Kompleksitas Pihak Dalam kasus Dago Elos

 Menurut Muhammad Basuki Yaman, kasus Dago Elos bukanlah sengketa tanah biasa, melainkan modus operasi mafia tanah dengan rekayasa saling gugatyang melibatkan berbagai pihak dari warga, oknum aparatur, hingga lembaga hukum dan korporasi. Kompleksitas kasus ini dapat dianalisis sebagai berikut:

Perbandingan Struktur Pihak dalam Kasus Dago Elos





🟨 Versi 2 Pihak (Konvensional)

- Penggugat: Pihak yang mengajukan gugatan.

- Tergugat: Pihak yang digugat.


Model ini adalah struktur hukum standar yang sering digunakan di pengadilan, tetapi bisa menyederhanakan kenyataan di lapangan.


🟧 Versi 4 Pihak (Kompleksitas Nyata)

1. Pelaku dalam Sidang

   → Orang atau pihak yang aktif terlibat dalam proses hukum dan memiliki peran dalam sengketa.


2. Korban Sidang

   → Pihak yang terdampak langsung dan hadir dalam proses persidangan.


3. Pelaku di Luar Sidang

   → Pihak yang punya peran penting dalam sengketa, tapi tidak ikut secara formal dalam proses hukum.


4. Korban di Luar Sidang / Warga Tidak Ikut Sidang

   → Masyarakat atau individu yang terdampak, namun tidak dilibatkan dalam proses hukum.


---


🔍 Implikasi dari Versi 4 Pihak

- Menunjukkan bahwa kasus ini tidak hanya soal dua pihak yang saling menggugat, tapi ada jaringan sosial dan hukum yang lebih luas.

- Bisa jadi ada kolusi, manipulasi data objek tanah, atau pengabaian hak warga yang tidak ikut sidang.

- Menyoroti pentingnya transparansi dan inklusivitas dalam penyelesaian sengketa tanah.

Kemudian Pihak dalam sidang terbagi lagi : 

1. Struktur Para Tergugat

Dalam kasus perdata yang melibatkan 336 pihak tergugat, Basuki Yaman membaginya menjadi kelompok utama berdasarkan strategi pembelaan dan posisi dalam sengketa:
  1. Kelompok Utama (Tergugat Pembela Isidentil)
    • Terdiri dari warga yang mempertahankan tanah dan pihak yang diduga kolusi atau simpatisan jaringan mafia tanah.
    • Mengemukakan lokasi sengketa di Dago Elos dan RW 02.
    • Mengajukan permohonan ke hakim agar BPN memproses hak pertanahan RW 02 sebelum gugatan resmi didaftarkan.
    • Bukti yang diajukan dianggap tidak jelas, termasuk dokumen Eigendom Verponding versi berbeda-beda: H. Syamsul Mapareppa, Raminten, Frederic Willem Berg, Joost Willem Sloot.
    • Kelompok ini memiliki akses luas ke lembaga, individu, dan jaringan hukumtermasuk dukungan campuran dari ulama, ormas, preman, dan pejabat berpangkat tinggi.
    • Kompleksitas muncul karena pembelaan awal hanya diwakili oleh sebagian kuasa (mis. Tergugat II), meski jaringan mereka luas.
  2. Tergugat №88 (An Mina)
    • Awalnya mengklaim lokasi di Dago (tanpa Elos).
    • Kemudian mendukung kelompok Raminten cs yang menggunakan alas hak Barat, dan akhirnya mulai sadar ada kejanggalan.
    • Diperkirakan membentuk Kelompok 12 sebagai entitas baru dalam proses hukum.
  3. Tergugat 334 (Dinas Perhubungan)
    • Kuasa hukum dinilai jelas, cerdas, dan konsisten.
    • Menunjukkan bahwa alas hak Barat versi penggugat dan tergugat utama bertentangan dengan laporan BPN Bandung.
    • Memulai kesadaran akan kejanggalan jalannya sidang sejak tingkat pertama, namun tidak mengikuti banding berikutnya.
  4. Tergugat 335 (PT Pos Indonesia)
    • Menyebut Dago Elos hanya terkait administrasi pengiriman surat.
    • Kuasa hukum bersikap pasif/nutral dan akhirnya tidak mengikuti banding.

2. Modus Operandi Modifikasi Lokasi dan Alas Hak

  • Jaringan mafia tanah mengalihkan objek sengketa dari Kampung Cirapuhan RW 01 ke Dago Elos RW 02 untuk memusatkan klaim.
  • Menggunakan alas hak kolonial Eigendom Verponding yang bermasalah dengan berbagai versi, memanfaatkan celah hukum untuk menguasai lahan seluas 6,3 hingga 6,9 hektar.
  • Taktik saling gugat dipakai untuk menimbulkan kesan konflik normal, padahal sebenarnya kolusi antar penggugat dan tergugat utama sudah diatur sejak tahun 1980-an.
  • Objek lain, termasuk fasilitas umum seperti lapangan bola dan makam, juga menjadi subjek manipulasi.

3. Kompleksitas Sosial dan Hukum

  • Campuran pihak benar dan salah: sebagian warga berjuang secara sah, sebagian lain diduga bertindak kolusi.
  • Peran korporasi dan aparat negara: PT Dago Inti Graha, sebagian oknum aparatur, oknum TNI/Polisi hingga berpangkat tinggi terlibat, menambah kompleksitas.
  • Manipulasi dokumen: Klaim Eigendom palsu serta pemalsuan akta mempersulit penegakan hukum.
  • Sengketa bersyarat hukum dan pidana: Meskipun Muller bersaudara kalah di perdata, mereka kemudian dihukum pidana akibat dokumen palsu, menjadi dasar PK kedua oleh warga.

4. Kesadaran dan Pergeseran Posisi

  • Seiring berjalannya sidang, beberapa tergugat mulai menyadari adanya kejanggalan, meski tidak secara mendetail menjelaskan modus asli.
  • Pergeseran ini menyoroti dinamika kompleks antara kepentingan individu dan jaringan mafia tanah.

Kesimpulan

Menurut Muhammad Basuki Yaman, kasus Dago Elos adalah contoh ekstrem dari kompleksitas sengketa tanah yang melibatkan:
  • Banyak pihak (336 tergugat), dengan strategi pembelaan berlainan.
  • Interaksi antara warga, oknum hukum, aparat, dan korporasi.
  • Modus operandi yang meliputi pengalihan lokasi sengketa, manipulasi dokumen, dan saling gugat kolusi.
  • Campuran kepentingan sah dan ilegal, menjadikan kasus ini sulit dipahami secara linear dari perspektif hukum perdata biasa.
Dengan kata lain, kompleksitas kasus ini tidak hanya dari jumlah pihaktetapi juga dari stratifikasi sosial, hukum, dan jaringan mafia tanah yang beroperasi di balik sengketa Dago Elos. Menurut Basuki Yaman, pemahaman sistematis tentang strategi masing-masing pihak dan modus kolusi ini diperlukan untuk mengurai konflik dan menegakkan keadilan substantif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Isi

Analisa Modus Mafia Tanah Saling Gugat

modus mafia tanah dengan apa ... siapa ...