Muhammad Basuki Yaman
Muhammad Basuki Yaman, seorang warga Kampung Cirapuhan dan koordinator pertanahan, memberikan pandangannya terkait kasus sengketa lahan Dago Elos yang menurutnya melibatkan rekayasa "saling gugat" antara beberapa pihak. Beberapa poin penting terkait rekaman suara dan analisisnya oleh Basuki Yaman adalah:
Strategi non-litigasi digunakan sebagai pelengkap. Laporan ke Komisi II DPR RI adalah salah satu strategi non-litigasi yang mereka tempuh untuk menekan pemerintah. Hal ini dilakukan untuk mencari dukungan politik dan meminta agar putusan yang non-executable atau batal demi hukum dapat diakui
- Berdasarkan fakta dan sejarah: Basuki Yaman menunjukkan bahwa putusan pengadilan terkait sengketa tanah tersebut tidak dapat dieksekusi. Argumentasinya didasarkan pada sejarah penguasaan tanah oleh warga yang sudah berlangsung lama.
- Indikasi cacat hukum: Warga menduga bahwa putusan pengadilan yang memerintahkan pengosongan lahan memiliki cacat hukum. Hal ini didasarkan pada dugaan bahwa putusan tersebut diperoleh melalui kolusi dan rekayasa, yang mengabaikan hak-hak warga yang sudah mendiami tanah tersebut selama puluhan tahun.
- Objek sengketa tidak jelas: Warga berpendapat bahwa putusan tersebut harusnya batal demi hukum karena objek sengketa tanah yang dimaksud dalam putusan tidak jelas dan tidak memiliki dasar yang kuat.
- Penguasaan tanah tidak terbantahkan: Argumen lain yang dikemukakan adalah bahwa warga telah menguasai tanah tersebut secara de facto dan de jure selama bertahun-tahun. Dengan demikian, putusan yang mengabaikan sejarah kepemilikan dan penguasaan tanah oleh warga haruslah dianggap batal.
- Menindaklanjuti dugaan mafia tanah yang diduga merekayasa putusan pengadilan.
- Mendorong Kementerian ATR/BPN untuk menyelesaikan sengketa ini dengan memprioritaskan hak-hak warga dan mengesampingkan klaim yang bermasalah.
- Memberikan tekanan politik agar putusan yang merugikan warga tidak dieksekusi
- Surat Muhammad Basuki Yaman ditujukan kepada Komisi II DPR RI, dan juga kepada DPR RI Komisi III dan juga Komisi I juga Komisi XI .Upaya Muhammad Basuki Yaman mewakili warga Kampung Cirapuhan (Dago Elos) adalah bagian dari strategi warga untuk melawan dugaan mafia tanah yang memanfaatkan proses peradilan. Strategi ini menggabungkan perlawanan di jalur hukum, politik, dan massa.Berikut adalah penjelasan mengenai peran surat Basuki Yaman ke Komisi II dan korelasinya bagi warga:1. Perbedaan Komisi II dan Komisi III DPR RI
- Komisi II: Membidangi urusan pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan pertanahan.
- Komisi III: Membidangi urusan hukum, hak asasi manusia, dan keamanan.
Oleh karena itu, Komisi II adalah tujuan yang tepat untuk menyuarakan masalah sengketa agraria yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di bawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).2. Surat ke Komisi II: Aksi Politik Warga- Tujuan: Surat Basuki Yaman ke Komisi II bertujuan untuk mendapatkan intervensi politik dari DPR agar pemerintah pusat, khususnya Kementerian ATR/BPN, menyelesaikan sengketa Dago Elos secara komprehensif dan berpihak kepada rakyat.
- Isi: Surat tersebut berisi analisa kasus yang disusun Basuki Yaman, yang menjelaskan dugaan adanya rekayasa "saling gugat" oleh keluarga Muller dan cacat hukum dalam putusan pengadilan. Ia mengindikasikan bahwa putusan tersebut tidak dapat dieksekusi (non-executable) dan seharusnya batal demi hukum.
- Respons: Laporan warga ini ditindaklanjuti oleh anggota Komisi II, seperti Dede Yusuf, yang meminta Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, untuk meninjau kasus ini.
3. Korelasi bagi Warga Kampung Cirapuhan- Strategi melengkapi jalur hukum: Setelah warga merasa putusan pengadilan tidak memberikan keadilan dan justru dimanfaatkan oleh dugaan mafia tanah, mereka memutuskan untuk menggunakan jalur politik. Surat ke Komisi II adalah bukti bahwa mereka tidak hanya berpasrah pada proses pengadilan, tetapi juga mencari dukungan dari lembaga legislatif.
- Membangun narasi perlawanan: Analisa kasus yang disusun Basuki Yaman membantu warga membangun narasi tandingan atas klaim sepihak yang disampaikan oleh keluarga Muller. Analisa ini menjadi landasan perjuangan warga di ranah publik dan politik.
- Mendapatkan perhatian publik: Laporan ke DPR juga menarik perhatian publik dan media, yang membantu meningkatkan tekanan terhadap pemerintah untuk bertindak adil. Aksi ini menjadi salah satu dari banyak upaya perlawanan warga, termasuk demonstrasi dan blokade jalan, yang menarik perhatian publik nasional.
- Tekanan kepada eksekutif: Dengan adanya arahan dari Komisi II, Kementerian ATR/BPN mendapatkan tekanan politik untuk menyelesaikan sengketa ini secara tuntas, bukan hanya sekadar mengikuti putusan peradilan yang dinilai cacat
- Peran Muhammad Basuki Yaman
- Bertindak sebagai koordinator pertanahan warga di Kampung Cirapuhan, yang termasuk wilayah Dago Elos.
- Menjadi juru bicara masyarakat untuk mengungkap dugaan praktik mafia tanah, kolusi, dan penyalahgunaan dokumen terkait klaim tanah.
- Mengajukan pengaduan ke instansi pemerintah, termasuk Komisi II DPR RI, Kementerian ATR, dan menyebarkan informasi melalui blog, YouTube, dan media sosial.
- Pandangan Mengenai Sengketa Dago Elos
- Basuki Yaman menekankan bahwa sengketa ini adalah rekayasa kolusi saling gugat, dengan empat pihak utama yang terlibat:
- Pihak pertama (Korban dalam sidang): Tergugat, termasuk warga dan instansi seperti Terminal Dago, yang memiliki hak sah atas tanah.
- Pihak kedua (Pelaku dalam sidang): Penggugat atau jaringan tergugat utama, oknum tokoh masyarakat, aparatur, spekulan dan oligarki yang berkolusi.
- Pihak ketiga (Korban tidak dalam sidang): Masyarakat dan negara yang berkepentingan dengan lahan publik dan fasilitas umum.
- Pihak keempat (Otak pelaku tidak dalam sidang): Individu yang diduga ikut memanipulasi dokumen dan berkolusi untuk kepentingan pribadi, misalnya beberapa spekulan lokal.
- Sejarah Sengketa Menurut Basuki Yaman
- Bermula sejak 1980-an, terkait isu tanah warisan dan penyalahgunaan surat BPN tahun 1983 oleh pihak tertentu.
- Menekankan bahwa sengketa ini lebih awal dari klaim civil pada 2016 seperti versi Forum Dago Melawan, dan konflik ini sudah berakar lama sebelum gugatan resmi.
- Rekaman dan Dokumentasi Suara
- Rekaman suara yang terkait biasanya berupa wawancara Basuki Yaman di YouTube atau kanal media lainnya, di mana ia menyampaikan kronologi sengketa, dugaan praktik kolusi, dan analisis putusan pengadilan yang dianggap janggal.
- Ia membedakan perannya dan versi kasusnya dengan Forum Dago Melawan, terutama pada aspek tanggal mulainya sengketa, modus operandi, dan fokus pada aspek legal formal.
- Tujuan dari Rekaman dan Penyampaian Informasi
- Mendokumentasikan peran warga sebagai korban dan pemilik sah tanah.
- Mengedukasi publik tentang praktik mafia tanah, manipulasi dokumen, penyalahgunaan jalur hukum, dan kolusi yang terjadi dalam kasus Dago Elos.
- Meminta pemerintah untuk membatalkan gugatan dan menegakkan keadilan bagi warga Kampung Cirapuhan.
- YouTube: Kampung Cirapuhan Bandung di himpit sandiwara Dago Elos Melawan Muller
- YouTube: Muhammad Basuki Yaman - Empat Pihak dalam Rekayasa Saling Gugat Dago Elos
- YouTube: Membongkar Mafia di Dago Elos
Muhammad Basuki Yaman dalam kasus Tanah Dago
Berdasarkan literatur dan prinsip-prinsip advokasi yang terkemuka, strategi Muhammad Basuki Yaman dalam advokasi sosial dan politik dapat dianalisis melalui beberapa dimensi utama, yang menggabungkan komunikasi, jaringan, hukum, dan mobilisasi publik. Strategi-strategi ini bersifat sistematis, pragmatis, dan adaptif terhadap konteks sosial-politik Indonesia.
1. Pendekatan Sistematis dan Terencana
- Identifikasi isu sosial-politik utama yang relevan dengan masyarakat, misalnya ketidakadilan struktural atau kesenjangan akses publik.
- Pengumpulan data dan riset untuk memastikan dasar argumen berbasis bukti (evidence-based advocacy).
- Penetapan target dan tujuan advokasi dengan menggunakan prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time-bound).
2. Penguatan Jaringan dan Koalisi
- Grassroots networking: Menggalang dukungan dari organisasi akar rumput, komunitas lokal, federasi, dan perserikatan.
- Koalisi lintas sektor: Menyatukan LSM, akademisi, tokoh masyarakat, dan media untuk memperkuat legitimasi advokasi.
- Menentukan lingkar inti (core group) yang menggerakkan advokasi secara konsisten, serta lingkar eksternal yang mendukung penuh.
3. Strategi Komunikasi Efektif
- Framing isu secara persuasif agar audiens memahami urgensi masalah dan solusi alternatif.
- Pemilihan media yang tepat, baik tradisional maupun sosial, untuk menjangkau berbagai kelompok umur dan kelas sosial.
- Interaksi dua arah dengan stakeholder, bukan sekadar penyampaian informasi, tetapi menjaring opini dan dukungan masyarakat.
- Penggunaan narasi yang menyentuh emosi dan logika, misalnya kasus nyata yang menggambarkan dampak sosial suatu kebijakan.
4. Lobi Politik dan Aksi Kolektif
- Dialog langsung dengan pembuat kebijakan, negosiasi, audiensi, dan penyampaian draft alternatif.
- Pendekatan non-litigasi, seperti mediasi atau musyawarah, untuk mencapai kesepakatan tanpa konflik hukum.
- Mobilisasi massa, aksi publik, dan kampanye hukum (misal melalui class action) bila diperlukan untuk meningkatkan tekanan politik.
5. Advokasi Multidimensi: Litigasi dan Non-Litigasi
- Litigasi: Menggunakan legal standing dan class action untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui jalur hukum.
- Non-litigasi: Kampanye publik, advokasi media, serta kolaborasi dengan pihak politik/reformist untuk perubahan kebijakan lebih cepat.
6. Monitoring, Evaluasi, dan Adaptasi
- Monitoring progres advokasi untuk menilai efektivitas strategi.
- Evaluasi hasil guna memperbaiki langkah-langkah selanjutnya.
- Fleksibilitas strategy untuk menanggapi resistensi politik, keterbatasan sumber daya, dan dinamika publik.
7. Prinsip-prinsip Dasar dalam Advokasi
- Realisme: Fokus pada isu spesifik yang bisa dicapai.
- Sistematisitas: Perencanaan advokasi yang matang dan terstruktur.
- Strategis dan penuh perhitungan kekuasaan: Mengetahui kekuatan sendiri dan pihak oposisi.
- Keberanian dan konsistensi: Mengusahakan perubahan sosial bertahap tanpa tergesa-gesa.
Kesimpulan
- Jalur pengadilan mengalami kendala: Basuki Yaman, sebagai perwakilan warga, menyadari bahwa kasus ini melibatkan dugaan mafia tanah dengan rekayasa yang sangat terstruktur, termasuk dugaan adanya kecacatan hukum pada putusan pengadilan yang ada. Dengan kata lain, jalur pengadilan yang sudah ditempuh tidak memberikan keadilan yang diharapkan oleh warga.
- Jalur politik sebagai strategi pelengkap: Laporan kepada DPR RI, khususnya Komisi II yang membidangi pertanahan, adalah strategi untuk mencari dukungan politik. Tujuannya agar ada tekanan politik kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk meninjau kembali kasus ini dan memihak pada warga.
- Optimalisasi strategi perjuangan: Kombinasi antara jalur pengadilan dan politik memungkinkan Basuki Yaman dan warga Dago Elos untuk memaksimalkan upaya mereka. Mereka menggunakan argumen hukum terkait putusan yang non-executable dan batal demi hukum di ranah politik untuk mendapatkan dukungan dari anggota parlemen.
Komentar
Posting Komentar