Muhammad Basuki Yaman
Muhammad Basuki
Yaman, konflik Dago Elos adalah Jebakan Mafia Tanah merupakan bagian
dari "drama sandiwara mafia tanah" yang dirancang secara sistematis.
Dalam pandangannya,
tujuan utama dari rekayasa konflik tersebut adalah untuk mendapatkan
keputusan hukum yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) yang mengesahkan
penguasaan lahan oleh jaringan mafia tanah.
Poin-poin kunci
terkait pandangan tersebut:
·
Rekayasa Konflik: Basuki Yaman berargumen bahwa
sengketa ini bukan konflik murni antara warga dengan ahli waris, melainkan
konflik yang sengaja diciptakan dan dimanipulasi oleh jaringan mafia tanah.
·
Target Inkrah: Tujuan akhir dari drama ini adalah
untuk melegitimasi klaim mereka atas tanah melalui proses hukum dan Birokrasi ,
sehingga menghasilkan putusan inkrah yang sulit digugat kembali.
·
Manipulasi Sejarah dan Data: Untuk mencapai
inkrah tersebut, ia menuduh adanya manipulasi data, dokumen, dan sejarah
kepemilikan lahan.
Dengan demikian, ia
memandang seluruh proses hukum , birokrasi dan konflik yang terjadi sebagai
sebuah jebakan yang dirancang untuk melegitimasi perampasan lahan secara hukum.
·
Peran dalam Sengketa Tanah Dago Elos: Ia aktif
menyuarakan pandangannya mengenai sengketa tersebut, khususnya melalui dokumen
yang ia tulis berjudul "Drama Sandiwara Mafia Tanah Kasus Dago Elos oleh
Muhammad Basuki Yaman". Dalam dokumen ini, ia menuduh adanya rekayasa
hukum dan sandiwara yang dilakukan oleh "mafia tanah" dalam kasus
sengketa lahan seluas sekitar 6,3 hingga 6,9 hektar tersebut.
Keyakinan: Ia berkeyakinan bahwa konflik tersebut bukanlah sengketa yang murni
antara warga dengan ahli waris, melainkan konflik yang sengaja direkayasa untuk
mengaburkan masalah sebenarnya yang melibatkan jaringan mafia tanah.
Muhammad Basuki Yaman adalah
seorang individu yang dikenal karena keterlibatannya dan pandangannya yang
tegas terkait sengketa tanah Dago
( yang di viral kan jadi Dago Elos ) di Bandung.
Penyelesaian Sengketa: sumber yang
tersedia merinci metode penyelesaian spesifik yang ia usulkan, dapat
disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa menurutnya harus dimulai dengan
mengungkap kebenaran sejarah yang objektif dan menolak manipulasi yang ada. Ia
tampaknya berfokus pada pembuktian adanya rekayasa dalam klaim hukum yang
diajukan oleh pihak lawan ( dan pihak tergugat dan jaringan nya yang
berkolusi )
·
Rekayasa Konflik: Ia mengklaim bahwa sengketa yang
tampak seperti perselisihan antara warga Dago Elos ( Padahal Dago tanpa Elos ) dengan
ahli waris keluarga Muller adalah konflik yang direkayasa. Menurutnya, ini
adalah strategi yang disengaja oleh pihak-pihak tertentu untuk mengaburkan
masalah sebenarnya.
Menurut Muhammad
Basuki Yaman, pendekatan penyelesaian sengketa Dago bukanlah melalui
kronologi tahapan yang bersifat prosedural, melainkan melalui pembongkaran
tuntas jaringan mafia tanah dan penolakan terhadap rekayasa konflik
yang sedang berlangsung. Ia mengusulkan kronologi penyelesaian sengketa dalam
arti langkah-langkah hukum yang terstruktur, Dan pendekatan yang berfokus pada:
1. Mengungkap
Manipulasi Sejarah dan Data: Langkah pertama dan terpenting adalah menolak
klaim-klaim sejarah yang dimanipulasi oleh jaringan mafia tanah. Ini termasuk
mengungkap pengalihan objek tanah secara tidak sah dan pemalsuan dokumen.
2. Menyadarkan
Masyarakat dan Pihak Terkait: Ia berupaya menyadarkan masyarakat,
pihak berwenang, dan hakim bahwa kasus ini adalah "drama sandiwara"
yang sengaja diciptakan. Tujuannya agar semua pihak tidak terjebak dalam
skenario yang dibuat oleh mafia tanah Dan atau bahkan terlibat ..
3. Penegakan Hukum
Terhadap Mafia Tanah: Penyelesaian sengketa yang sesungguhnya menurutnya adalah dengan
membongkar jaringan mafia tanah ini secara pidana dan perdata, bukan hanya
menyelesaikan sengketa perdata antara dua pihak yang tampak di pengadilan.
Namun ada Kebijakan khusus yang mungkin di ambil .
4. Menolak Inkrah yang
Direkayasa: Fokus utamanya adalah mencegah jaringan mafia tanah mendapatkan
keputusan hukum yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) melalui proses hukum yang
ia anggap curang.
Jadi,
"kronologi penyelesaian sengketa" menurut Basuki Yaman lebih merujuk
pada upaya sistematis untuk membuktikan adanya kejahatan terorganisir dalam
sengketa tanah tersebut, Dan pada proses mediasi atau litigasi biasa.
·
Menurut Muhammad
Basuki Yaman, inti dari penyelesaian sengketa tanah Dago
Elos bukanlah melalui prosedur hukum yang biasa, tetapi dengan membongkar
konspirasi yang ia sebut "drama sandiwara mafia tanah". Poin-poin
pentingnya berfokus pada penolakan narasi yang ada dan pengungkapan kebenaran
di balik rekayasa konflik tersebut.
Berikut adalah
poin-poin penting penyelesaian sengketa menurut Muhammad Basuki Yaman:
·
Pembongkaran Skema Mafia Tanah: Basuki Yaman
meyakini bahwa sengketa yang melibatkan warga dan ahli waris adalah sebuah
sandiwara yang dirancang oleh satu jaringan mafia tanah. Penyelesaiannya harus
dimulai dengan membongkar jaringan ini, bukan hanya menyelesaikan sengketa
antara pihak-pihak yang tampak di pengadilan.
·
Pengungkapan Manipulasi Dokumen dan Sejarah: Solusi
menurutnya adalah menolak klaim-klaim yang dibangun di atas pemalsuan dokumen
dan manipulasi sejarah kepemilikan tanah. Ia menekankan perlunya verifikasi
dokumen yang relevan dan investigasi mendalam.
·
Pencegahan Putusan Inkrah yang Direkayasa: Yaman
menggarisbawahi bahwa tujuan mafia tanah adalah mendapatkan keputusan hukum
yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) melalui proses yang ia anggap curang.
Maka, langkah pentingnya adalah mencegah inkrah ini terjadi.
·
Penyadaran Publik dan Pejabat: Upaya
penyelesaian harus melibatkan penyadaran kepada masyarakat, aparat penegak
hukum, dan hakim bahwa kasus ini bukan sengketa perdata biasa, melainkan modus
kejahatan terorganisir.
·
Penegakan Hukum Terhadap Jaringan Kriminal: Basuki Yaman
tidak mengusulkan mediasi atau litigasi biasa, tetapi penegakan hukum yang kuat
terhadap jaringan mafia tanah yang terlibat, baik secara pidana maupun perdata.
Kecuali ada Kebijakan khusus .
pandangan Muhammad
Basuki Yaman, isu Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penyelesaian sengketa Dago Elos
terkait erat dengan hak fundamental masyarakat atas tanah dan tempat tinggal,
yang terancam oleh dugaan jaringan mafia tanah.
Poin-poin penting
terkait HAM menurut perspektifnya meliputi:
·
Hak atas Tanah dan Tempat Tinggal: Ia secara
eksplisit memperjuangkan hak-hak masyarakat adat atau warga setempat di Kampung
Cirapuhan (bagian dari wilayah Dago . Bukan Dago Elos) atas tanah yang mereka
tempati secara turun-temurun. Ia melihat klaim sepihak ( Pihak yang masuk dalam
Lembaga Yudisial dengan banyak manipulasi ) sebagai ancaman serius terhadap hak
dasar ini.
·
Perlindungan dari Manipulasi dan Rekayasa Hukum: Yaman menekankan
bahwa rekayasa konflik dan manipulasi hukum oleh "mafia tanah"
merupakan pelanggaran HAM karena menciptakan ketidakpastian hukum, kecemasan,
dan potensi hilangnya hak milik warga secara tidak adil.
·
Hak atas Keadilan dan Proses Hukum yang Adil: Isu HAM muncul
ketika ia menuduh adanya kolusi dan sandiwara dalam proses peradilan. Ia
mengimplikasikan bahwa warga tidak mendapatkan proses hukum yang benar-benar
adil dan imparsial, yang merupakan pelanggaran HAM prosedural.
·
Penolakan terhadap Penggusuran Paksa ( Maupun
sistematis melalui rekayasa Hukum dan Rekayasa Birokrasi ) : secara eksplisit diuraikan dalam sumber,
perjuangannya untuk mempertahankan hak warga atas tanah secara inheren mencakup
penolakan terhadap penggusuran paksa maupun rekayasa hukum dan rekayasa
birokrasi yang melanggar HAM.
·
Hak untuk Hidup Tenang dan Sejahtera: Adanya sengketa
yang berkepanjangan dan penuh drama menciptakan ketidakstabilan sosial dan
ekonomi bagi warga. Penyelesaian sengketa yang adil, menurutnya, akan
memulihkan hak warga untuk hidup tenang dan sejahtera di lingkungan mereka.
Secara keseluruhan,
Basuki Yaman memandang penyelesaian sengketa ini sebagai perjuangan HAM untuk
melindungi hak-hak fundamental warga dari ancaman jaringan kriminal yang
memanfaatkan celah hukum.
Menurut Muhammad Basuki Yaman, aneksasi (penguasaan sepihak)
merupakan
tindakan ilegal yang secara serius melanggar aturan negara Indonesia dan juga
aturan internasional (PBB), serta tindakan tersebut tidak akan menyelesaikan
sengketa tanah Dago
Poin-poin penting
pandangannya meliputi:
- Pelanggaran Aturan Negara
Indonesia: Ia
berpendapat bahwa tindakan aneksasi melanggar hukum pertanahan nasional
dan tata cara perolehan hak atas tanah yang sah di Indonesia. Ia memandang
hal ini sebagai bagian dari modus operandi "mafia tanah" yang
mengabaikan prosedur hukum yang berlaku.
- Pelanggaran Aturan
PBB/Internasional: Basuki Yaman mengacu pada prinsip-prinsip hukum internasional
yang mengatur hak asasi manusia, khususnya hak atas tanah adat/ulayat dan
perlindungan terhadap penggusuran paksa. Ia melihat tindakan aneksasi
sebagai pelanggaran serius terhadap konvensi dan deklarasi internasional
terkait hak properti dan perumahan yang layak.
- Ketidakabsahan Penyelesaian
Sengketa: Ia
menegaskan bahwa aneksasi yang dilakukan secara sepihak dan melanggar
hukum tidak akan pernah menghasilkan penyelesaian sengketa yang adil dan
berkelanjutan. Sebaliknya, tindakan tersebut justru akan memperkeruh
masalah dan menciptakan konflik yang lebih besar.
- Fokus pada Kebenaran
Historis dan Hukum: Solusi yang adil menurutnya adalah kembali pada kebenaran historis
kepemilikan tanah warga dan penegakan hukum yang imparsial, bukan melalui
tindakan sepihak yang melanggar hukum nasional dan internasional.
Muhammad Basuki Yaman secara tegas menyatakan bahwa keberadaan
masyarakat adat di Kampung Cirapuhan sudah ada lebih dulu dibandingkan
dengan terbitnya dokumen kepemilikan kolonial seperti Eigendom
Verponding yang diklaim oleh pihak lawan. ( dan jaringan nya yang
ber kolusi )
Poin-poin penting
terkait pandangannya adalah:
- Prioritas Keberadaan
Masyarakat Adat: Ia
menekankan fakta historis bahwa masyarakat lokal telah mendiami dan
mengelola lahan di Kampung Cirapuhan sebelum administrasi kolonial
menerbitkan surat-surat hak milik kepada individu swasta (seperti keluarga
Kolonialis yang diduga menyuap KNIL ).
- Pelanggaran Aturan Kolonial
Sendiri (Agrarische Wet 1870): Basuki Yaman berargumen
bahwa tindakan kolonial (atau klaim yang mendasarkan pada dokumen kolonial
tersebut) diduga melanggar Agrarische Wet tahun 1870.
Aturan ini, menurutnya, dimaksudkan untuk melindungi hak-hak rakyat
pribumi atas tanah dari perampasan sewenang-wenang oleh pihak swasta atau
pemerintah kolonial sendiri.
- Ketidakabsahan Klaim Eigendom
Verponding:
nomor 3742 dan 6467 yang telah diduduki keluarga Nawisan ( dan atau
beserta 3740 dan 3741 yang dikuasai Saudara Nawisan yang saat ini keturanan
nya ada di gang sawargi rt 03 rw 01 Dago ) Dengan adanya pelanggaran aturan kolonial
dan keberadaan masyarakat adat yang lebih dulu, ia menyimpulkan bahwa
klaim berdasarkan Eigendom Verponding tersebut bermasalah
secara hukum dan moral, serta merupakan bagian dari manipulasi sejarah
oleh "mafia tanah".
- Dasar Hukum Warga: Keberadaan masyarakat adat
yang lebih dulu ini menjadi salah satu landasan kuat argumennya untuk
mempertahankan hak warga atas tanah di pengadilan, menolak klaim warisan
kolonial yang dianggap cacat hukum.
menurut Muhammad Basuki Yaman, salah satu bukti fisik dan historis
kunci yang menunjukkan bahwa riwayat masyarakat adat
Kampung Cirapuhan (RW 01 Dago Elos)
lebih dulu ada dibandingkan klaim Eigendom Verponding adalah
keberadaan
Makam Nawisan ( dan anak cucu cicit nya ) dan keturunannya
hingga generasi kedelapan.( yang di maksud bukan pihak tergugat yang diduga ber
kolusi )
Poin-poin terkait
argumen ini:
·
Bukti Fisik Sejarah: Keberadaan makam
kuno (Makam Nawisan dan keturunan nya ) menjadi bukti konkret adanya pemukiman
dan kehidupan masyarakat yang telah berlangsung selama beberapa generasi di
wilayah tersebut.
·
Keberlanjutan Keturunan: Adanya garis
keturunan dari Nawisan hingga generasi kedelapan menunjukkan kesinambungan
sejarah penghunian dan pengelolaan lahan oleh satu komunitas yang sama secara
turun-temurun.
·
Melemahkan Klaim Kolonial ( dan neo kololialisme
yang ber warga Negara Indonesia namun diduga berjiwa kolonialisme ) : Dengan
menunjukkan bukti kehidupan masyarakat adat yang sudah eksis jauh sebelum
dokumen kolonial diterbitkan, Basuki Yaman berupaya melemahkan klaim hukum yang
mendasarkan pada Eigendom Verponding sebagai bukti kepemilikan
yang sah secara mutlak.
·
Penguat Status Masyarakat Adat: Bukti ini
digunakan untuk memperkuat status hukum masyarakat Cirapuhan sebagai masyarakat
adat yang memiliki hak prioritas atas tanah ulayatnya, yang seharusnya
dilindungi oleh hukum nasional dan internasional.
Argumentasi ini
merupakan bagian dari upayanya untuk menolak narasi "mafia tanah" dan
menegakkan kebenaran sejarah demi penyelesaian sengketa yang adil bagi warga.
Komentar
Posting Komentar