Riwayat Sejarah Tanah Dago dan kampung Cirapuhan

Riwayat singkat 

 Berikut versi ringkas kronologi konflik tanah Dago menurut warga Kampung Cirapuhan, termasuk dugaan mafia tanah sejak 1983:  

±1850–1870: Leluhur warga disebut panjeupuhan di pinggir aliran sungai ( cipanyepuhan cirapuhan ) panyeupahan artinya ( ahli ) besi tempa atau teknisi atau petani yang ada disekitar aliran sungai . Ci adalah sungai .   mulai menetap dan kuasai tanah turun-temurun, tanpa gangguan berarti.  

1880–1930-an: Keluarga Nawisan bertumbuh, tanah tetap dikuasai, kolonial mulai buat surat tanah sepihak (EV 3740, 3741, dll).  

1945–1960: Indonesia merdeka, warga masih bertahan, tapi sertifikasi resmi terbatas karena dokumen kolonial tidak berlaku.  

1983–2025: Dugaan aksi mafia tanah dengan surat BPN palsu (SHM aspal) berbagai ukuran, melibatkan oknum warga, tokoh masyarakat, aparatur, dan oligarki.  

1973: Yayasan Ema secara sepihak serahkan lahan 6,9 ha, pemerintah hanya kembalikan 0,9 ha.  

1984–1990an: Wilayah RW 02 berkembang dengan pasar dan terminal, warga mulai menduduki lahan publik seperti lapangan bola, masjid, dan makam sebagai protes.  

2008–2025: Lapangan bola jadi tempat sampah ilegal untuk menduduki lahan warga.  

2016: Keluarga Muller ajukan gugatan lahan 6,3 ha berdasarkan dokumen kolonial ke PN Bandung.  

2017–2025: Muncul saling gugat antar pihak bukan warga Cirapuhan, warga curiga ini rekayasa untuk legalitas palsu.  

Riwayat lebih lengkap

Berikut kronologi konflik tanah Dago versi warga Kampung Cirapuhan lengkap dengan aksi mafia tanah sejak  penyalah gunaan surat BPN 1983:  

±1850–1870  

Leluhur warga Kampung Cirapuhan mulai menetap dan menguasai tanah secara turun-temurun.  

- Sejak ±1850–1870, leluhur warga membuka dan menempati tanah di sekitar PMI hingga Kampung Cirapuhan.  

- Hidup turun-temurun tanpa gangguan hingga era modern.  Dimulai berkebun dan pembangunan rel tahun 1880 an . 

1880an - 1890 an Keluarga nawisan semakin banyak anak anaknya mulai menikah , Okoh menikah dengan hasim , emeh menikah dengan Adikarta , Eyong dengan Mardasik , Ewung menikah dengan Karmita alias Mita

1890 an 1930 an Nawisan mulai punya Cucu diantanya Tama bin Hasim , Rahman Hadi saputra lahir 1912 anak dari Ewung dan Mitha , Amat bin Eyong Mardasik 

- Tidak pernah ada penyerahan tanah ke pihak Jaringan Mafia Tanah kecuali dengan cara initimidasi , penghalang halangan hak dan penekanan kolonial dan atau neo kolonialisme modern . 

1900 an Kolonial memanfaatkan KNIL menggusur pribumi bernama nawisan dan lainnya  Dari PMI  ke kampung cirapuhan ( saat ini rt 07 rw 01 , rt 08 , rt 09 , rt 06 )  . dan yang lainnya di seberang jalan GG sawargi rt 03 rw 01 dan lainnya . Kolonial itu membuat beberapa surat tanah diantara nya EV 3740 , 3741 dan mungkin lainnya

1920 an Kolonial secara secara sepihak kembali membuat surat EV 3742 dan 6467 dan mungkin lainnya . 

1945- 1950 an Indonesia Merdeka  dan mempertahan kemerdekaan

Antek antek kolonialisme turut menggusur pribumi salah satunya keluarga Karto / embeng

1948 Tjetje menjadi Kepala Desa Tjoblong Soewondo menjadi Rukun Keluarga 01 jajayway sebelah barat kampung Cirapuhan . 

1956 Nonoh menjadi kepala desa tjoblong kecamatan cibeunjing kota Besar Bandung

1960  UUPA disahkan, dokumen kolonial tidak berlaku ( toleransi hingga 1980 ) . Warga tetap kuasai tanah, tapi sertifikasi terbatas.  

1960 an ahya bekerja sebagai penggali pasir di Keluarga Tomi Rokayah ( rokayah binti tama bin okoh binti Nawisan ) 

!960 an Didi Koswara menjadi kakak Ipar Asep makmun karena menikah dengan Enih binti Ahya

1967.1968 pada sekitar Tahun 2016 / 2017 di sidang  Asep makmun mengaku didi koswara ada kesepakatan dengan yayasan ema Namun warga meragukannya 

1973 Yayasan Ema secara sepihak ( tanpa diketahu warga ) menyerahkan 6,9 ha . Pemerintah menyerahkan balik seluas sekitar 0,9 hektar

1974 - 1984/1989 pemerintah menjadikan Eks Penggalian menjadi TPA di kampung cirapuhan

beberapa sektor daur ulang mulai ada positiv membuka lapangan kerja dan ada negativ menduduki lahan fasilitas umum dan pihak lain

1983 hingga 2025 Diduga mulai aksi mafia tanah dengan surat BPN palsu (SHM aspal) berbagai luas, tanpa sepengetahuan warga.  melibatkan oknum warga , oknum tomas , oknum toga , oknum aparatur , oligarki dan spekulan

1984 - 1990 an pembagian di wilayah Rw 02 ada Terminal dago , pasar inpress ( didalam nya ada Los los dan hingga ada kantor pos ) . warga rw 02 di bagian belakang nya selanjutnya julukan lokasi di tambahkan Elos. Di Kampung Cirapuhan rt 07 rw 01 wilayah bawah hunian , makam , masjid dan lapangan bawah wilayah atas lapangan bola dan perkebunan warga . 

- 1983–2000-an: Terbit dokumen-dokumen “aspal” (SHM palsu: 80 m², 270 m² , 868 meter , 15.000 m² dan masih banyak lagi .  

Oknum warga cirapuhan yang sudah dapat bagian di dago elos belakang dan juga di kampung cirapuhan tak terima sehingga menduduki pasar inpress dan menduduki lapangan bola atas dan lapangan bawah , masjid dan makam juga pihak lainnya , modus nya mengubah pihak dan batas pribadi hingga batas rw . 

2004 Terminal Dago di gunakan sebagai pasar subuh pindahan dari luapan pedagang pasar pinggir jalan di trotoar simpang Dago . 

Beberapa oknum mulai terlibat masalah agraria dengan mengklaim objek dan atau pengalihan lainnya . Dan atau juga merubah pihak dan luas objek yang disepakati  ( catatan lainnya memang ada beberapa objek kios sudah ada sejak 1980 an atau 1990an yaitu di bagian selatan terminal Dago ) 

- 2008 & 2011/ 2012 hingga 2025 sekarang : Lapangan bola kembali dijadikan tempat sampah ilegal oleh oknum untuk menduduki lahan di kampung cirapuhan rt 07 rw 01 dan sekitarnya

- Disertai intimidasi dan pelanggaran hak warga. Oknum ini mulai membuat pondasi legal standing dengan pbb tahun 2002 , dengan didukung oknum rw 02 daan oknum rw 01 dengan di baiaya oligarki dan spekulan . sehingga terbit shm aspal 80 m , 270 mtr , 868 meter dengan modus wakaf dan lainnya . Namun merubah pihak dan atau merubah batas dan atau merubah nama lokasi wilayah . 

2010 mulai ada masalah dengan adanya pihak yang memproses objek tak jelas alas hak dan lokasinya ,  Syarif Hidayat memproses hak tanah Didi koswara 

2016   diduga mulai di gunakannya modus Saling Gugat Keluarga Muller gugat ±6,3 hektare lahan ke PN Bandung berdasarkan dokumen kolonial, muncul SHM atas nama mereka.  Bu Raminten / H Syamsul Mapareppa juga menggunakan alas hak Barat Eigendome verponding 6,9 

2017–2022 hingga sekarang ( 2025  ) 

Timbul saling gugat antar pihak yang bukan warga Cirapuhan ( namun oknum terlibat , warga curiga ini rekayasa hukum buat legalitas palsu.  

2 Pion jaringan mafia tanah di pihak penggugat di hukum 3,5 tahun . 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Isi

Pengajuan / permohonan / laporan warga Kampung Cirapuhan

Analisa Modus Mafia Tanah Saling Gugat