Kondisi pemerintahan Saat Ini

permohonan kebijakan khusus kepada Presiden dan DPR RI. 

---


📝 Surat Terbuka Warga Kampung Cirapuhan

Permohonan Kebijakan Khusus Penyelesaian Kasus Tanah Dago


Kepada Yth.

Panglima Tertinggi Republik Indonesia

Qq Presiden Republik Indonesia

dan

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

dan juga pihak dan atau lembaga lainnya


Dengan hormat,


Kami, perwakilan warga Kampung Cirapuhan RW 01, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, menyampaikan permohonan kebijakan khusus atas penyelesaian konflik tanah Dago yang telah berlangsung secara sistemik, manipulatif, dan merugikan warga secara sosial, historis, dan hukum.


🧭 Latar Belakang


Kampung Cirapuhan telah dihuni oleh leluhur kami sejak sekitar tahun 1850–1870. Kami adalah komunitas adat yang memiliki jejak sejarah, makam leluhur, dan keterlibatan dalam pembangunan infrastruktur kolonial seperti rel kereta, gua militer Belanda, dan PLTU Dago Bengkok. Namun sejak era kolonial, tanah kami mulai digugat melalui dokumen Eigendom Verponding yang kami nilai cacat secara hukum dan moral.


Sejak tahun 1970-an, wilayah kami dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), pasar inpres, dan objek manipulasi administratif. Terbitnya SHM dan PBB aspal, intimidasi aparat, serta rekayasa hukum melalui modus kolusi saling gugat telah mengancam ruang hidup kami.

Kami Tak hendak menguasai dan atau mengakui sejengkal pun bila bukan hak kami Namun sebaliknya bila hak Kami dan kelompok kami maka kami mohon diberikan secara Bijaksana . Jika bukan hak kami dan atau kelompok kami Buktikan lah , sebaliknya kami pun akan terus membuktikan nya . 

Seandai nya kehidupan masih ada maka pantas lah kami memperjuangkan Hak . Dan Seandainya kematian dan atau kelemahan datang lebih dulu maka pantas lah kami menuju yang menjadi Hak dan juga untuk menghapus banyak dosa kami . Yang akan dilanjutkan perjuangannya oleh siapa dan kapanpun dan atau Dimana pun  . Sehingga semua menjadi paham bahwa kami telah menitipkan amanah berupa Hak bukan hanya bicara Tanah . Tak ada sejengkal pun tanah yang akan menjadi Hak kecuali memang Hak . 


⚖️ Permohonan Khusus


Kami memohon agar penyelesaian kasus tanah Dago tidak hanya diserahkan kepada lembaga yudikatif ,  namun di tarik darinya , dan atau melainkan ditangani secara khusus oleh:


- Lembaga Eksekutif, melalui Presiden dan kementerian terkait, untuk membentuk Satgas Khusus Penanganan Konflik Tanah Dago.

- Lembaga Legislatif, melalui DPR RI Komisi I , II ,  III , XI dan lainnya termasuk fraksi di DPR , untuk melakukan pengawasan dan investigasi langsung terhadap proses hukum dan administratif yang terjadi.


Kami telah berkirim surat kepada Presiden dan DPR RI sebagai bentuk permohonan resmi, dan kami tegaskan bahwa penyelesaian ini menyangkut keadilan historis, hak konstitusional, . martabat warga negara. Dan juga Bangsa . 


🔍 Kejanggalan yang Kami Soroti


- Gugatan yang disebut “murni” ternyata merupakan rekayasa saling gugat antara penggugat dan tergugat utama.

- Tergugat utama telah siap sebelum gugatan diajukan, menunjukkan skenario yang telah dirancang.

- Penggugat tidak dapat mendata para tergugat tanpa bantuan tergugat utama.

- Aktivitas paralel antara penggugat dan tergugat memperkuat dugaan kolusi.

- Putusan hukum yang keluar tidak menyentuh akar masalah, dan hanya mengorbankan dua pion untuk menyelamatkan jaringan mafia tanah yang lebih besar.

Kemanusiaan dan Kejanggalan Konflik Tanah Dago

Versi Warga Kampung Cirapuhan


Kami adalah keluarga kecil dengan tiga anak. Anak pertama kini berusia 27 tahun, namun separuh hidupnya tidak bersama kami karena harus dititipkan kepada keluarga lain. Anak kedua berusia 20 tahun, namun cobaan hidup membuatnya tumbuh dalam kondisi yang tidak seutuhnya dewasa. Anak ketiga kami asuh sendiri, di tengah situasi keamanan yang tidak kondusif akibat konflik tanah yang tak kunjung selesai.


Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan negara yang telah menopang kehidupan kami. Namun kami juga menyampaikan bahwa konflik ini bukan hanya soal hukum, melainkan soal keadilan sosial dan keberlangsungan hidup keluarga kami dan warga lainnya.


Salah satu penandatangan petisi kami, Uci Kuswida, gugur pada 31 Mei dengan uang damai sekitar 10 juta rupiah. Kami tidak hendak membuka kasus ini lebih jauh, namun ini menjadi catatan penting: bahwa mereka yang mengaku mewakili warga dalam konflik agraria ternyata tidak mengenal masyarakat adat yang sesungguhnya. Maka klaim “mewakili warga” perlu dipertanyakan.


Kami juga mencatat bahwa bentrokan antara polisi dan warga Dago Elos pada 14 Agustus 2023 bukanlah murni aspirasi rakyat terhadap gugatan Muller. Ada indikasi provokasi dan tekanan konflik yang dipicu oleh modus saling gugat, yang merupakan bagian dari kolusi jaringan mafia tanah.


Artinya, konflik ini telah berdampak serius:

- Mengadu domba antara pihak yang tidak memiliki hak dengan pihak lain yang juga tidak memiliki hak.

- Mendorong perjuangan yang tidak jelas arah dan dasarnya.

- Menyebabkan warga yang seharusnya dilindungi justru terjebak dalam skenario yang dirancang oleh pihak luar.


Kami tegaskan: ini bukan gugatan murni. Ini adalah rekayasa saling gugat. Dan kami, warga Kampung Cirapuhan, menolak dijadikan latar belakang dari panggung yang tidak kami ciptakan.

Ruang Hidup Pasca TPA
Versi Warga Kampung Cirapuhan

Setelah tempat pembuangan akhir (TPA) di wilayah Kampung Cirapuhan ditutup, warga memulihkan lahan tersebut dengan membangun lapangan bola dan kebun penghijauan. Ini bukan sekadar estetika, melainkan bentuk nyata dari pemulihan ruang hidup yang sebelumnya dirusak oleh kebijakan sepihak.

Namun pada tahun 2008 hingga 2012, jaringan mafia tanah kembali beraksi. Mereka melakukan pengerusakan terhadap lapangan dan kebun, lalu mengaktifkan kembali fungsi tempat sampah demi kepentingan bisnis pribadi. Tindakan ini bukan hanya pelanggaran lingkungan, tapi juga penghinaan terhadap upaya warga membangun kehidupan yang sehat dan berkelanjutan.

Lebih dari itu, mereka mencoba mengadu domba warga dengan aparat TNI dan POLRI, menciptakan ketegangan sosial yang tidak perlu. Strategi ini diduga sebagai bagian dari modus saling gugat, di mana konflik sengaja dipicu untuk menciptakan kekacauan, memperlemah solidaritas warga, dan membuka jalan bagi penguasaan lahan secara paksa.

Bahkan dalam skema gugatan ini, mereka menyeret seorang purnawirawan perwira tinggi untuk memperkuat tekanan hukum dan sosial terhadap warga. Dalam berbagai demonstrasi—baik di jalanan, pengadilan, DPR, maupun kantor pemerintahan— tampak pola anarkis yang ditutupi dengan isu-isu publik seperti agama, pendidikan, dan hak asasi manusia. Padahal, di balik itu, mereka mendorong masuknya spekulan, oligarki, ormas, dan oknum aparatur ke dalam konflik yang seharusnya menjadi ruang perjuangan warga.

> “Kami bukan melawan hukum. Kami melawan manipulasi atas hukum. Kami bukan menolak pembangunan. Kami menolak penghancuran ruang hidup yang dibungkus dengan narasi palsu.” — Warga Kampung Cirapuhan
Bukti Perhatian Pemerintah & Eksploitasi Terselubung
Versi Warga Kampung Cirapuhan

Pada tahun 2005, warga Kampung Cirapuhan menerima surat dari Wakil Ketua DPRD Kota Bandung dan Sekretaris Daerah (Sekda) yang menyetujui pemasangan jalur pipa PDAM. Latar belakangnya adalah krisis air bersih selama ±32 tahun, dan kesepakatan awal mencakup 30 sambungan, yang kini telah berkembang menjadi lebih dari 100 sambungan aktif. Ini membuktikan bahwa wilayah ini diakui secara administratif dan sosial.

Pada tahun 2007, warga juga menerima surat rekomendasi pendidikan dari Ketua DPRD Kota Bandung, menandakan bahwa pendidikan warga menjadi perhatian . Lalu pada 2010, warga berkoordinasi dengan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial dan Kementerian Sosial (Depsos) untuk membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan pelatihan ekonomi produktif.

Namun, di balik perhatian itu, muncul pola eksploitasi:

- Pedagang dari luar masuk bukan untuk kepentingan sosial, melainkan sebagai sapi perah bagi jaringan mafia tanah, yang menggunakan mereka sebagai alat legitimasi.
- Lapangan bola yang telah dihijaukan kembali dijadikan tempat sampah, lalu dijadikan dasar hukum palsu untuk menduduki lahan hijau dan resapan air.
- Penyerobotan fasilitas umum dilakukan dengan membuka usaha kotor di atas lahan warga, bukan untuk pemberdayaan, melainkan untuk penguasaan.

🌋 Dampak Lingkungan dan Sosial

- Wilayah tebing yang dihuni warga mengalami dua kali musibah longsor, akibat rusaknya sistem resapan air dan dampak gas dari sampah.
- Simpatisan jaringan mafia tanah tidak ikut serta menangani dampak, bahkan membangun bangunan megah di puncak tanpa memperhatikan limbah air kotor yang mengalir ke bawah.
- Ini bukan pembangunan. Ini adalah eksploitasi sistematis yang mengabaikan keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan.

---

> “Kami punya bukti. Kami punya sejarah. Tapi kami juga punya luka yang terus digali oleh mereka yang menjadikan kampung kami sebagai ladang bisnis, bukan ruang hidup.” — Warga Kampung Cirapuhan


📢 Harapan Kami


Kami percaya bahwa negara hadir untuk melindungi warganya, bukan membiarkan mereka tersingkir oleh manipulasi hukum dan kekuasaan. Kami bukan hanya menuntut kebijaksaan hak atas tanah, tapi hak atas sejarah, ruang hidup, dan keadilan ( kami ganti dengan Kebijaksaan ) 


Demikian surat ini kami sampaikan. Semoga menjadi perhatian serius dan ditindaklanjuti dengan kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

Dengan hormat,


Kami, perwakilan warga Kampung Cirapuhan RW 01, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, menyampaikan permohonan agar konflik tanah Dago yang telah berlangsung selama puluhan tahun dapat ditangani secara khusus oleh lembaga eksekutif dan legislatif Republik Indonesia.


🧭 Latar Belakang


Kampung Cirapuhan telah dihuni oleh leluhur kami sejak sekitar tahun 1850–1870. Kami adalah komunitas adat yang memiliki jejak sejarah, keterlibatan dalam pembangunan infrastruktur kolonial, dan bukti fisik berupa makam leluhur yang masih ada hingga kini.


Namun sejak era kolonial dan berlanjut hingga masa kini, wilayah kami menjadi objek manipulasi hukum dan administratif. Terbitnya dokumen Eigendom Verponding, penggusuran sepihak, dan rekayasa hukum melalui modus saling gugat telah mengancam ruang hidup kami.


⚠️ Kejanggalan dan Dampak


- Gugatan yang disebut “murni” ternyata merupakan rekayasa saling gugat antara penggugat dan tergugat utama, yang saling bekerja sama untuk melegitimasi penguasaan tanah.

- Lapangan bola dan kebun penghijauan yang dibangun warga pasca penutupan TPA dirusak kembali oleh jaringan mafia tanah, lalu dijadikan tempat sampah demi kepentingan bisnis.

- Warga di tebing mengalami dua kali musibah longsor, namun simpatisan jaringan mafia tanah tidak ikut serta menangani dampaknya.

- Pihak luar membangun bangunan megah di puncak, tanpa memperhatikan sistem limbah dan resapan air, yang merugikan warga di bawah.

- Demonstrasi dan aksi hukum yang dilakukan jaringan ini tampak anarkis, namun ditutupi dengan isu agama, pendidikan, dan HAM, padahal tujuannya adalah memasukkan spekulan, ormas, dan oknum aparatur ke dalam wilayah kami.


📜 Bukti Administratif


- Tahun 2005: Surat dari Wakil Ketua DPRD dan Sekda Kota Bandung untuk pemasangan jalur PDAM (30 sambungan, kini lebih dari 100).

- Tahun 2007: Surat rekomendasi pendidikan dari Ketua DPRD Kota Bandung.

- Tahun 2010: Koordinasi dengan STKS dan Depsos untuk pembentukan KUBE dan pelatihan ekonomi.


Namun semua upaya pemberdayaan ini dirusak oleh pihak-pihak yang menjadikan wilayah kami sebagai ladang eksploitasi, bukan ruang hidup.


🙏 Permohonan Kami


Kami memohon agar:


1. Pemerintah pusat membentuk Satgas Khusus Penanganan Konflik Tanah Dago, lintas kementerian dan lembaga.

2. DPR RI melalui Komisi II dan III melakukan pengawasan dan investigasi langsung terhadap proses hukum, administratif, dan sosial yang terjadi.

3. Presiden Republik Indonesia mengambil kebijakan afirmatif untuk melindungi hak warga atas ruang hidup, sejarah, dan identitas kampung.


Kami bukan hanya menuntut hak atas tanah. Kami menuntut keadilan atas sejarah, martabat, dan masa depan anak-anak kami.


Demikian surat ini kami sampaikan. Semoga menjadi perhatian serius dan ditindaklanjuti dengan kebijakan yang berpihak kepada rakyat.


Hormat kami,

Perwakilan Warga Kampung Cirapuhan RW 01

Bandung, Indonesia


Hormat kami,

Perwakilan Warga Kampung Cirapuhan RW 01

Bandung, Indonesia


Untuk memperkuat posisi warga Kampung Cirapuhan dalam menyampaikan permohonan kebijakan khusus kepada lembaga eksekutif dan legislatif, berikut ini versi naratif yang bisa digunakan sebagai bagian dari surat terbuka, pernyataan resmi, atau naskah kampanye:


---


🧭 Permohonan Kebijakan Khusus: Penyelesaian Kasus Tanah Dago Melalui Jalur Eksekutif dan Legislatif


Kami, perwakilan warga Kampung Cirapuhan, menyampaikan bahwa konflik tanah Dago bukan sekadar perkara hukum biasa. Ini adalah persoalan struktural yang menyangkut sejarah, identitas, dan keberlangsungan ruang hidup warga. Oleh karena itu, kami memohon agar penyelesaian kasus ini tidak hanya diserahkan kepada lembaga yudikatif, melainkan juga diambil alih secara khusus oleh lembaga eksekutif dan legislatif Republik Indonesia.


Sebagaimana telah kami sampaikan dalam surat sebelumnya, kami telah berkirim surat kepada Panglima Perang Tertinggi Republik Indonesia, yaitu Presiden, serta kepada Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai bentuk permohonan resmi agar kasus ini ditangani secara lintas-lembaga dan lintas-kewenangan.


⚖️ Kondisi Pemerintahan Saat Ini


Indonesia adalah negara republik dengan sistem presidensial, di mana kekuasaan dibagi ke dalam tiga pilar utama:

- Eksekutif: dipimpin oleh Presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

- Legislatif: DPR dan DPD sebagai wakil rakyat yang memiliki fungsi pengawasan dan legislasi.

- Yudikatif: Mahkamah Agung dan lembaga peradilan lainnya yang menjalankan fungsi hukum.


Namun dalam praktiknya, terdapat tantangan serius:

- Kemunduran demokrasi, intoleransi, dan lemahnya penegakan hukum.

- Ketimpangan kekuasaan antara lembaga, yang sering kali membuat penyelesaian konflik agraria berlarut-larut.

- Belum adanya penyelesaian struktural terhadap pelanggaran HAM berat dan konflik tanah, termasuk kasus Dago.


🧩 Urgensi Penanganan Khusus


Kasus tanah Dago, khususnya versi Kampung Cirapuhan, menunjukkan indikasi kuat adanya:

- Modus mafia tanah saling gugat, yang menyalahgunakan sistem hukum untuk melegitimasi perampasan tanah.

- Kolusi antara penggugat dan tergugat utama, yang memperlihatkan bahwa proses hukum telah dimanipulasi sejak awal.

- Kejanggalan administratif dan historis, termasuk manipulasi SHM, perubahan nama kampung, dan penghilangan jejak masyarakat adat.


Oleh karena itu, kami memohon agar:

- Pemerintah pusat membentuk Satgas Khusus Penanganan Konflik Tanah Dago, lintas kementerian dan lembaga.

- DPR RI melalui Komisi II dan Komisi III melakukan pengawasan dan investigasi langsung terhadap proses hukum dan administratif yang terjadi.

- Presiden dan lembaga eksekutif mengambil kebijakan afirmatif untuk melindungi hak warga atas ruang hidup dan sejarah kampung.

Kondisi pemerintahan Saat Ini

Kondisi pemerintahan Indonesia saat ini adalah negara republik dengan sistem presidensial, yang diatur oleh undang-undang dasar dan prinsip pembagian kekuasaan. Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, namun praktik menunjukkan adanya perdebatan tentang keseimbangan kekuasaan antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Meskipun demokrasi secara umum dinilai cocok dan mayoritas masyarakat puas, terdapat tantangan seperti isu kemunduran demokrasi, intoleransi, dan masalah penegakan hukum. 

Sistem Pemerintahan
  • Republik Presidensial:
    Indonesia adalah negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik dan sistem presidensial. 
  • Presiden:
    Sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, presiden dipilih langsung oleh rakyat. 
  • Pembagian Kekuasaan:
    Ada tiga lembaga utama: eksekutif (dipimpin presiden), legislatif (DPR dan DPD), dan yudikatif (Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya). 
Tantangan dan Perdebatan
  • Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan:
    Meskipun secara teori menganut sistem presidensial dengan pemisahan kekuasaan (checks and balances), dalam praktiknya ada perdebatan apakah sistemnya lebih condong ke pembagian kekuasaan yang cenderung menciptakan tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif, sehingga bisa menghambat kinerja pemerintah. 
  • Kemunduran Demokrasi:
    Dalam dua dekade terakhir, demokrasi Indonesia dinilai mengalami kemunduran, ditandai dengan peningkatan intoleransi, kurang berfungsianya lembaga pemilihan dan perwakilan, serta adanya isu kepentingan dalam musyawarah. 
  • Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat:
    Sejak era pemerintahan sebelumnya, belum ada penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara yudisial, dan masih terus dituntut penyelesaian oleh keluarga korban. 
  • Penegakan Hukum dan Korupsi:
    Masih ada kekhawatiran terhadap praktik korupsi yang dapat merusak lingkungan investasi dan pertumbuhan ekonomi, serta perlunya peningkatan tindakan untuk membalikkan tren negatif dalam tata kelola pemerintahan. 
Dukungan dan Harapan
  • Peran Masyarakat:
    Masyarakat Indonesia secara umum percaya demokrasi adalah sistem terbaik, dan pemerintah serta masyarakat diharapkan memiliki tekad untuk mewujudkan administrasi pemerintahan yang baik dan toleransi. 
  • Peran Pemerintah Baru:
    Ada harapan bagi pemerintah baru dan lembaga anti-korupsi untuk meningkatkan upaya perbaikan dan implementasi program substantif untuk membalikkan tren negatif dalam tata kelola pemerintahan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Isi

Pengajuan / permohonan / laporan warga Kampung Cirapuhan

Analisa Modus Mafia Tanah Saling Gugat