Kolusi Rekayasa Saling Gugat
Menargetkan pihak ketiga melalui Sandiwara konflik pihak pertama dengan kedua disebut apa ?
Analisa Muhammad Basuki Yaman : Kolusi Rekayasa Saling Gugat
- Penyalahgunaan proses peradilan (abuse of process)
- Persekongkolan jahat (conspiracy to defraud)
- Error in persona / in objecto bila terjadi manipulasi subjek atau objek hukum
- Dalam analisis Muhammad Basuki Yaman, ini disebut sebagai rekayasa kolusi saling gugat — konflik palsu antara dua pihak, untuk secara diam-diam mengambil hak pihak ketiga.
Istilah untuk menargetkan pihak ketiga melalui sandiwara konflik antara pihak pertama dan kedua adalah "kambing hitam" atau bisa juga dikaitkan dengan strategi "false flag operation" tergantung konteksnya.
Berikut penjelasan lebih rinci:
1. Kambing Hitam
- Makna: Seseorang atau kelompok yang dijadikan sasaran kesalahan atau tanggung jawab atas masalah yang sebenarnya bukan kesalahannya.
- Relevansi: Jika pihak pertama dan kedua berpura-pura berseteru untuk mengalihkan perhatian atau menyalahkan pihak ketiga, maka pihak ketiga dijadikan kambing hitam.
2. False Flag Operation
- Makna: Tindakan yang dilakukan oleh satu pihak tetapi dibuat seolah-olah dilakukan oleh pihak lain, biasanya untuk menipu atau memanipulasi persepsi publik.
- Relevansi: Jika konflik antara pihak pertama dan kedua hanyalah sandiwara untuk menciptakan alasan menyerang atau merugikan pihak ketiga, maka ini termasuk strategi false flag.
3. Manipulasi Konflik atau Strategi Politik
- Dalam konteks sosiologi atau politik, ini bisa disebut sebagai bentuk rekayasa konflik atau manipulasi sosial, di mana konflik diciptakan atau dipertontonkan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menjatuhkan pihak ketiga atau mengalihkan isu.
Menurut analisis Kami dalam kasus Dago Elos, strategi menargetkan pihak ketiga melalui sandiwara konflik antara pihak pertama dan kedua dapat disebut sebagai bentuk rekayasa konflik atau kolusi terselubung.
Berikut penjelasan berdasarkan pandangan Kami :
Pandangan Kami tentang Kasus Dago Elos
Kami menyatakan bahwa konflik hukum antara penggugat dan tergugat dalam kasus Dago Elos bukanlah murni sengketa perdata biasa, melainkan:
- Ada dugaan kolusi antara penggugat dan tergugat untuk menciptakan konflik hukum yang tampak sah demi menguasai tanah warga⁽¹⁾.
- Pihak ketiga (warga Kampung Cirapuhan) menjadi korban dari konflik yang direkayasa ini, meskipun mereka bukan bagian dari gugatan langsung⁽¹⁾.
- Ia menyebut bahwa objek sengketa sering salah alamat atau dialihkan, sehingga warga yang tidak bersengketa justru terdampak oleh eksekusi⁽¹⁾.
Istilah yang Relevan
Beberapa istilah yang menggambarkan fenomena ini:
IstilahPenjelasan Rekayasa Konflik Konflik yang sengaja diciptakan atau dimanipulasi untuk tujuan tertentu, seperti penguasaan aset atau pengalihan isu. Kolusi Terselubung Kerja sama diam-diam antara dua pihak yang tampak berseteru, untuk mencapai tujuan bersama yang merugikan pihak lain. False Conflict Konflik palsu yang digunakan sebagai alat manipulasi hukum atau sosial. Proxy Manipulation Menggunakan konflik antar dua pihak sebagai kedok untuk menyerang atau merugikan pihak ketiga.---
Sikap Kami Bersama Warga
- Kami tidak memihak penggugat maupun tergugat, dan justru meminta agar kasus ini dibatalkan atau dinyatakan non-eksekutabel karena merugikan warga⁽¹⁾.
- Kami juga melaporkan dugaan mafia tanah ke Komisi I , II , III DPR RI dan juga Ke Lembaga Lainnya sebagai bentuk advokasi terhadap hak-hak warga⁽²⁾.
Berikut adalah analisis akademik mengenai strategi menargetkan pihak ketiga melalui sandiwara konflik antara dua pihak, dengan studi kasus Dago Elos berdasarkan pandangan Kami ( Muhammad Basuki Yaman ) :
Analisis Akademik: Rekayasa Konflik dalam Kasus Dago Elos
1. Pendahuluan
Konflik agraria di Indonesia sering kali melibatkan lebih dari dua pihak, dengan dinamika yang kompleks antara pemilik lahan, pemerintah, dan masyarakat adat. Dalam kasus Dago Elos, muncul dugaan bahwa konflik hukum antara penggugat dan tergugat merupakan sandiwara yang bertujuan untuk menargetkan pihak ketiga—yaitu warga Kampung Cirapuhan. Analisis ini mengkaji fenomena tersebut sebagai bentuk rekayasa konflik dan kolusi terselubung.
2. Kerangka Teoretis
- Rekayasa Konflik: Menurut Johan Galtung, konflik dapat direkayasa oleh aktor dominan untuk menciptakan ketegangan yang menguntungkan mereka secara politik atau ekonomi.
- Kolusi Terselubung: Dalam teori hukum dan sosiologi, kolusi terjadi ketika dua pihak yang tampak berseteru sebenarnya bekerja sama untuk mencapai tujuan tersembunyi.
- Teori Kambing Hitam (Scapegoating): Pihak ketiga dijadikan sasaran kesalahan atau korban dari konflik yang tidak mereka ciptakan.
3. Studi Kasus: Dago Elos
- Fakta Hukum: Gugatan perdata antara dua pihak (penggugat dan tergugat) berujung pada eksekusi lahan yang dihuni oleh warga yang tidak terlibat langsung dalam perkara.
- Analisis Kami ( Basuki Yaman ) :
- Menyebut konflik ini sebagai bentuk rekayasa hukum.
- Menyoroti bahwa objek sengketa tidak sesuai dengan realitas kepemilikan dan pemanfaatan lahan oleh warga.
- Menuduh adanya mafia tanah yang memanfaatkan celah hukum untuk menguasai aset publik atau adat.
4. Implikasi Sosial dan Hukum
- Kerugian Warga: Warga menjadi korban dari konflik yang tidak mereka ciptakan, kehilangan hak atas tanah yang telah mereka tempati secara turun-temurun.
- Krisis Legitimasi Hukum: Ketika hukum digunakan sebagai alat manipulasi, kepercayaan publik terhadap sistem peradilan menurun.
- Perlu Reformasi Agraria dan Hukum Perdata: Untuk mencegah manipulasi hukum yang merugikan masyarakat adat dan lokal.
5. Kesimpulan
Strategi menargetkan pihak ketiga melalui sandiwara konflik antara dua pihak dapat dikategorikan sebagai bentuk rekayasa konflik dan kolusi terselubung. Dalam konteks Dago Elos, pendekatan ini menunjukkan bagaimana hukum dapat dimanipulasi untuk kepentingan tertentu, dengan dampak serius terhadap keadilan sosial dan hak masyarakat adat.
Berikut adalah versi formal akademik dari analisis mengenai strategi menargetkan pihak ketiga melalui sandiwara konflik antara dua pihak, dengan studi kasus Dago Elos berdasarkan pandangan Muhammad Basuki Yaman:
---
Rekayasa Konflik dan Kolusi Terselubung dalam Sengketa Agraria: Studi Kasus Dago Elos
Abstrak
Sengketa agraria di Indonesia kerap kali melibatkan praktik manipulatif yang merugikan masyarakat adat dan lokal. Artikel ini menganalisis fenomena rekayasa konflik dan kolusi terselubung dalam kasus Dago Elos, Bandung, dengan merujuk pada pandangan Muhammad Basuki Yaman. Melalui pendekatan sosiologi hukum dan teori konflik, tulisan ini mengungkap bagaimana konflik antara dua pihak dapat direkayasa untuk menargetkan pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam proses hukum.
---
1. Pendahuluan
Konflik agraria merupakan isu struktural yang kompleks di Indonesia, di mana pertarungan kepentingan antara pemilik modal, pemerintah, dan masyarakat lokal sering kali berujung pada ketidakadilan. Dalam kasus Dago Elos, muncul dugaan bahwa konflik hukum antara penggugat dan tergugat merupakan sandiwara yang bertujuan untuk menguasai tanah warga Kampung Cirapuhan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai integritas sistem hukum dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat.
---
2. Kerangka Teoretis
Analisis ini menggunakan tiga pendekatan utama:
- Teori Rekayasa Konflik (Galtung, 1996): Konflik dapat direkayasa oleh aktor dominan untuk menciptakan ketegangan yang menguntungkan mereka secara politik atau ekonomi.
- Kolusi Terselubung: Dalam kajian sosiologi hukum, kolusi terjadi ketika dua pihak yang tampak berseteru sebenarnya bekerja sama untuk mencapai tujuan tersembunyi yang merugikan pihak lain.
- Teori Kambing Hitam (Allport, 1954): Pihak ketiga dijadikan sasaran kesalahan atau korban dari konflik yang tidak mereka ciptakan.
---
3. Studi Kasus Dago Elos
Kami ( Muhammad Basuki Yaman ) menyatakan bahwa:
- Konflik antara penggugat dan tergugat dalam perkara perdata tanah di Dago Elos merupakan bentuk rekayasa hukum.
- Objek sengketa tidak sesuai dengan realitas kepemilikan dan pemanfaatan lahan oleh warga Kampung Cirapuhan ( pada Eigendome Verponding 3742 dan 6467 seluas sekitar 5 ha - sedangkan gugatan atau sengketa 6,3 ha / 6.9 ha )
- Warga yang tidak menjadi pihak dalam perkara justru menjadi korban eksekusi, yang menunjukkan adanya penyalahgunaan proses hukum.
- Kami menyebut adanya indikasi mafia tanah yang memanfaatkan celah hukum untuk menguasai aset publik atau adat di Kampung Cirapuhan
4. Analisis
Fenomena ini menunjukkan bahwa:
- Konflik semu antara dua pihak dapat digunakan sebagai alat untuk melegitimasi tindakan yang merugikan pihak ketiga.
- Kolusi antara penggugat dan tergugat menciptakan ilusi sengketa hukum yang sah, padahal tujuannya adalah penguasaan lahan.
- Peran negara dan aparat hukum dalam mengeksekusi putusan yang tidak mempertimbangkan hak masyarakat adat menunjukkan lemahnya perlindungan hukum terhadap kelompok rentan.
5. Implikasi
- Sosiologis: Terjadi disintegrasi sosial akibat ketidakpercayaan terhadap sistem hukum.
- Yuridis: Perlu reformasi dalam sistem peradilan perdata untuk mencegah manipulasi hukum.
- Politik: Munculnya tuntutan terhadap DPR dan lembaga negara untuk mengusut praktik mafia tanah.
6. Kesimpulan
Kasus Dago Elos mencerminkan bagaimana konflik hukum dapat direkayasa untuk menargetkan pihak ketiga melalui kolusi terselubung. Analisis ini menegaskan perlunya penguatan sistem hukum yang berpihak pada keadilan substantif dan perlindungan terhadap masyarakat adat.
ANALISIS REKAYASA KONFLIK DALAM KASUS DAGO ELOS
3.1 Pendahuluan
Bab ini membahas secara mendalam fenomena rekayasa konflik dalam kasus Dago Elos, Bandung, dengan fokus pada strategi hukum yang digunakan untuk menargetkan pihak ketiga melalui sandiwara konflik antara dua pihak. Analisis ini didasarkan pada pendekatan sosiologi hukum dan teori konflik, serta merujuk pada pandangan Kami ( Muhammad Basuki Yaman ) Kami sebagai tokoh yang aktif mengadvokasi ( Isidentil ) hak masyarakat terdampak.
3.2 Rekayasa Konflik: Definisi dan Konteks
Rekayasa konflik merupakan praktik manipulatif di mana konflik diciptakan atau dimanipulasi untuk mencapai tujuan tertentu, seperti penguasaan aset atau pengalihan isu. Dalam konteks hukum, rekayasa konflik dapat terjadi ketika dua pihak yang tampak berseteru sebenarnya bekerja sama untuk menciptakan legitimasi hukum terhadap tindakan yang merugikan pihak ketiga.
Menurut Galtung (1996), konflik yang direkayasa cenderung bersifat asimetris dan melibatkan aktor dominan yang memiliki akses terhadap sumber daya hukum dan politik. Dalam kasus Dago Elos, konflik antara penggugat dan tergugat diduga merupakan bentuk sandiwara hukum yang bertujuan untuk menguasai tanah warga Kampung Cirapuhan.
3.3 Kolusi Terselubung dalam Sengketa Perdata
Kolusi terselubung terjadi ketika dua pihak yang secara formal berada dalam posisi berlawanan justru memiliki kesepakatan informal untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kasus Dago Elos, Muhammad Basuki Yaman mengindikasikan adanya kerja sama antara penggugat dan tergugat untuk menciptakan sengketa hukum yang sah secara administratif, namun tidak mencerminkan realitas sosial dan kepemilikan lahan.
Fenomena ini menunjukkan adanya penyalahgunaan proses hukum, di mana gugatan perdata digunakan sebagai alat untuk melegitimasi penguasaan lahan yang sebenarnya dihuni oleh masyarakat adat secara turun-temurun.
3.4 Dampak terhadap Pihak Ketiga
Pihak ketiga, dalam hal ini warga Kampung Cirapuhan, menjadi korban dari konflik yang tidak mereka ciptakan. Mereka tidak tercantum sebagai pihak dalam gugatan ( hanya sekitar 0,03 % itu pun berpihak pada pihak lain ) , namun terdampak langsung oleh eksekusi putusan pengadilan. Hal ini menimbulkan krisis legitimasi hukum dan memperkuat persepsi publik mengenai keberadaan mafia tanah yang memanfaatkan celah hukum untuk kepentingan pribadi atau korporasi.
Dampak sosial dari rekayasa konflik ini meliputi:
- Penggusuran paksa tanpa proses mediasi yang adil.
- Hilangnya hak atas tanah yang telah dikuasai secara adat dan historis.
- Ketidakpercayaan terhadap sistem hukum dan aparat negara.
3.5 Pandangan Kami ( Muhammad Basuki Yaman )
Secara tegas menyatakan bahwa konflik hukum dalam kasus Dago Elos merupakan bentuk rekayasa dan manipulasi hukum. Ia menolak untuk berpihak kepada penggugat maupun tergugat, dan justru mengadvokasi pembatalan eksekusi serta pelaporan kasus ini ke Komisi I , II , III , XI , XIII DPR RI dan Lembaga Pemerintah Lainnya .
objek sengketa dalam perkara tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan, dan proses hukum yang dijalankan telah mengabaikan prinsip keadilan substantif. bahwa praktik semacam ini merupakan bagian dari modus mafia tanah yang harus diusut secara sistematis.
3.6 Kesimpulan Bab
Rekayasa konflik dan kolusi terselubung dalam kasus Dago Elos menunjukkan bagaimana hukum dapat dimanipulasi untuk menargetkan pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam proses hukum. Analisis ini menegaskan perlunya reformasi dalam sistem peradilan perdata dan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat agar tidak menjadi korban dari konflik yang direkayasa.
BAB IV: Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan, sebagai kelanjutan dari analisis pada kasus Dago Elos:
---
BAB IV: IMPLIKASI DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
4.1 Implikasi Sosial
Rekayasa konflik dalam kasus Dago Elos menimbulkan dampak sosial yang signifikan terhadap masyarakat adat dan lokal. Warga Kampung Cirapuhan mengalami penggusuran paksa, kehilangan hak atas tanah, dan tekanan psikologis akibat ketidakpastian hukum. Fenomena ini memperkuat ketidakpercayaan terhadap institusi hukum dan negara, serta memicu resistensi sosial yang berpotensi berkembang menjadi konflik horizontal.
Implikasi sosial yang muncul antara lain:
- Disintegrasi komunitas lokal akibat pemutusan hubungan dengan tanah adat.
- Stigmatisasi warga sebagai penghuni ilegal meskipun memiliki sejarah pemanfaatan lahan secara turun-temurun.
- Radikalisasi tuntutan sosial yang dapat mengarah pada aksi protes dan ketegangan dengan aparat.
---
4.2 Implikasi Yuridis
Secara yuridis, kasus ini menunjukkan kelemahan dalam sistem peradilan perdata, khususnya dalam hal:
- Validasi objek sengketa yang tidak mempertimbangkan fakta sosial dan historis.
- Minimnya partisipasi pihak terdampak dalam proses hukum.
- Ketiadaan mekanisme koreksi terhadap putusan yang berpotensi merugikan masyarakat luas.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas asas audi et alteram partem (hak untuk didengar) dalam praktik peradilan, serta perlunya reformasi dalam prosedur eksekusi putusan pengadilan.
---
4.3 Implikasi Politik
Dugaan adanya mafia tanah dalam kasus Dago Elos menimbulkan tekanan politik terhadap lembaga legislatif dan eksekutif. Kami telah melaporkan kasus ini ke Komisi I , II , III , XI , XIII DPR RI dan Lembaga Pemerintah Lainnya . Sebagai bentuk advokasi terhadap hak warga. Tekanan publik terhadap pemerintah untuk menindak tegas praktik manipulasi hukum semakin meningkat.
Implikasi politik yang muncul:
- Desakan terhadap DPR dan Kementerian ATR/BPN dan Lembaga lainnya untuk melakukan investigasi menyeluruh.
- Tuntutan transparansi dan akuntabilitas dalam proses sertifikasi dan penguasaan lahan.
- Penguatan gerakan masyarakat sipil dalam mengawal isu agraria dan hak adat.
4.4 Rekomendasi Kebijakan
Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, berikut beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan:
1. Reformasi Prosedur Perdata
- Peninjauan ulang terhadap mekanisme gugatan dan eksekusi agar lebih inklusif terhadap pihak terdampak.
- Penguatan peran mediasi dan verifikasi lapangan dalam perkara agraria.
2. Penguatan Perlindungan Hak Masyarakat Adat
- Pengakuan formal terhadap hak ulayat dan pemanfaatan lahan secara turun-temurun.
- Integrasi data kepemilikan adat dalam sistem pertanahan nasional.
3. Pemberantasan Mafia Tanah
- Pembentukan tim independen untuk mengusut praktik manipulasi hukum dalam sengketa lahan.
- Penerapan sanksi pidana terhadap aktor yang terbukti melakukan rekayasa konflik.
4. Transparansi Informasi Publik
- Keterbukaan data perkara dan objek sengketa kepada publik.
- Partisipasi aktif masyarakat dalam proses hukum yang berpotensi mempengaruhi hak kolektif.
4.5 Kesimpulan Bab
Implikasi dari rekayasa konflik dalam kasus Dago Elos mencakup aspek sosial, yuridis, dan politik yang saling berkaitan. Rekomendasi kebijakan yang diajukan bertujuan untuk memperkuat sistem hukum, melindungi hak masyarakat adat, dan mencegah praktik manipulatif dalam sengketa agraria.
Komentar
Posting Komentar