hukum ini, praktisi hukum dapat memperkuat argumen mereka, membuat interpretasi hukum yang lebih baik, dan memberikan keputusan yang lebih adil.
Komentar
Posting Komentar