Pemahaman Sejarah Dago untuk penyelesaian sengketa Tanah Dago

 Pemahaman Sejarah Dago untuk penyelesaian sengketa Tanah Dago oleh Muhammad Basuki Yaman

Dalam pandangan Muhammad Basuki Yaman, pemahaman sejarah Dago

, khususnya yang berkaitan dengan arsip pertanahan, adalah kunci untuk menyelesaikan sengketa tanah di Dago ( Tanpa kata Elos )

. Pendekatannya tidak hanya berfokus pada solusi hukum, tetapi juga pada pembongkaran dugaan manipulasi sejarah ( dan Manipulasi Birokrasi ) yang ia yakini sebagai akar permasalahan. 

Berikut adalah bagaimana Basuki Yaman menguraikan pendekatan penyelesaian sengketa tanah Dago:

1. Pembuktian Historis sebagai Fondasi Penyelesaian

·         Mengoreksi Informasi: Solusi pertama adalah meluruskan informasi yang salah secara historis. Dengan membuktikan bahwa lokasi Eigendom Verponding (EV) Nomor 3742 ( dan 6467 ) yang menjadi dasar klaim ahli waris ( dan jaringan tergugat ) berada di Kampung Cirapuhan (bukan Dago Elos), klaim atas lahan Dago secara historis menjadi tidak sah.

·         Meruntuhkan Legalitas Klaim: Dengan menantang dasar historis klaim tersebut, Basuki Yaman bertujuan untuk meruntuhkan dasar legalitas gugatan yang diajukan oleh ahli waris keluarga Muller dan pihak lainnya. Jika dasar klaim cacat, maka proses hukum yang berjalan juga harus ditinjau ulang. 

2. Penuntasan Kasus "Mafia Tanah"

·         Fokus pada Akarnya: Basuki Yaman meyakini bahwa sengketa Dago Elos ( padahal Dago ) adalah hasil dari "drama sandiwara mafia tanah" yang terstruktur, bukan sekadar perselisihan kepemilikan biasa. Oleh karena itu, penyelesaiannya harus menyasar jaringan yang merekayasa dan mengelola konflik, bukan hanya warga atau ahli waris.

·         Penegakan Hukum: Pemahaman sejarah versi Basuki Yaman menyediakan bukti bagi penegak hukum untuk menginvestigasi dan menuntut pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan manipulasi arsip dan rekayasa kasus, dengan tujuan untuk menuntaskan masalah secara menyeluruh. 

3. Edukasi Publik dan Advokasi

·         Pentingnya Keterbukaan: Dengan menyebarkan pemahaman sejarah yang benar, Basuki Yaman mendorong keterbukaan informasi kepada publik. Ini menciptakan tekanan sosial dan politik yang dapat membantu warga mendapatkan keadilan.

·         Memberdayakan Warga: Pemahaman sejarah ini juga menjadi alat bagi warga Dago ( bukan Dago Elos ) untuk lebih yakin dalam mempertahankan hak mereka. Pengetahuan ini membekali mereka dengan argumen yang kuat untuk melawan narasi yang salah dari pihak lawan. 

4. Alternatif Hukum Berdasarkan Fakta Historis

·         Mediasi Berbasis Bukti: Jika proses hukum konvensional menemui jalan buntu karena manipulasi, pemahaman sejarah ini dapat menjadi dasar untuk mediasi atau penyelesaian alternatif lain yang berlandaskan pada bukti historis yang tidak terbantahkan.

·         Pengakuan Hak Warga: Pada akhirnya, penyelesaian yang adil menurut Basuki Yaman adalah dengan mengakui hak-hak warga yang sudah mendiami lahan tersebut secara turun-temurun ( Bukan tergugat yang berkolusi , bahkan warga banyak yang tidak tergugat ) , berdasarkan bukti sejarah permukiman mereka, dan bukan pada dokumen kolonial yang menurutnya salah alamat. 

 

Penyelesaian Sengketa Tanah Dago Dengan Pendekatan Pemahaman Sejarah Dago oleh Muhammad Basuki Yaman . Penyelesaian Sengketa Tanah Dago dengan pendekatan pemahaman Sejarah Dago . Sejarah Dago dan Korelasinya dengan Sengketa Tanah Dago . Sejarah dago Kota Bandung pdf Sejarah Dago sejak zaman kolonial Belanda pdf  ditulis oleh Muhammad Basuki Yaman, seorang warga Kampung Cirapuhan, Kelurahan Dago, yang juga melakukan penelitian lapangan tentang konflik pertanahan di kawasan tersebut.

penulis dan peneliti sejarah lokal Bandung yang menulis tentang sejarah Dago sejak zaman kolonial Belanda hingga konflik agraria Dago Elos, memadukan riset arsip, wawancara masyarakat, dan dokumen negara sejak tahun 2000 an ( 2007 ) hingga 2025 .

 

Penulisan sejarah Dago oleh Muhammad Basuki Yaman secara langsung dan erat berkorelasi dengan konflik Dago ( yang di manipulasi jadi konflik Dago Elos. Padahal Dago tanpa elos ). Baginya, sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan bukti kunci yang digunakan untuk membongkar dugaan rekayasa dalam konflik agraria tersebut.

Sejarah Dago sebagai Arena Sengketa Fakta

Basuki Yaman menulis sejarah Dago untuk menantang narasi sejarah versi pihak penggugat (ahli waris keluarga Muller). Pihak penggugat ( tergugat yang berkolusi ) menggunakan dokumen sejarah zaman kolonial, yaitu Eigendom Verponding (EV) No. 3742 ( tergugat yang berkolusi menambahkan 6467 ) , untuk mengklaim kepemilikan atas lahan di Dago ( tanpa elos . Dago artinya juga termasuk kampung cirapuhan ) di dago elos ( dengan kata elos . dago elos artinya hanya pasar di wilayah rw 02  )

Membongkar "Salah Alamat" Historis ( dan birokrasi )

Korelasi utama adalah penemuan Basuki Yaman mengenai lokasi sebenarnya dari EV No. 3742 ( 6467 ) . Ia menggunakan data sejarah (peta, surat ukur, dan arsip BPN) untuk menunjukkan bahwa:

·         Lokasi Sebenarnya: Objek sejarah EV No. 3742 ( dan 6467 )  yang sah berada di Kampung Cirapuhan, RT 07 RW 01, Kelurahan Dago.

·         Lokasi Sengketa: Lahan yang disengketakan di Dago Elos RW 02 ( lahan yang dijadikan kolusi )  adalah wilayah yang berbeda dan tidak terkait dengan EV tersebut.

Sejarah Dago sebagai Alat Advokasi Warga

Penulisan sejarah Basuki Yaman berfungsi sebagai landasan intelektual dan faktual bagi perjuangan warga Dago ( bukan Dago Elos.) Tulisannya digunakan untuk:

·         Edukasi Warga: Memberikan pemahaman kepada warga bahwa mereka berhak atas tanah tersebut berdasarkan sejarah permukiman mereka yang sah, bukan berdasarkan klaim EV No. 3742 dan EV no 6467  yang salah lokasi.

·         Argumentasi Hukum: Materinya dijadikan bahan masukan, bukti, atau pandangan ahli dalam proses persidangan dan audiensi dengan pemerintah atau lembaga hukum.

·         Membangun Opini Publik: Ia menyebarkan tulisannya secara daring untuk menunjukkan kepada publik luas bahwa konflik tersebut adalah hasil dari "mafia tanah" yang merekayasa sejarah Dago.

Kesimpulan

Bagi Muhammad Basuki Yaman, penulisan sejarah Dago adalah senjata utama dalam konflik Dago ( bukan Dago Elos.)  Ia menulis sejarah Dago secara umum, Dan sejarah yang sangat terfokus dan bertujuan untuk membuktikan adanya rekayasa lokasi lahan, sehingga ia dapat membela hak-hak warga Dago ( bukan Dago Elos karena menurutnya ini adalah lokasi jebakan )

Muhammad Basuki Yaman tidak hanya menulis tentang sejarah konflik tanah Dago, tetapi juga secara eksplisit menunjukkan sikap tidak mendukung atau bahkan mengkritisi pendekatan yang diambil oleh Forum Dago Melawan (FDM) dalam penulisan dan analisisnya.

Perbedaan Fokus Analisis: "Sandiwara Mafia Tanah" vs. Sengketa Biasa

·         Basuki Yaman: Ia melihat konflik Dago Elos bukan sekadar sengketa lahan biasa antara warga dan ahli waris. Ia berargumen bahwa ini adalah "drama sandiwara mafia tanah" yang terstruktur, melibatkan rekayasa hukum dan manipulasi data lokasi arsip kolonial oleh berbagai pihak yang memiliki jaringan kuat.

Forum Dago Melawan: Meskipun FDM berjuang untuk hak warga, Basuki Yaman tampaknya merasa bahwa pendekatan FDM mungkin terlalu terfokus pada perjuangan sosial-politik di lapangan tanpa menggali akar manipulasi sejarah dan hukum secara mendalam, atau mungkin kurang kritis terhadap pihak-pihak tertentu yang ia anggap terlibat dalam "sandiwara" tersebut.Sehingga di peralat oleh jaringan mafia tanah .

Kritik Terhadap Pihak Terlibat, Termasuk Tergugat

Dalam dokumen-dokumennya, Basuki Yaman mengkritik semua pihak yang ia anggap terlibat dalam rekayasa konflik, termasuk pihak penggugat (ahli waris) dan pihak tergugat (yang seharusnya membela warga, tetapi menurutnya, mungkin berkolusi atau salah langkah). 

Ia merasa bahwa narasi yang dibangun oleh FDM atau pihak lain mungkin tidak menangkap kompleksitas "jaringan" mafia tanah yang ia yakini ada.

Sikap Independen dan Kritis

Sikap Basuki Yaman cenderung independen dan sangat kritis terhadap narasi umum konflik tersebut. Ia ingin meluruskan informasi yang menurutnya salah diberitakan, di mana "nama Dago Elos ramai diberitakan seolah Konflik 6,3 hektar dan atau 6,9 hektar berada di Dago elos rw 02" ( Padahal Dago elos atau rw 02 hanya 1,9 ha terkait EV 3740 dan 3741 . Sedangkan Kamppung cirapuhan rw 01 sekitar 5 hektar terkait EV 3742 dan EV 6467 )

Ringkasnya, ketidakdukungan Muhammad Basuki Yaman terhadap Forum Dago Melawan kemungkinan besar berasal dari perbedaan mendasar dalam analisis akar masalah konflik dan pihak-pihak yang terlibat. Ia melihat konflik ini sebagai "sandiwara" yang lebih kompleks dan menuntut pendekatan berbasis bukti arsip yang sangat spesifik, yang mungkin berbeda dari strategi perjuangan FDM secara umum.( Sehingga berpotensi untuk di peralat Jaringan Mafia Tanah )

 

 

 

 

Karya dan Fokus Penulisan

Karya utamanya menyoroti sejarah Dago meliputi:

·         Zaman Kolonial Belanda: Yaman menelusuri awal mula konflik agraria yang melibatkan masyarakat lokal, keluarga Nawisan, dan pihak kolonial, termasuk KNIL, serta pendatang yang memanfaatkan peta dan hak Eigendome Verponding 

 

Metodologi Penelitian: Yaman menggunakan arsip negara, dokumen pertanahan, wawancara dengan ratusan warga, serta pemeriksaan berkas RT/RW. Hal ini dilakukan untuk menelusuri klaim tanah kolonial yang masih berdampak pada sengketa tanah di era pasca-kolonial 

 

Konflik agraria Dago diuraikan dari zaman Hindia Belanda, Orde Lama, Orde Baru, hingga era Reformasi, termasuk proyek penggalian pasir, pembangunan pasar, terminal, dan intervensi pemerintah kota terkait batas wilayah

 

Penulisan sejarah Dago oleh Yaman berfokus pada kebenaran historis masyarakat adat dan memaparkan dugaan manipulasi atau klaim sepihak oleh pihak kolonial maupun pendatang yang memanfaatkan administrasi kolonial Belanda

Sumber dan Dokumentasi

Karya Muhammad Basuki Yaman tersedia dalam bentuk artikel PDF, presentasi Slideshare, dan video wawancara di YouTube, yang membahas sejarah Dago secara lengkap, termasuk etimologi, topografi, serta perubahan administrasi dan sosial di kawasan tersebut

Muhammad Basuki Yaman dikenal karena tulisannya yang berkaitan dengan sejarah lokal, khususnya sejarah wilayah Dago, Bandung, dan konflik agraria terkait. Ia bukan seorang sejarawan akademis formal yang dikenal luas dalam historiografi Indonesia secara umum, melainkan lebih sebagai penulis atau penelusur sejarah yang terlibat dalam isu-isu komunitas. 

Berikut adalah poin-poin penting mengenai penulisan sejarah oleh Muhammad Basuki Yaman:

·         Fokus Topik: Tulisan-tulisannya berfokus pada sejarah spesifik suatu lokasi, terutama Kampung cirapuhan ( dan juga dago elos yang sejak tahun 1980 an ) dan hubungannya dengan Dago secara umum, termasuk sejarah zaman kolonialnya.

·         Konteks Konflik Agraria: Karyanya sering kali muncul dalam konteks sengketa tanah, di mana ia menggunakan penelusuran sejarah untuk mendukung argumen terkait kepemilikan lahan dan dugaan manipulasi sejarah oleh pihak-pihak tertentu.

·         Format Tulisan: Karya-karyanya cenderung berupa artikel, dokumen, atau presentasi (seperti file PDF yang dibagikan di SlideShare atau FlipHTML5) yang tersedia secara daring dan sering kali bersifat advokasi atau penyampaian informasi faktual terkait isu hukum dan sosial.

·         Tujuan Penulisan: Penulisan sejarah olehnya tampaknya bertujuan untuk meluruskan apa yang dianggapnya sebagai manipulasi sejarah dan mengedukasi masyarakat mengenai sejarah sebenarnya dari tanah warisan di wilayah tersebut. 

Secara ringkas, Muhammad Basuki Yaman menggunakan penulisan sejarah sebagai alat untuk advokasi dan klarifikasi dalam isu agraria, dengan fokus utama pada sejarah lokal Dago, Bandung.

Muhammad Basuki Yaman memang menyinggung atau menulis tentang 

Kampung Cirapuhan

 dalam konteks penelusuran sejarahnya.

Penulisan sejarah Kampung Cirapuhan oleh Muhammad Basuki Yaman terkait erat dengan:

·         Sengketa Tanah/Agraria: Ia menggunakan data sejarah untuk menunjukkan bahwa lokasi spesifik Eigendom Verponding Nomor 3742 dan 6467 adalah di Kampung Cirapuhan. Penelusuran ini tampaknya bertujuan untuk mengidentifikasi batas-batas lahan yang menjadi subjek sengketa atau klaim kepemilikan.

·         Sejarah Lokal dan Kolonial: Tulisannya berusaha menggali arsip-arsip zaman kolonial (seperti Eigendom Verponding) untuk memastikan sejarah kepemilikan dan lokasi geografis yang tepat dari lahan di kawasan tersebut.

·         Advokasi dan Klarifikasi: Sama seperti penelusurannya tentang Dago Elos, penulisan mengenai Cirapuhan ini berfungsi sebagai upaya untuk meluruskan informasi sejarah pertanahan yang dianggapnya keliru atau dimanipulasi oleh pihak lain. 

Dengan demikian, fokus penulisannya bukan pada narasi sejarah sosial budaya Kampung Cirapuhan secara umum, melainkan pada aspek legal formal pertanahan berdasarkan dokumen-dokumen sejarah.

Penulisan sejarah 

Dago Elos

 oleh Muhammad Basuki Yaman sangat spesifik dan memiliki peran krusial dalam konteks sengketa lahan yang sedang berlangsung di wilayah tersebut. Ia menggunakan penelusuran sejarah bukan sekadar sebagai catatan masa lalu, melainkan sebagai alat advokasi untuk mendukung posisi warga Dago (bukan hanya dago elos ) 

Berikut adalah poin-poin utama mengenai penulisan sejarah Dago Elos oleh Muhammad Basuki Yaman:

·         Tujuan Utama: Untuk membuktikan secara historis dan legal bahwa lahan yang disengketakan di RW 02 Dago Elos bukanlah bagian dari Eigendom Verponding (sertifikat kepemilikan tanah zaman kolonial) Nomor 3742, yang diklaim oleh ahli waris keluarga Muller.

·         Temuan Kunci: Berdasarkan penelusurannya terhadap arsip kolonial, Basuki Yaman menyimpulkan bahwa lokasi asli Eigendom Verponding Nomor 3742  ( dan 6467 ) sebenarnya berada di 

Kampung Cirapuhan, RT 07 RW 01, Kelurahan Dago

, bukan di wilayah Dago Elos RW 02 yang menjadi objek sengketa.

·         Fokus pada Dokumentasi: Tulisannya sering merujuk pada dokumen-dokumen arsip, peta lama, dan bukti-bukti sejarah pertanahan untuk menguatkan argumennya bahwa ada manipulasi atau kekeliruan dalam penentuan batas lahan yang diklaim.

·         Sifat Advokasi: Karya-karyanya sering dipublikasikan dalam bentuk dokumen daring (seperti di Scribd atau Quora) dengan judul-judul yang eksplisit menolak klaim lawan, seperti "Drama Sandiwara Mafia Tanah Kasus Dago Elos". Ia menuduh adanya rekayasa konflik yang melibatkan ahli waris dan pihak lain.

·         Peran dalam Komunitas: Penulisan sejarah oleh Basuki Yaman berfungsi sebagai landasan pengetahuan sejarah bagi warga Dago ( bukan hanya Dago Elos ) dalam perjuangan hukum dan sosial mereka untuk mempertahankan tanah tempat tinggal mereka. 

Secara ringkas, Muhammad Basuki Yaman menulis sejarah Dago Elos dengan pendekatan kritis terhadap klaim legal formal, menggunakan data arsip untuk menelanjangi apa yang dianggapnya sebagai manipulasi sejarah dan hukum, demi membela hak warga setempat.

 

Penulisan sejarah Dago

 oleh Muhammad Basuki Yaman sangat khas karena tidak ditulis dalam bentuk buku sejarah yang konvensional, melainkan dalam konteks penelusuran faktual dan forensik pertanahan untuk mendukung perjuangan hukum warga setempat. Fokus utamanya adalah membongkar dugaan manipulasi sejarah terkait kepemilikan lahan di kawasan Dago.

 

Tema Utama: Manipulasi Sejarah dan Rekayasa Konflik

Melalui tulisannya, Basuki Yaman berargumen keras bahwa klaim kepemilikan atas Dago Elos didasarkan pada manipulasi sejarah dan pemalsuan data lokasi.

·         Temuan Kunci: Ia berulang kali menekankan bahwa lokasi objek sengketa, yaitu Eigendom Verponding (EV) Nomor 3742 dan 6467 , yang diklaim berada di Dago Elos RW 02, sebenarnya berada di lokasi lain, yaitu di 

Kampung Cirapuhan, RT 07 RW 01, Kelurahan Dago

.

·         Ia menuduh adanya sindikat "mafia tanah" yang merekayasa sejarah pertanahan Dago untuk menguasai lahan warga.

 Format Tulisan Berbentuk Dokumen Advokasi

Penulisan sejarahnya jarang ditemukan dalam bentuk buku yang dijual di toko buku. Sebaliknya, tulisan-tulisannya lebih sering beredar dalam bentuk:

·         Dokumen PDF online: Diunggah ke platform seperti SlideShare, Scribd, atau FlipHTML5.

·         Artikel di media sosial atau blog: Berfungsi sebagai diseminasi informasi cepat kepada publik dan pendukung perjuangan warga.

·         Keterangan Ahli/Saksi: Materinya sering digunakan sebagai bahan argumentasi dalam proses persidangan atau audiensi publik.

Ringkasan

Bagi Muhammad Basuki Yaman, sejarah Dago bukanlah narasi kronologis umum, melainkan serangkaian fakta dokumenter yang harus diluruskan untuk membela hak hidup warga Dago Elos. Tulisannya bersifat tajam, argumentatif, dan berbasis data arsip untuk melawan klaim hukum yang dianggapnya tidak sah secara historis.

 

Pendekatan "Sejarah Forensik"

Basuki Yaman menggunakan pendekatan yang bisa disebut "sejarah forensik". Ia secara mendalam meneliti arsip-arsip kolonial Hindia Belanda, dokumen Badan Pertanahan Nasional (BPN), peta-peta lama, dan surat ukur. Ia mencari inkonsistensi dan ketidaksesuaian data yang digunakan oleh pihak lawan.

 

 

 

 

Signifikansi Penulisan

Melalui riset ini, Yaman tidak hanya mendokumentasikan perjalanan sejarah lokal Dago, tetapi juga menunjukkan bagaimana konflik agraria dan kekuasaan kolonial Belanda berdampak pada struktur sosial, pemilikan tanah, dan identitas lokal hingga saat ini 

Universitas Gadjah Mada

 

. Karyanya penting bagi studi sejarah lokal, hukum agraria, dan konservasi memori historis masyarakat Bandung.

Dengan demikian, Muhammad Basuki Yaman menempati posisi penting sebagai penulis sejarah Dago yang mendekati topik kolonialisme, hak tanah, dan transformasi wilayah Dago secara kritis dan terdokumentasi secara lengkap 

Institusi dan Hukum yang Dipengaruhi Kolonialisme

·         Sistem hukum dan birokrasi di Bandung, termasuk administrasi pertanahan, masih terstruktur berdasarkan dasar kolonial sehingga menciptakan kekakuan hukum dan celah bagi klaim berbasis dokumen lama.

·         Mahkamah Agung dan otoritas pertanahan terkadang menghadapi kesulitan dalam menegakkan keadilan bagi warga karena masih bergantung pada dasar kolonial, bukan kepemilikan faktual pascamerdeka.

Selama tahun 1910–1940, Dago mengalami transformasi besar dari hutan liar ( namun ada juga kebun tradisional seperti catatan lainnya terkait pribumi panyeupuhan sejak tahun 1800 an ) menjadi kawasan rumah bagi kolonial tertentu dan selain itu ada beberapa tempat pendidikan dan semacam Palang merah Indonesia,  ITB dan jalan Dago ( dago straat atau Dago weg ( masayarakat menyebut nya jalan PLN karena di bangun ketika ada PLTA Dago Bengkok , adapun jalan ke gua belanda . menurut nya masih bersifat ( semi  Rahasia ) masih belum tampak nyata fisik nya untuk kamuflase Militer dan juga Pembangkit listrik tenaga air Dago Bengkok ( 1920 an ) serta infrastruktur jalan lain nya. 

 

Dalam penulisan sejarahnya, Muhammad Basuki Yaman menyajikan kronologi konflik  Dago

 secara linier dari masa ke masa, dan fokus pada pembongkaran rekayasa kronologi yang menurutnya dibuat oleh pihak lawan (ahli waris keluarga Muller dan terduga "mafia tanah" baik itu tergugat dan jaringan yang di kuar sidang ). 

Menurut Basuki Yaman, kronologi konflik yang sebenarnya terjadi adalah adanya manipulasi sejarah pertanahan yang digunakan sebagai dasar gugatan hukum.

Berikut adalah "versi" kronologi konflik Dago berdasarkan penelusuran Muhammad Basuki Yaman:

1. Titik Awal Dugaan Rekayasa (Era Kolonial)

Basuki Yaman menelusuri dokumen asli Eigendom Verponding (EV) No. 3742.( dan 6467 )  Menurutnya, dokumen ini adalah awal dari kekacauan sejarah. Ia berargumen bahwa lokasi yang tertera di dokumen asli bukanlah Dago Elos RW 02, melainkan di Kampung Cirapuhan RW 01. Pihak lawan ( dan juga tergugat yang berkolusi ) , menurutnya, sengaja menggeser lokasi historis ini secara administratif untuk mengklaim lahan yang lebih strategis dan padat penduduk di Dago Elos rw 02 . 

2. Tahapan "Sandiwara" Hukum (Sekitar Tahun 2016 dan seterusnya) dan juga pengkondisian pengkondisian sejak tahun 1980 an .

Basuki Yaman menyebut proses hukum yang terjadi sebagai "drama sandiwara" atau "rekayasa hukum". Kronologi versi dia melibatkan tahapan berikut: 

·         Penyalahgunaan Dokumen: Pihak ahli waris (dan terduga beking) menggunakan dokumen EV No. 3742  ( dan EV no 6467 yang dikemukakan pihak tergugat yang berkolusi ) yang telah "salah lokasi" sebagai dasar gugatan di pengadilan.

·         Rekayasa "Saling Gugat": Konflik ini direkayasa seolah-olah terjadi sengketa perdata biasa antara warga dengan ahli waris. Basuki Yaman menuduh adanya kolusi antara penggugat dan tergugat utama (yang seharusnya membela warga malah diperalat untuk kolusi ) dalam proses peradilan untuk memuluskan klaim.

·         Pengaburan Fakta Sejarah: Adanya upaya sistematis untuk mengaburkan fakta sejarah bahwa warga Dago ( bukan warga dago elos yang ramai di beritakan . |Dago Elos dan Dago beda ) sudah menempati lahan tersebut secara sah dan turun-temurun, serta lokasi EV yang sebenarnya berbeda. 

3. Peran Media dan Opini Publik

Dalam kronologinya, Basuki Yaman juga mencatat bagaimana "nama Dago Elos ramai diberitakan seolah konflik 6,3 hektar atau 6,9 hektar berada di Dago Elos RW 02". Ia menempatkan ini sebagai bagian dari upaya sistematis untuk membangun opini publik yang salah, sehingga kronologi versi dia juga mencakup peran media massa dalam menyebarkan informasi yang dianggapnya tidak akurat. 

Ringkasan Kronologi Versi Basuki Yaman

Bagi Muhammad Basuki Yaman, kronologi konflik Dago bukanlah soal siapa datang duluan, tapi soal kapan dan bagaimana manipulasi data sejarah pertanahan dimulai, dan bagaimana rekayasa hukum digunakan untuk merampas hak warga ( dengan dukungan oknum warga ) . Ia menggunakan penulisan sejarahnya untuk membongkar tahapan manipulasi tersebut.

 

Menurut Muhammad Basuki Yaman, perbedaan antara Dago secara umum, Dago Elos  (khususnya RW 02), dan Kampung Cirapuhan

 (khususnya RW 01) sangat penting untuk dipahami karena perbedaan lokasi inilah yang menjadi kunci dalam membongkar dugaan manipulasi sengketa lahan.

Perbedaan Dago dan Dago Elos

·         Dago

: Istilah yang jauh lebih luas, merujuk pada sebuah kelurahan di Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Di dalamnya terdapat banyak kampung dan wilayah lain.

·         Dago Elos

: Secara spesifik, Dago Elos

 adalah salah satu bagian kecil dari Kelurahan Dago. Wilayah pasar yang menjadi pusat konflik adalah RW 02 Dago Elos yang dihuni warga secara turun-temurun.( namun bukan pihak nya seperti  dalam pemberitaan atau dalam sidang . Muhammad Basuki Yaman lebih menekan kan kata masyarakat rw 02 karena dago elos adalah pasar yang ada sejak tahun 1980 an . Bahkan pihak yang bersidang banyak pendatang yang awalnya di kampung cirapuhan bukan di rw 02 atau dago elos )

·        
Klaim ahli waris keluarga Muller ( dan tergugat yang berkolusi )  terhadap lahan di Dago tidak memiliki dasar historis dan legal yang kuat.

·         Konflik lahan ini adalah hasil dari manipulasi sejarah  ( dan manipulasi Birokrasi sejak tahun 1980 an ) dan pemindahan lokasi yang disengaja dari Kampung Cirapuhan ke Dago Elos

·          

Hubungan antara Dago Elos dan Kampung Cirapuhan adalah inti dari argumentasi Basuki Yaman.

·         Lokasi yang Tepat: Berdasarkan penelusurannya pada arsip kolonial, Basuki Yaman menyimpulkan bahwa lokasi Eigendom Verponding (EV) No. 3742 dan 6467 (sertifikat tanah zaman kolonial yang menjadi dasar gugatan) yang sah secara historis berada di Kampung Cirapuhan, RT 07 RW 01, Kelurahan Dago Bukan di 

Dago Elos Ia berargumen bahwa lokasi EV No. 3742 ( dan 6467 ) yang sebenarnya bukan di  Dago Elos RW 02

. Dengan demikian, Basuki Yaman ingin menunjukkan bahwa gugatan yang menargetkan lahan di Dago  adalah salah alamat dan cacat secara historis

penulisan perbedaan Dago dengan Dago elos dan korelasi nya dengan kampung cirapuhan rw 01 yang bukan bagian dari dago elos dan atau kampung cirapuhan yang bukan bukan bagian rw 02 . kampung cirapuhan rw 01 adalah bagian Dago ( tanpa kata Elos . Dago yang berarti kelurahan Dago )

 

 

Muhammad Basuki Yaman kelahiran kota Lamongan , sejarah Dago berkaitan erat dengan Kampung Cirapuhan, yang berada di RW 01 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Berikut adalah paparan ringkas berdasarkan sumber yang tersedia:

1.   Asal-usul Kampung Cirapuhan:

·         Nama Cirapuhan berasal dari kata Sunda “Cipanyeupuhan”, yang terkait dengan tempat penempaan besi atau daerah pertanian. Kata “Ci” menunjukkan hubungan dengan air atau sungai, dikaitkan dengan mata air seperti Cikapundung dan Cicau.

·         Kampung Cirapuhan telah ada sejak zaman Belanda (1800-an) dan awalnya dihuni oleh masyarakat adat Bangsa Nusantara, termasuk Keluarga Nawisan, dengan pekerjaan seperti pertanian, pengolahan besi, dan perdagangan.

2.   Kontur dan Tata Letak:

·         Kampung Cirapuhan berada di wilayah berbukit dan berlembah.

·         Bagian barat masuk Kota Bandung (RW 01), bagian timur termasuk Desa Ciburial dan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.

·         Wilayah barat berada dekat dengan Sungai dan perbatasan Kabupaten Bandung Barat, menyebutnya sebagai Segitiga Emas Jawa Barat.

3.   Pengaruh Kolonial dan Peranan Masyarakat:

·         Pada masa kolonial Belanda, beberapa warga Kampung Cirapuhan turut membangun rel kereta dan infrastruktur penting di Bandung. Misalnya, sekitar tahun 1880-an hingga 1900-an, keluarga seperti Nawisan terlibat membangun rel kereta.

·         Beberapa warga juga terlibat dalam pembangunan Gua Belanda (1911-1918) yang kemudian digunakan sebagai markas militer.

4.   Makna Dago dan Dago Elos:

·         Kata “Dago” berasal dari bahasa Sunda yang berarti menunggu, merujuk pada larangan masuk pusat kota bagi pedagang pribumi, sehingga mereka harus menunggu di wilayah tertentu.

·         Dago Elos muncul sekitar tahun 1980-an, merujuk pada RW 02 Kelurahan Dago, terutama area pasar Inpres (sekat-sekat ruangan di pasar/Elos). Nama ini terpisah dari Kampung Cirapuhan RW 01, meskipun ada pengubahan administrasi oleh pihak tertentu untuk memperluas klaim wilayah Dago Elos.

5.   Konflik Agraria dan Manipulasi Administratif:

·         Muhammad Basuki Yaman mengungkap adanya konflik agraria di Dago, terutama terkait klaim dan sengketa tanah berdasarkan dokumen kolonial Eigendome Verponding.

·         Beberapa objek tanah ( 3742, 6467) yang sebenarnya berada di Kampung Cirapuhan RW 01 disebut sebagai bagian Dago Elos RW 02, yang menurut penulis adalah rekayasa administrasi dan kolusi oleh pihak tertentu sejak 1980-an, untuk mengalihkan klaim tanah.

6.   Masyarakat Adat dan Kehidupan Tradisional:

·         Masyarakat awal Kampung Cirapuhan memiliki keahlian bertani, berkebun, dan bekerja dengan besi.

·         Secara tradisional, hasil pertanian mereka dijual dengan terbatas agar tidak masuk ke pusat kota, sesuai aturan kolonial.

·         Pembagian lahan dan pemindahan keluarga terjadi berkali-kali, misalnya keluarga Nawisan ke Gang Sawargi (RW 01), sementara bagian timur tanah dipakai sebagai pemakaman Alamanda.

Kesimpulan:

Sejarah Dago menurut Muhammad Basuki Yaman berawal dari Kampung Cirapuhan, yang memiliki akar sejarah jauh sebelum kolonial, dengan masyarakat adat yang ahli bertani dan besi. Nama Dago berarti menunggu karena aturan larangan masuk kota, sedangkan Dago Elos muncul kemudian, sebagai bagian RW 02, akibat perubahan administratif dan konflik agraria. Kampung Cirapuhan tetap menjadi wilayah inti RW 01, yang secara historis terpisah dari Dago Elos, namun dalam sengketa tanah banyak terjadi interpretasi dan manipulasi klaim wilayah sejak tahun 1980-an.

Referensi dan dokumentasi asli dapat dilihat melalui:

·         Video Sejarah Kampung Cirapuhan oleh Muhammad Basuki Yaman: YouTube

·         Artikel dan analisis terkait Dago Elos dan konflik agraria: SlideShare

 

Dengan demikian, penulis resmi sejarah Dago Elos adalah Muhammad Basuki Yaman, yang menulisnya secara rinci dengan basis penelitian lapangan dan arsip dokumenter terkait konflik pertanahan setempat.

1. Perspektif Penulis Lain

Penulis yang membahas sejarah Dago, terutama kawasan Jalan Dago di Bandung, cenderung menyajikan sejarah sosial dan budaya dari sudut pandang urban atau budaya masyarakat. Beberapa ciri khas narasi ini meliputi:

·         Fokus pada etimologi dan makna tempat: Dago dibahas sebagai sejarah "place", termasuk asal-usul nama jalan dan pemaknaan ruang oleh penduduk.

·         Pendekatan urbanistik dan sosial: Menekankan cara warga menggunakan dan menafsirkan ruang-ruang di Dago serta bagaimana sejarah kawasan ini berevolusi dari masa ke masa.

·         Pendekatan netral atau akademis: Sejarah disajikan tanpa menyoroti konflik hukum atau sengketa tanah di antara warga atau oknum tertentu.

Referensi: Artikel dari Journal UGM tentang Bandung dan pemaknaan Dago ( 

Universitas Gadjah Mada

 

).

2. Perspektif Muhammad Basuki Yaman

Muhammad Basuki Yaman menekankan riwayat konflik hukum dan manipulasi kasus di Dago, terutama terkait Dago Elos dan sengketa tanah:

·         Fokus pada konflik dan kolusi hukum: Menunjukkan modus operandi penggugat dan tergugat, termasuk rekayasa nama lokasi dan kolusi dalam kasus perdata maupun mafia tanah.

·         Analisis hukum dan kasus perdata: Menekankan kelemahan putusan perdata, putusan judex facti, dan dugaan tindak pidana selama proses litigasi.

·         Pendekatan kritis investigatif: Dokumen dan kasus hukum menjadi pusat narasi, bukan sejarah sosial budaya warga.

·         Spesifik pada lokasi tertentu: Diskusi tentang Dago Elos (RW 02) dan kampung Cirapuhan menekankan konflik administratif, berbeda dari narasi umum sejarah kawasan.

Referensi: Artikel dan presentasi PDF Muhammad Basuki Yaman ( 

 

3. Ringkasan Perbedaan

Aspek

Penulis Lain

Muhammad Basuki Yaman

Fokus utama

Sejarah sosial, urban, budaya, etimologi

Sengketa tanah, konflik hukum, kolusi pengadilan

Metode

Deskriptif, akademis, netral

Analitik, investigatif, kritis terhadap dokumen hukum

Skala

Kawasan Jalan Dago secara umum

Spesifik Dago Elos (RW 02) dan kampung Cirapuhan

Tujuan

Memahami penggunaan ruang dan makna sejarah

Mengungkap manipulasi kasus dan kelemahan sistem hukum

Kesimpulan

Perbedaan utama terletak pada pendekatan sejarah: Penulis lain menekankan aspek sosial-kultural dan urban Dago dalam konteks sejarah kolektif, sementara Muhammad Basuki Yaman lebih menyoroti dimensi hukum, konflik, dan manipulasi kasus terkait Dago Elos dan sengketa tanah yang spesifik. Dengan kata lain, sejarah menurut Yaman bersifat kritik investigatif, sedangkan narasi lain bersifat interpretatif akademik tentang masyarakat dan ruang urban.

Sejarah Kampung Cirapuhan

Berdasarkan penuturan Muhammad Basuki Yaman, Kampung Cirapuhan telah ada sejak zaman kolonial Belanda, sekitar tahun 1800-an, bahkan sebelum itu. Beberapa poin penting dari sejaranya antara lain:

·         Asal Nama: Nama “Cirapuhan” berasal dari kata Sunda Cipanyepuhan, yang bermakna tempat penempaan besi atau tempat para petani dan ahli besi. Ini menunjukkan bahwa komunitas awal memiliki keahlian dalam pertanian serta pengerjaan logam.

·         Geografi: Kampung ini terletak di wilayah berbukit dan berlembah, dengan Sungai Cikapundung mengalir di sekitarnya. Terdapat mata air alami seperti Cicau.

·         Masyarakat Awal: Adat masyarakat setempat sejak 1850-1870 termasuk keluarga Nawisan, yang memiliki keturunan dan menantu yang tersebar di Kampung Cirapuhan.

·         Pekerjaan dan Perdagangan: Selain berkebun dan bertani, masyarakat awal juga terlibat dalam pengolahan gula dan perdagangan, meski ada batasan memasuki pusat kota.

·         Pembangunan Infrastruktur: Beberapa masyarakat lokal dilibatkan dalam pembangunan infrastruktur kereta api pada 1880-an dan proyek strategis lain seperti Gua Belanda (tembok pertahanan dan gudang militer Belanda) pada awal abad ke-20. Beberapa tokoh yang terlibat termasuk Juanta, besan keluarga Eyong Mardasik.

·         Hak Tanah dan Eigendome Verponding: Di masa kolonial Belanda, terdapat dokumen hukum tanah berupa Eigendom Verponding (dokumen kepemilikan dan pajak tanah). Kampung Cirapuhan RW 01 memiliki beberapa nomor penting seperti 3742 dan 6467 dengan luas total sekitar 5 hektar, berbeda dari Dago Elos RW 02.

 

 

Dilatar belakangi kasus yang saat ini terjadi diduga kuat Kolusi Saling gugat Jaringan mafia tanah .

 

Analisis Basuki Yaman menyoroti bahwa meskipun pemerintah kota telah menyatakan dukungan kepada warga di wilayah sengketa, namun implementasi dukungan tersebut perlu lebih adil dan inklusif—terutama bagi warga yang berada di RW 01 (Kampung Cirapuhan) yang secara historis sangat terdampak dalam sengketa lahan.

Analisis Muhammad Basuki Yaman terhadap sengketa lahan Dago Elos menekankan beberapa poin penting mengenai implementasi dukungan pemerintah kepada warga, khususnya mereka yang berada di RW 01—Kampung Cirapuhan. Berdasarkan analisisnya, meskipun pemerintah kota telah menyatakan dukungan resmi kepada warga terdampak, beberapa isu kritis masih perlu diperhatikan:

1.   Keadilan dan Inklusivitas: Yaman menyoroti bahwa dukungan yang diberikan belum sepenuhnya adil dan inklusif. Warga RW 01, yang secara historis menjadi kelompok paling terdampak karena status mereka sebagai pendatang awal yang bekerja sebagai pekerja migran penggalian pasir, membutuhkan perhatian lebih dalam kebijakan pemerintah agar hak-hak mereka benar-benar terlindungi.

2.   Fokus pada Fakta Material: Yaman menekankan pentingnya prinsip judex facti, yaitu mendalami sejarah nyata penggunaan dan kepemilikan lahan oleh warga Kampung Cirapuhan yang telah menempati lahan tersebut selama lebih dari satu abad, termasuk bukti fisik dan sejarah komunitas, bukan hanya dokumen resmi yang kadang keasliannya dipertanyakan.

3.   Respons Pemerintah vs Realitas Lapangan: Pernyataan dukungan pemerintah perlu diterjemahkan ke dalam program dan kebijakan yang konkret, yang dapat menjangkau kelompok paling rentan dan terdampak, terutama RW 01. Analisis Yaman menekankan bahwa transparansi, akses informasi, dan partisipasi aktif warga dalam pengambilan keputusan merupakan faktor penting untuk memastikan dukungan menjadi efektif dan adil.

4.   Peran Pelapor dan Aktivis Lokal: Sebagai warga Kampung Cirapuhan dan pelapor dugaan mafia tanah kepada Komisi III DPR RI, Yaman berperan sebagai penghubung antara pemerintah, masyarakat lokal, dan lembaga pengawas, guna memastikan implementasi kebijakan dukungan tidak timpang dan mempertimbangkan hak historis masyarakat.

 analisis Basuki Yaman menegaskan bahwa meskipun ada deklarasi dukungan pemerintah, langkah nyata yang adil dan inklusif perlu difokuskan pada warga RW 01 Kampung Cirapuhan untuk memulihkan hak dan posisi sosial mereka dalam sengketa lahan Dago Elos. Implementasi kebijakan harus berangkat dari bukti sejarah yang konkret serta mendengar suara komunitas terdampak.

 

Budaya dan Identitas Lokal

Sejarah Cirapuhan menunjukkan adanya aturan lokal, batas wilayah, dan praktek perdagangan khusus yang membedakan masyarakat adat dari pedagang asing atau kolonial. Nama Dago, misalnya, berasal dari istilah Sunda “menunggu” karena warga asli dilarang masuk ke pusat kota saat perdagangan 

SlideShare

 

. Tradisi ini tetap diingat oleh keturunan masyarakat adat, meskipun banyak perubahan administratif dan sengketa tanah terjadi sepanjang sejarah.

Dengan demikian, Kampung Cirapuhan merupakan bagian penting dari sejarah Bandung, baik dari sisi budaya, perdagangan, maupun kontribusi terhadap pembangunan infrastruktur kolonial, namun sejarah ini sering terlupakan atau terabaikan karena perubahan nama wilayah dan konflik agraria masa lalu

Peran Kampung Cirapuhan dalam kolonialisme Belanda dapat digambarkan sebagai:

1.   Tempat pengungsian dan pemukiman ulang masyarakat lokal akibat kebijakan kolonial dan penguasaan tanah sepihak.

2.   Simbol konflik agraria yang memunculkan ketimpangan dan tekanan sosial pada masyarakat adat.

3.   Bukti sejarah interaksi masyarakat lokal, pihak kolonial, dan elite lokal, menunjukkan kompleksitas hubungan sosial-ekonomi dan politik pada masa kolonial.

Dengan demikian, kampung ini bukan hanya lokasi geografis, tetapi juga representasi dinamika kolonialisme Belanda terhadap masyarakat pribumi, khususnya soal tanah, struktur sosial, dan hak-hak adat yang terpinggirkan.

·         Konflik terjadi ketika pihak bernama Simongan memanfaatkan kekuatan KNIL untuk menekan masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat. Praktik ini memicu penggusuran penduduk pribumi dari tanah-tanah mereka di Dago (area depan Hotel Jayakarta hingga Terminal Dago).

·         Masyarakat Nawisan kemudian pindah ke lokasi baru yang disebut Kampung Cirapuhan, yang secara etimologis berasal dari kata "panyepuhan" (penyingkiran) dan "ci" (sungai), menandakan tempat pengungsian atau pemukiman baru yang berada di aliran sungai.

·         Sejak saat itu, Kampung Cirapuhan menjadi pusat pemukiman masyarakat yang terdampak oleh kebijakan kolonial dan klaim tanah pihak luar.

 

 

Dampak Struktural

·         Konflik agraria ini memperlihatkan perubahan tata sosial dan kepemilikan tanah yang dipaksakan oleh kekuasaan kolonial. Tanah yang sebelumnya digunakan secara kolektif atau melalui kesepakatan adat kini terfragmentasi dan direklamasi oleh pihak kolonial dan pihak luar.

·         Kampung Cirapuhan menjadi contoh nyata dampak penetrasi hukum kolonial Belanda (Eigendome Verponding) terhadap struktur masyarakat lokal yang menekankan legalitas sepihak atas tanah.

Peran Kampung Cirapuhan di Masa Kolonial

·         Sebagai lokasi konflik agraria: Kampung Cirapuhan menunjukkan bagaimana penguasaan tanah kolonial dilakukan melalui kombinasi kekuatan militer, hukum kolonial, dan intervensi pihak luar yang bekerja sama atau memanfaatkan pemerintah Belanda.

·         Resistensi masyarakat lokal: Masyarakat adat di Cirapuhan mempertahankan hak atas tanah melalui tradisi dan bukti budaya (makam dan jejak pemukiman asli), yang seringkali menjadi kontra terhadap klaim sepihak Simongan dan pemerintah kolonial.

·         Warisan kolonial juga melemahkan praktik pengetahuan lokal dan budaya bertani tradisional; beberapa ritual adat yang terkait pengelolaan lahan mengalami erosi akibat tekanan hukum formal

·         Pelestarian budaya di Kampung Cirapuhan dilakukan melalui integrasi pelestarian , tradisi lokal, pengembangan pariwisata berbasis budaya, dan dukungan komunitas serta regulasi pemerintah.

Rekomendasi Terkait Kampung Cirapuhan

1.   Penguatan UUPA dan regulasi lokal untuk memperjelas hak atas tanah.

2.   Inisiatif partisipatif yang melibatkan warga desa dalam tata kelola sumber daya.

3.   Pemberdayaan ekonomi lokal melalui program berkelanjutan dan diversifikasi komoditas.

4.   Pelestarian budaya agraria untuk menjaga pengetahuan tradisional dan identitas lokal.

Dampak kolonialisme dan konflik agraria di Kampung Cirapuhan menunjukkan bagaimana sejarah dan kebijakan modern saling terkait dalam menciptakan ketidaksetaraan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang kompleks.

·          

·          

Penelitian Muhammad Basuki Yaman menawarkan pemahaman komprehensif tentang konflik pertanahan Dago Elos, menggabungkan perspektif sejarah, hukum, dan sosial. Fokus pada manipulasi putusan perdata, analisis judex facti/juris, dan dokumentasi fakta lapangan menegaskan kompleksitas sengketa tanah di wilayah tersebut, serta menyoroti perlunya penerapan hukum yang objektif dan transparan.

Referensi utama

·         Basuki Yaman, Awal Mula Konflik Agraria Dago sejak Zaman Belanda hingga Kasus Dago Elos di Kampung Cirapuhan Slideshare

·         Dokumentasi sejarah kolonial Belanda terkait sistem KNIL dan Eigendome Verponding.

 

 

 

Kronologi Sengketa tanah dago Analisa Muhammad Basuki yaman yang sudah di laporkan Lembaga pemerintah DPR RI dan banyak lembaga lainnya supaya kasus ini di Batal demi hukum kan dan atau non executable kan . sehingga dilakukan reformasi agraria dan ekonomi dan penanganan dampak konflik . 

 

Merekayasa Kolusi Saling gugat atau rekayasa saling gugat pihak tergugat utama dan penggugat berikut jaringan nya .

Merekayasa Wilayah Dago menjadi Dago Elos sehingga berdampak kampung cirapuhan rw 01  dan atau objek lahan EV 3742 dan 6467 seluas sekitar 5 ha seolah menjadi bagian dago elos rw 02

Merekayasa peranan kelompok Masyarakat adat dan negara sehingga seolah menjadi keluarga dan jaringan tergugat utama dan atau keluarga  penggugat  yang mana keduanya menggunakan alas hak barat Eigendome verponding

Merekayasa kejadian kelompok masyarakat adat yang ada sejak sekitar tahun 1850 atau 1870 sehingga seolah digantikan oleh kelompok jaringan tergugat dan oknum oknum yang ditempatkan nya .

Merekayasa keadaan kelompok masyarakat adat yang terkondisikan sehingga di intimidasi dan di halang halangi hak nya  dengan ber kolusi dengan banyak pihak sejak tahun 1980 an dengan membuat riwayat tanah sehingga mendapatkan dukungan legal dari oknum yang berkolusi. Dan adapun fasilitas umum nya di rusak ( lapangan bola atas seluas sekitar 7.000 m tahun 1999 ) untuk menguatkan penguasaan fisik lahan objek tak jelas seluas sekitar 15.000 m dan lain lain nya.

Padahal banyak pihak dihalang halangi nya dan atau digantikan dengan pihak nya .

Bagaimana dugaan nya :

Jaringan iwan surjadi dkk ( dikenal sebagai komisaris pt Batu nunggal indah ) memberi peran oknum warga dengan di bekali manipulasi shm 80 m dan 270 m  dan pbb 15.000 m an Didi koswara  . Dan membekali shm 868 m diatas namakan Ismail tanjung selaku ketua rw 02 Dago elos . Sehingga kemudian mengubah wilayah kampung cirapuhan rw 01 jadi Dago elos baik itu nama lokasi , sebagian pihak nya , dan juga admintrasi wilayah . dengan dukungan oknum warga lainnya  Apud sukendar punya kedekatan dengan pihak tertentu dan juga selaku ketua rw 01 . Dan juga Asep makmun selaku ketua rw 02 Dago elos dan alo sana selaku pihak yang ikut dilibatkan .

Kronologi singkat tahun 2010 Syarif Hidayat mengurus objek 15.000 di BPN ( ada dalam putusan pengadilan negeri perdata hal 120 )

2008-2014/2015  jaringan iwan surjadi dan jaringan pengacara bob Nainggolan dan lain lain aktif di kampung cirapuhan

Tahun 2013 jaringan asep makmun membuat kesepakatan tanah rt rw 01 Cirapuhan rt rw 02 Dago elos ( digunakan sebagai bab alat bukti nomo 39 dalam putusan pengadilan perdata . Kemudian akan dialihkan dengan surat baru hanya terkait dago elos dan atau rw 02 bab alat bukti nomo 41 . sehingga memanipulasi supaya bab alat bukti nomor 27 menjadi legal terkait objek 15.000 m bila tergugat menang )

2013-2016 pendataan calon tergugat secara detail pihak yang dijadikan tergugat utama dan penggugat . dan tergugat murni . disisi lain pihak pihak yang menguasai fisik lahan tidak dilibatkan baik itu yang memegang legal sertifikat maupun pihak yang diintimidasi dan atau di haling halangi hak nya .

2016 muller dkk diberi peran sebagai pemeran penggugat . dan didi koswara , asep makmun , alo sana , apud sukendar di beri peran tergugat utama dan bersama jaringan nya

2016 Interaksi penggugat dan tergugat dan jaringan nya

Jo budi menyerahkan uang 300 juta ( ada dalam putusan pidana )

Pihak penggugat mengaku menguasai objek 220 m ( ada dalam putusan perdata )

( riwayat awal nya tak jelas kemudian asep makmun ke budi Harley ) Objek dari pihak yang biasa di panggil Budi Harley diserahkan ke pihak penggugat

Pihak tergugat membutuhkan dana sekitar 40 jt sd 200 jt untuk menebus shm 80 m yang digadaikan yang hendak di lelang di balai lelang

Pihak muller dkk dan asep makmun mengakui pernah bertemu di rumah asep makmun

2016 perencanaan dan atau aktivitas sebelum sidang

Objek 15.000 m di alihkan ke pihak lainnya yaitu dedy muhamad saad alias dedy mochamad saad  diduga untuk target alternativ bila tergugat menang maka objek kolusi disimpan pihak ketiga

1 juni 2016 Raminten cs memberi kuasa ke H Syamsul mapareppa ( ada dalam putusan PN hal 80 sd 89 )

06 november 2016 kuasa h syamsul mapareppa sepakat dengan asep makmun ( selaku pembela isidentil pihak tergugat )

30 november 2016 barulah gugatan didaftarkan pihak penggugat di pengadilan

Pihak tergugat bersandiwara merasa kaget sehingga menghalau pihak pihak lainnya untuk ikut serta kecuali pihak yang dikondisikan

 

Mulai lah sandiwara Dago Elos melawan muller

Padahal sama sama mendukung alas hak barat eigendome verponding

Pada intinya proses berjalan nya sidang untuk mendapatkan Inkrah ( keputusan tetap )

Sehingga merekayasa hukum atas jawaban apa , siapa , dimana kapan , kenapa dan bagaimana dengan jawaban yang sduah di manipulasi dengan seolah legal standing

Sehingga Dago menjadi Dago elos atau rw 02 ( mengaburkan kampung cirapuhan rw 01 dan atau EV 3742 dan atau beserta EV 6467 seluas sekitar 5 ha )

Sehingga Pihak menjadi jebakan pilihan keputusan Hakim untuk memutuskan memihak kepada  keluarga dan kroni tergugat atau jaringan penggugat ( namun sudah di bentengi pihak ketiga di luar sidang semacam dedy m saad dan atau iwan sujadi dan atau jaringan nya ) ( berdampak mengaburkan pihak ketiga  objek pribadi dan fasilitas umum lapangan bola atas , lapangan bawah , makkam dan lainlain )

Sehingga asumsi potensi lahan yang didapat 3000 meter hingga 6,3 ha / 6, 9 ha ( berikut alternative alternative nya dari pihak ketiga yang kaburkan hak objek nya )

Bagaimana ?

Memanipulasi kelompok masyarakat adat yang ada sejak sekitar tahun 1850 atau 1870 sehingga seolah digantikan oleh kelompok jaringan tergugat dan oknum oknum yang ditempatkan nya . sehingga seolah muller adalah ahli waris hak barat di pihak penggugat dan atau seolah asep makmun didi koswara alo sana apud sukendar seolah masyarakat adat tuan tanah .

Padahal menurut keterangan masyarakat

Didi koswara dan asep makmun adalah kakak adik Ipar . riwayat nya ( bapak asep makmun dan atau mertua didi koswara  ) bernama ahya adalah pekerjanya tomi untuk menggali pasir atau anemer . ( Tomi adalah suami dari rokayah . ROkayah cicit nawisan . Rokayah bin tama bin okoh binti nawisan )

Didi koswara hanya pihak yang di beri peran tergugat I dengan di bekali shm 80 m , 270 m , pbb 15.000 m dan lain lain nya yang pada intinya tak jelas bahkan sudah di oper alih kan .

Apud sukendar adalah pihak diluar objek sengketa

Alo sana riwayat nya , Ibu alo sana menikah dengan elim ( elim adalah cucu nawisan . elim bin emeh binti Nawisan ) jadi alo sana anak tiri elim . kemudian alo sana di nikah kan dengan masyarakat adat .Namun pada poin nya objek tanah yang disengketakan bukan pula Garapan alo sana ( ada mungkin hanya sekitar 100 m di wilayah sengketa ) 

 

Jadi pada intinya Sehingga asumsi potensi lahan yang didapat 3000 meter hingga 6,3 ha / 6, 9 ha ( berikut alternative alternative nya dari pihak ketiga yang kaburkan hak objek nya )

 

Dago Elos 2016 Versi Pemberitaan : ( untuk Versi Masyarakat adat dan atau Versi Warga kampung Cirapuhan dan atau Versi Muhammad Basuki Yaman bisa cek artikel lanjutan nya )

Kasus Dago Elos Sidang dan Pemberitaan melawan versi analisa fakta

Kasus Dago Elos adalah sengketa tanah antara keluarga Muller yang mengklaim lahan di Dago Elos, Bandung, berdasarkan dokumen lama, dan warga yang sudah lama menduduki dan menguasai lahan tersebut secara terus-menerus. Sengketa ini kemudian berkembang menjadi kasus pidana terhadap keluarga Muller atas dugaan pemalsuan dokumen yang digunakan untuk mengklaim lahan tersebut.

Kronologi Singkat

·      2016:

·      Keluarga Muller mengklaim kepemilikan lahan Dago Elos seluas 6,3 hektar berdasarkan Surat Pernyataan Ahli Waris dan dokumen kolonial (Eigendom Verponding).

·      2017:

·      Keluarga Muller melalui PT Dago Intigraha menggugat 335 warga Dago Elos di Pengadilan Negeri Kota Bandung.

·      2023:

·      Warga melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Polda Jabar dan mulai menyiapkan bukti-bukti kuat.

·      Mei 2024:

·      Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen oleh Polda Jabar.

·      Oktober 2024:

·      Pengadilan Negeri Bandung memvonis kedua bersaudara Muller dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara atas kasus pemalsuan dokumen ini.

·      Oktober 2024 (lanjutan):

·      Pihak Muller mengajukan banding atas vonis tersebut, sehingga perjuangan warga Dago Elos belum usai.

Peran Keluarga Muller

·      Keluarga Muller mengklaim lahan Dago Elos sebagai ahli waris dari Georgius Hendrikus Wilhelminus Muller, yang disebut sebagai kerabat Ratu Wilhelmina.

·      Klaim mereka didasarkan pada Surat Pernyataan Ahli Waris dan dokumen Eigendom Verponding.

·      Mereka kemudian menggugat warga untuk menguasai lahan tersebut.

Peran Warga Dago Elos

·      Warga Dago Elos adalah pihak yang menduduki dan menguasai lahan tersebut secara terus-menerus selama bertahun-tahun.

·      Mereka menolak klaim keluarga Muller dengan alasan bahwa Eigendom Verponding yang digunakan sudah melewati batas konversi sebelum tahun 1980, yang berarti tanah tersebut menjadi Tanah Negara.

·      Warga Dago Elos telah lama memperjuangkan hak mereka melawan klaim dan upaya penggusuran oleh keluarga Muller.

Status Terkini (Oktober 2024)

·      Duo Muller bersaudara telah divonis bersalah dan dihukum 3 tahun 6 bulan penjara karena pemalsuan dokumen tanah Dago Elos.

·      Namun, proses hukum masih berlanjut karena pihak Muller mengajukan banding terhadap putusan tersebut.

putusan nomor 454/PDT.G/2016/PN.bdg Analisa Modus Mafia Tanah Dago Elos memanipulasi kasus

Berdasarkan putusan Nomor 454/Pdt.G/2016/PN.Bdg, kasus sengketa tanah Dago Elos menunjukkan modus operandi mafia tanah yang lihai dan terstruktur untuk memanipulasi hukum demi menguasai lahan warga. Analisis terhadap modus ini mencakup manipulasi dokumen kuno, penggunaan jalur perdata, serta pemanfaatan jaringan dan sumber daya hukum.

Latar belakang kasus

·      Klaim kepemilikan berdasar dokumen lama: Konflik ini bermula pada tahun 2016, ketika keluarga Muller mengklaim kepemilikan tanah seluas 6,3 hektare di Kampung Dago Elos, Kota Bandung.

·      Penggunaan eigendom verponding: Klaim tersebut didasarkan pada dokumen kolonial Belanda, yaitu eigendom verponding, dan surat penetapan ahli waris. Dokumen kuno yang dipalsukan ini menjadi alat utama untuk mengklaim tanah yang telah lama dihuni warga secara turun-temurun.

·      Gugatan perdata terhadap warga: Keluarga Muller, bersama PT Dago Inti Graha, menggugat warga melalui jalur perdata. Gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor perkara 454/Pdt.G/2016/PN.Bdg.

Modus manipulasi mafia tanah

1.  Pemalsuan dokumen kuno (akte otentik):

·      Pemanfaatan dokumen kolonial: Mafia tanah memanfaatkan ketidakjelasan status tanah bekas hak Barat (eigendom verponding) dengan memalsukan dokumen-dokumen lama, seolah-olah asli, untuk menunjukkan klaim kepemilikan yang sah.

·      Pemalsuan penetapan ahli waris: Selain itu, kelompok mafia tanah juga memanipulasi surat penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama untuk memperkuat klaim mereka.

1.  Penyalahgunaan proses peradilan perdata:

·      Penggunaan kekuatan modal: Pihak penggugat, yang didukung oleh sumber daya finansial, mampu menyewa tim hukum dan notaris profesional. Hal ini membuat mereka memiliki keunggulan dalam memahami dan memanfaatkan celah hukum, sedangkan warga menghadapi ketidakseimbangan akses terhadap sistem hukum.

·      Teknik gugatan yang menekan warga: Gugatan perdata yang diajukan dalam putusan 454/Pdt.G/2016/PN.Bdg merupakan upaya untuk menekan warga agar meninggalkan lahan. Pengadilan Negeri Bandung pada awalnya memenangkan keluarga Muller dan memerintahkan warga membayar biaya perkara.

1.  Memanfaatkan ketidakjelasan sistem agraria:

·      Kelemahan konversi hak tanah: Mafia tanah mengambil keuntungan dari kelemahan dalam sistem konversi tanah bekas eigendom verponding. Aturan yang mengharuskan konversi dilakukan sebelum tahun 1980 tidak diindahkan, dan mereka tetap menggunakan dokumen lama untuk mengklaim hak atas tanah.

·      Jalur perdata sebagai batu loncatan: Kemenangan awal di pengadilan perdata digunakan sebagai dasar untuk upaya eksekusi lahan, meskipun klaim mereka didasarkan pada dokumen palsu yang akhirnya terbukti di ranah pidana.

Perkembangan kasus dan keberhasilan warga

·      Perlawanan warga: Kekalahan di pengadilan tingkat pertama tidak membuat warga Dago Elos menyerah. Mereka terus mengupayakan jalur hukum dan menggalang dukungan publik.

·      Laporan pidana: Warga melaporkan keluarga Muller ke polisi atas dugaan pemalsuan dokumen dan penipuan. Laporan ini sempat ditolak pada tahun 2023, yang memicu kericuhan antara warga dan aparat, namun akhirnya diterima.

·      Bukti pemalsuan terungkap: Penyelidikan Satgas Anti-Mafia Tanah yang bekerja sama dengan Polda Jawa Barat berhasil menemukan bukti pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh keluarga Muller.

·      Vonis pidana: Pada 14 Oktober 2024, Pengadilan Negeri Bandung memvonis dua anggota keluarga Muller, Heri dan Dodi, dengan hukuman 3,5 tahun penjara atas kasus pemalsuan surat.

·      Perjuangan berlanjut: Kemenangan di jalur pidana ini menjadi modal bagi warga untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan perdata sebelumnya.

Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana mafia tanah menggunakan celah hukum, memanipulasi dokumen, dan mengandalkan kekuatan modal untuk merampas hak-hak masyarakat atas tanah. Perjuangan gigih warga Dago Elos dan pengungkapan pemalsuan dokumen di ranah pidana menjadi kunci untuk membongkar modus operandi tersebut.

putusan nomor 454/PDT.G/2016/PN.bdg Bukti Kolusi Mafia Tanah Saling Gugat , Penggugat dengan Tergugat utama Dalam Konflik Dago Elos 2016 diduga direncanakan sejak tahun 1980 an . Modus nya mengubah kampung Cirapuhan rt 07 rw 01 Dago Menjadi Dago Elos dan atau rw 02 Dago . Oknum warga , oknum Tomas , Oknum Toga , oknum aparatur , Oligarki , spekulan , dan bahkan oknum warga kampung cirapuhan menjadikan Dago Elos dan atau rw 02 Dago menjadi markas jaringan mafia Tanah .

Putusan Pengadilan Negeri Bandung dalam Nomor Perkara 454/PDT.G/2016/PN.BDG Lengkap

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Isi

Domein verklaring

Analisa Modus Mafia Tanah Saling Gugat