PERNYATAAN SIKAP WARGA DAGO ELOS DAN TAMANSARI menurut LBH

 

PRESS RELEASE : PERNYATAAN SIKAP WARGA DAGO ELOS DAN TAMANSARI

Putusan Pengadilan Tinggi No. 570/PDT/2017/PT.BDG tertanggal 5 Februari 2018 kemarin atas perkara Warga Dago Elos melawan keluarga Muller dan PT. Dago Inti Graha jauh dari harapan warga. Putusan tersebut dinilai telah  menginjak-injak kebenaran dan rasa keadilan serta menghina hukum nasional.

Putusan tersebut tidak memenuhi syarat formal sebuah putusan. Di antaranya adalah Majelis Hakim menyatakan sah menurut hukum akta atas nama Kerajaan Belanda  dengan Nomor Verponding 3740, 3741, dan 3742 yang terbit pada tahun 1918 atas nama GEORGE HENDRIK MULLER seorang warga negara Belanda. Putusan tersebut diputuskan tanpa melihat UU dan Peraturan Nasional tentang Pertanahan. Padahal hal itu bertentangan dengan UUPA dan Keppres No. 32 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-hak Barat. Menurut kedua aturan itu tanah atas Verponding-verponding tersebut harus menjadi milik negara. Hal ini jelas-jelas menghina hukum Nasional kita.

 

Selain itu Hakim menutup mata dari fakta dan bukti-bukti yang telah diajukan di Pengadilan. Verponding-verponding tersebut patut dicurigai keasliannya karena tidak ada bukti lain yang membenarkan akta tersebut, bahkan dari bukti yang diajukan oleh Penggugat sendiri. Berdasarkan bukti yang diajukan oleh warga yaitu surat BPN pun menjelaskan bahwa tanah Negara bekas Hak Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742, sesuai data di Kantor Pertanahan Kota Bandung, tercatat atas nama NV CEMENT TEGEL & MATERIALEN HANDEL “SIMONGAN” dan tidak pernah dialihkan kepada siapapun. Lebih parahnya lagi Hakim tidak melihat fakta bahwa ahli waris Muller mengklaim berdasarkan akta notaris tertanggal 7 Agustus 1899  Verponding tersebut telah dialihkan dari PT Tegel Semen Handeel “SIMONGAN” pemilik sebelumnya kepada George Hendrik Muller, sementara Sertifikat Verponding 3740, 3741 dan 3742 baru terbit surat ukurnya pada tahun 1918. Hal yang sangat mustahil dan patut dicurigai sebagai tipu muslihat.

Masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan dari Putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi. Akibat dari Putusan tersebut sekitar 331an KK dan ribuan jiwa warga dago elos yang tinggal di atas lahan seluas 69.346 M2, terancam diusir dari rumah dan tempat tinggal yang telah mereka tempati selama puluhan tahun. Padahal mereka telah menempati lahan tersebut secara legal dan beritikad baik dengan  tertib membayar pajak, sebagian rumah bahkan telah diterbitkan sertifikatnya oleh BPN.

Warga bertekad akan tetap memperjuangkan hak-hak asasi mereka dengan segala upaya, salah satunya adalah upaya hukum Kasasi. Hal ini juga sejalan dengan perjuanagan warga Tamansari yang telah dilanggar hak-haknya oleh Pemerintah Kota Bandung akibat rencana Pemabangunan Rumah Deret yang tidak sesuai aturan hukum.

Atas uraian di atas kami menyatakan sikap bahwa :

  1. Warga Dago Elos dan Tamansari akan terus memperjuangkan hak-hak asasi kami yang dilindungi oleh Konstitusi
  2. Akan melawan segala bentuk perampasan terhadap ruang hidup, hak atas tempat tinggal dan sumber penghidupan
  3. Akan melawan segala bentuk kebijakan yang menindas dan merugikan warga

    KABAR KEMENANGAN

    Warga Dago Elos Memenangkan Gugatan Perdata di Tingkat Kasasiu Melawan Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha

    Perjuangan kami warga Dago Elos dalam melawan penggusuran yang diaktori oleh keluarga Muller dan PT. Dago Inti Graha, akhirnya kami menangkan setelah  melewati proses gugatan perdata di tingkat kasasi, Mahkamah Agung telah menyatakan klaim tanah dari keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha ditolak karena eigendom verponding milik keluarga Muller tidak dilakukan konversi tanah dan tidak didaftarkan.

    Pada intinya keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha tidak menguasai tanah karena hak prioritas tidak diberikan pada mereka. Pihak warga Dago Elos dikuatkan karena sudah menguasai tanah tersebut dalam kurun waktu lama, secara terus menerus dan sebagian sudah diberikan sertifikat hak milik.

    Keluarga Muller yang menggugat kami warga Dago Elos adalah Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller. Ketiganya keturunan dari George Hendrik Muller, seorang warga Jerman yang pernah tinggal di Bandung pada masa kolonial Belanda. Ketiganya kini sudah menjadi warga negara Indonesia. Mereka mengklaim bahwa tanah seluas 6,3 hektare di Dago Elos sudah diwariskan kepada mereka.

    Tanah itu diklaim berasal dari Eigendom Verponding atau hak milik dalam produk hukum pertanahan pada masa kolonial Belanda. Tanah seluas 6,3 ha itu terbagi dalam tiga Verponding: nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi, nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 seluas 44.780 meter persegi. Sertifikat tanah itu dikeluarkan oleh Kerajaan Belanda pada 1934.

    Semula di atas tanah itu berdiri pabrik N.V. Cement Tegel Fabriek dan Materialen Handel Simoengan atau PT Tegel Semen Handeel Simoengan, tambang pasir, dan kebun-kebun kecil. Kini kondisinya sudah berbeda jauh. Di atas lahan itu kini ada Kantor Pos, Terminal Dago, dan didominasi oleh rumah-rumah warga rukun tetangga 01 dan 02 dari RW 02 Dago Elos. Meski demikian, tidak seluruh warga RW 02 menempati lahan 6,3 ha yang diklaim keluarga Muller.

    Gugatan keluarga Muller yang oleh warga terkesan mendadak memunculkan pertanyaan: mengapa baru sekarang? Tak ada jawaban yang memuaskan bagi kami. Pada saat hampir bersamaan dengan kebutuhan tanah apartemen The MAJ, keluarga Muller pun melayangkan gugatan. Rupanya Muller bersaudara tidak sendiri. Ia menggugat bersama PT Dago Inti Graha, sebuah perusahaan properti di Bandung.

    Berdasarkan putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019 hakim Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa Hak Eigendom Verponding atas nama George Henrik Muller sudah berakhir karena tidak dikonversi paling lambat tanggal 24 September 1980. Hal tersebut menegaskan bahwa klaim tanah atas nama keluarga Muller tidak dapat mengalihkan ataupun mengoperkan tanah tersebut kepada PT Dago Inti Graha yang dimana tanah di Dago Elos sejatinya telah jelas dikuasai sebagai tempat tinggal warga

  4. Siaran Pers : Merespon Putusan Peninjauan Kembali Kasus Dago Elos

    Setelah 77 tahun kemerdekaan Indonesia, warga Dago Elos masih harus merasakan  praktik kolonialisme yang mengancam ruang hidup mereka,  kini praktik tersebut mewujud pada putusan mahkamah agung republik indonesia yang memerintahkan mereka keluar dari tanahnya sendiri. Keluarga Muller sebagai ahli waris yang menggugat warga Dago Elos bernama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller. Ketiganya mengaku keturunan dari George Hendrik Muller, seorang warga Jerman yang pernah tinggal di Bandung pada masa kolonial Belanda. Ketiganya kini sudah menjadi warga negara Indonesia. Mereka mengklaim bahwa tanah seluas 6,3 hektar di Dago Elos sudah diwariskan kepada mereka. Semula, diatas tanah itu berdiri Pabrik NV Cement Tegel Fabriek dan Materialen Handel Simoengan atau  PT Tegel Semen Handeel Simoengan, tambang pasir, dan kebun-kebun kecil. Kini kondisinya sudah berbeda jauh. Di atas lahan itu kini ada kantor pos, Terminal Dago, dan didominasi oleh rumah-rumah warga RT 01 dan 02 dari RW 02 Dago Elos. Meski demikian, tidak seluruh warga RW 02 menempati lahan 6,3 ha yang diklaim keluarga Muller. Tanah itu diklaim berasal dari Eigendom Verponding atau hak milik dalam produk hukum pertanahan kolonial Belanda. Tanah seluas 6,3 ha itu terbagi dalam tiga Verponding: nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi, nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 seluas 44.780 meter persegi. Sertifikat tanah itu dikeluarkan oleh Kerajaan Belanda pada 1934. Sejatinya hak barat tersebut menjadi bagian dari nasionalisasi tanah bekas Belanda atau setidaknya berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dapat dikonversi menjadi hak milik selambat-lambatnya 20 tahun sejak UUPA berlaku. Namun hingga lebih dari 50 tahun keluarga Muller tidak pernah tercatat melakukan kewajibannya mencatatkan ulang bahkan menelantarkan begitu saja tanpa menduduki secara fisik tanah tersebut yang hingga kini dijadikan sebagai sumber penghidupan tempat tinggal oleh warga kampung dago elos. Kabar kemenangan sempat menyebar ditahun 2020 semasa seluruh masyarakat sedang berjuang menghadapi pandemic Covid-19 melalui putusan Putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019, hakim Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa eigendom verponding atas nama George Henrik Muller sudah berakhir karena tidak dikonversi paling lambat tanggal 24 September 1980. Sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat yang menyatakan “Tanah Hak Guna, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai asal konversi hak barat, jangka waktu akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara” Hal tersebut menegaskan bahwa klaim tanah atas nama keluarga Muller tidak dapat mengalihkan ataupun mengoperkan tanah di Dago Elos yang sejatinya telah jelas dikuasai sebagai tempat tinggal warga kepada PT Dago Inti Graha. Menanggapi pasca dari putusan Kasasi warga segera untuk mengupayakan tindakan pendaftaran tanah kepada Badan Pertanahan Negara Kota Bandung, terhitung sejak 21 Januari 2021 Warga Kampung Dago Elos Kecamatan Coblong Kota Bandung mengajukan permohonan sertifikasi pendaftaran tanah kepada Kantor Agraria dan Pertanahan (ATR/BPN) Kota Bandung namun hingga sampai saat ini belum ditanggapi oleh kantor BPN Kota Bandung. Selang satu tahun lebih tidak direspon oleh kantor BPN Kota Bandung Mahkamah Agung mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022 yang sebelumnya telah diajukan upaya hukum peninjauan kembali oleh pihak Heri Muller. Keadaan pun berbalik, dengan adanya Putusan Peninjauan kembali tersebut mengabulkan Gugatan pihak keluarga muller yang sebelumnya di dalam kasasi ditolak gugatan tersebut. Hakim agung sebagai representasi negara dan seharusnya menjadi orang paling mengerti hukum malah membenarkan hal itu dengan putusannya yang memenangkan penggugat tanpa melihat kondisi warga yang telah menggarap dan menempati lahan selama puluhan tahun, Putusan peninjauan kembali ini pun telah merobek-robek rasa keadilan masyarakat. Putusan Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022 menetapkan Heri Hermawan Muller cs berhak atas kepemilikan objek tanah Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742 seluas 6,3 Hektar. Sehingga melalui putusan tersebut pengadilan menetapkan bahwa pihak Heri Muller cs berhak mengajukan permohonan hak untuk sertifikasi objek tanah Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742. Selain itu dalam Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022 menyatakan menurut hukum pengoperan dan pemasrahan/penyerahan hak atas tanah dari Heri Muller CS kepada Penggugat IV PT Dago Inti Graha, yang dibuat dengan Akta Nomor 01 tanggal 01 Agustus 2016 terkait 3 bidang tanah yakni objek tanah Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742. Sungguh kontras terlihat perbedaan antara Putusan Peninjauan Kembali dengan putusan Kasasi sebelumnya. Dalam putusan kasasi yang menolak gugatan Heri Muller CS dirasa mengambang dan tidak tegas, berbeda dengan Putusan Peninjauan Kembali yang menerima gugatan Heri Muller CS, semua jelas dan tegas bahkan hingga putusan tersebut lengkap terhadap perintah mengakui kepemilikan meliputi perintah sertifikasi terhadap objek tanah Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742. Kami pun menganggap bahwa Putusan Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022 tersebut ada beberapa poin yang kami nilai bermasalah diantaranya adalah:

    1. Putusan tersebut majelis hakim tidak mempertimbangkan suatu bukti baru (novum) dalam mengeluarkan putusan, majelis Hakim agung hanya berbekal terdapat kekhilafan hakim dan atau kekeliruan yang nyata oleh putusan kasasi dimana putusan Kasasi menolak seluruh Gugatan Penggugat.
    2. Pada putusan ini majelis hakim menilai bahwa warga kampung dago elos melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena menguasai objek sengketa Eigendom Verponding, namun dalam pertimbangan hakim, status tanah Eigendom Verponding tersebut telah berakhir dan beralih status menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara karena tidak pernah diajukan pembaharuan hak hingga batas tanggal 24 September 1980 sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat. Sehingga Gugatan perbuatan melawan hukum tidak bisa diterima karena warga tidak mungkin melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan menguasai tanah yang dikuasai oleh negara;
    3. Pada Putusan Peninjauan Kembali tanah masih berstatus tanah yang dikuasai langsung oleh negara namun majelis hakim memutuskan bahwa Menyatakan sah menurut hukum pengoperan dan pemasrahan/ penyerahan hak atas tanah yang dibuat dengan Akta Nomor 01 tanggal 01 Agustus 2016, sedangkan tanah yang dikuasasi oleh negara tidak dapat dilakukan pengoperan dan pemasrahan/ penyerahan subjek hukum selain negara itu sendiri. Sehingga  penguasaan fisik oleh warga tidak merupakan Perbuatan Melawan Hukum;
    4. Warga Dago Elos sudah menguasai objek sengketa dalam kurun waktu lama dan terus menerus, penguasaan mana patut dan adil untuk diberikan hak milik atau diberikan hak prioritas untuk memohon hak atas tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Juncto Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah”;
    5. Putusan Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022  dianggap jauh mencerminkan keadilan terhadap warga Dago Elos, putusan tersebut memerintahkan siapa saja yang memperoleh hak dari padanya untuk mengosongkan dan membongkar bangunan yang berdiri di atasnya serta menyerahkan tanah objek sengketa tanpa syarat apapun kepada PT Dago Inti Graha selaku Penggugat IV, bilamana perlu melalui upaya paksa dengan menggunakan bantuan alat keamanan negara;

    Melalui putusan ini segala sesuatu sertifikat-sertifikat maupun segala surat-surat beserta semua turunannya yang dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Pemerintah Kota Bandung, Kantor Pertanahan Kota Bandung yang menyangkut atau menyebutkan tanah-tanah yang berasal dari bekas hak barat Eigendom Vervondings No 3740, 3741 dan 3742 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum dan dinyatakan tidak sah.

    Hormat kami,

    Forum Warga Dago Melawan & LBH Bandung. Hidup rakyat!

    Panjang Umur Solidaritas! 

    BABAK BARU PERJUANGAN WARGA DAGO ELOS: SIDANG PERKARA PIDANA DIMULAI!

    Selasa, 30 Juli 2024 – Sidang perdana perkara pidana Dago Elos dimulai. Muller Bersaudara akhirnya dihadapkan di muka persidangan sebagai Terdakwa. Tak luput, warga Dago Elos pun turut menghadiri agenda persidangan dengan nomor perkara 601/Pid.B/2024/PN Bdg ini.

    Agenda persidangan diawali dengan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam surat dakwaannya, JPU menyampaikan empat dakwaan yang disusun dengan bentuk alternatif. Adapun JPU mendakwa Muller Bersaudara dengan Pasal 263 ayat (1), Pasal 263 ayat (2), Pasal 266 ayat (1), dan Pasal 266 ayat (2) jo Pasal 55 KUHP secara berurutan.

    Pokok-pokok tindak pidana yang didakwakan kepada Muller Bersaudara ialah tindak pidana pemalsuan surat atau memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik. Surat atau akta yang dimaksud yakni berupa blanko Akta Kelahiran Muller Bersaudara yang dijadikan sebagai dasar untuk menggugat warga Dago Elos. 

    Dalam dakwaannya, JPU pun mengamini bahwa akta-akta tersebut dipalsukan oleh Muller Bersaudara dengan cara mereplikasinya.

    Menanggapi dakwaan JPU, Muller Bersaudara yang diwakili kuasa hukumnya hendak mengajukan eksepsi. Persidangan dilanjutkan pada Selasa, 6 Agustus 2024 dengan agenda penyampaian eksepsi tersebut 

    Berbarengan, perkara pra peradilan yang mempersoalkan tidak sahnya penetapan tersangka Muller Bersaudara pun disidangkan hari ini, tepat setelah agenda persidangan pidana selesai. Persidangan pra peradilan berlangsung dengan mendengarkan jawaban dari Termohon yakni Polda Jabar selaku penyidik.

    Namun, dikarenakan perkara Muller Bersaudara telah dilimpahkan kepada pengadilan, maka berdasarkan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, perkara pra peradilan ini menjadi gugur. Dengan demikian, hakim pun langsung memutus bahwa perkara pra peradilan ini demi hukum dinyatakan gugur.


    #DagoMelawan #LawanSetanTanah

  5. Warga Dago Elos Berhak Atas Tanahnya

    Senin, 23 September 2024 – Persidangan perkara pidana Muller Bersaudara telah memasuki tahapan akhir pembuktian dari jaksa penuntut umum (JPU). Dalam agenda ini, diajukan satu saksi terakhir dan tiga orang ahli oleh JPU. Adapun saksi tersebut adalah Tri Nurseptari, Notaris/PPAT yang berperan penting dalam perkara Dago Elos.

    Sebagai saksi terakhir, Tri Nurseptari memberikan keterangan seputar keterlibatannya dalam peralihan eigendom verponding dari Muller Bersaudara ke PT Dago Inti Graha (PT DIG). Khususnya, Tri Nurseptari berperan sebagai Notaris/PPAT yang membuat akta pengoperan hak yang disertai nominal 300 juta rupiah guna “melegalisasi” peralihan hak tersebut.

    Terdapat Dua Akta Pengoperan yang Berbeda

    Fakta persidangan mengungkap bahwa terdapat dua akta pengoperan yang berbeda. Tri Nurseptari mengaku baru melihat ada akta lain, yakni akta yang tidak mencantumkan nominal 300 juta rupiah dalam pengoperan. Ia mengaku, akta yang ia buat adalah akta yang mencantumkan nilai 300 juta rupiah. Ternyata, akta yang berbeda tersebut JPU dapatkan dari Orie Chandra, saksi sebelumnya yang merupakan mantan direktur PT DIG.

    Membantah keberadaan akta pengoperan sebagai dasar peralihan eigendom verponding, Dr. Yani Pujiwati, S.H., M.H. selaku ahli hukum agraria dari Universitas Padjadjaran, memberikan keterangan bahwa akta pengoperan tidak dikenal sebagai akta yang menjadi produk Notaris/PPAT. Artinya, akta pengoperan hak yang dibuat oleh Notaris Tri Nurseptari merupakan akta yang tidak jelas keberlakuannya.

    Eigendom Sudah Tidak Berlaku Lagi / Klaim Kepemilikan Eigendom Muller Bersaudara tidak Berdasar

    Berkaitan dengan eigendom verponding, Notaris Tri Nurseptari bersaksi bahwa dalam praktiknya, tanah bekas hak barat masih bisa diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Keterangan tersebut terbantahkan oleh Ahli Dr. Yani Pujiwati, yang tegas menyatakan bahwa dengan lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), tanah-tanah bekas hak barat sudah tidak berlaku lagi, termasuk eigendom

    Eigendom itu sudah hilang haknya, sudah diberi waktu konversi 20 tahun sebagai kebijakan dari pemerintah. Ketika tidak diajukan maka jadi tanah negara.

    Faktanya, hingga tenggat 24 September 1980, eigendom yang diakui milik Muller Bersaudara pun tidak pernah dilakukan konversi. Maka, status tanah Dago Elos sudah menjadi tanah yang dikuasai negara.

    Terlebih, dalam fakta persidangan terungkap, arsip milik BPN Kota Bandung hanya mencatat bahwa eigendom verponding tersebut terakhir dimiliki oleh NV Simongan, bukan George Hendrik Muller–orang yang diklaim sebagai kakek dari Muller Bersaudara. 

    Ahli Dr. Yani Pujiwati menyatakan, salinan eigendom yang ada di BPN harus sama dengan yang ada di pemegang hak. Jika tidak sama, maka perlu dipertanyakan. Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Bandung yang juga dihadirkan, Prof. Nandang Sambas, memperkuat dalil tersebut. 

    “Sepanjang yang memberikan pernyataannya itu mewakili negara, lembaga/institusi yang secara undang-undang diberikan kewenangan untuk itu, patut diakui kebenarannya, kecuali ada yang bisa membuktikan bahwa itu memang tidak benar,” ujar Prof Nandang.

    Praktik Peralihan Tanah Negara

    Ahli Dr. Yani Pujiwati menyatakan, eigendom bukanlah objek yang dapat dialihkan. 

    “Yang bisa dialihkan itu hanya hak-hak yang ada dalam UUPA. Tidak ada peralihan hak eigendom, karena bukan lagi objek tanah Indonesia. Jadi tidak bisa dialihkan.”

    Dengan demikian, telah terjadi peralihan tanah negara secara ilegal dari Muller Bersaudara pada PT DIG yang disahkan oleh Notaris Tri Nurseptari.

    Warga Dago Elos adalah Pihak yang Diprioritaskan Memperoleh Hak atas Tanah

    Dengan berlakunya Asas Nasionalitas dalam UUPA, Ahli menegaskan bahwa hanya WNI yang berhubungan sepenuhnya dengan tanah. Terlebih, Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 menyatakan, tanah yang berasal dari HGB atau hak pakai asal konversi hak Barat yang telah menjadi perkampungan atau diduduki rakyat, diberikan prioritas pada rakyat yang mendudukinya dengan memenuhi persyaratan.

    Artinya, warga Dago Elos adalah pihak yang diprioritaskan untuk mendapatkan hak atas tanah, bukan Muller Bersaudara ataupun PT DIG dengan dasar eigendom yang belum jelas keasliannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Isi

Domein verklaring

Analisa Modus Mafia Tanah Saling Gugat