Analis Kasus 14 agustus 2023 versi Dago Elos , Analis Kasus 14 agustus 2023 Versi Kampung Cirapuhan :
Mari kita uraikan dan analisa peristiwa bentrokan di Dago Elos pada 14 Agustus 2023 secara objektif dan menyeluruh, dengan mempertimbangkan berbagai versi dan latar belakang
Catatan penting rangkuman versi kedua pihak di sengketa Dago Elos:
1. Versi Dago Elos
- Kasus berawal dari *gugatan keluarga Müller* yang klaim lahan seluas sekitar 6,3 hektar diwariskan dari masa kolonial (eigendom verponding).
- Gugatan sejak 2016, menang di Peninjauan Kembali MA 2022, hingga memaksa warga Dago Elos untuk menyerahkan lahan dan menghadapi penggusuran.
- Warga menolak dan melawan secara hukum dan sosial karena sudah puluhan tahun menempati dan mengembangkan lahan tersebut.
2. Versi Kampung Cirapuhan
- Sengketa ini bukan sekadar gugatan, melainkan *kolusi dan rekayasa saling gugat* yang melibatkan oknum-oknum dari warga Dago Elos, Kampung Cirapuhan, aparat, dan mafia tanah.
- Kampung Cirapuhan menegaskan klaim mereka tidak merugikan warga Dago Elos, namun mereka yang mengalami intimidasi, penghalangan hak, dan manipulasi lahan yang diubah menjadi Dago Elos.
- Konflik lebih kompleks, melibatkan jaringan mafia tanah yang memanfaatkan hubungan antar kelompok dan dokumen sengketa sebagai alat konflik yang dipaksakan.
Jadi, inti perbedaan:
- Dago Elos: Konflik dipandang sebagai gugatan kepemilikan lahan dari keluarga Müller.
- Kampung Cirapuhan: Konflik adalah hasil manipulasi kolusi saling gugat oknum-oknum yang ingin menguasai tanah dengan intimidasi dan rekayasa hukum.
---
Oke, jadi penting banget nih kita lihat dua versi supaya gak hanya satu sisi yang terdengar:
Versi Dago Elos
- Kasus ini bermula dari gugatan keluarga Muller yang klaim tanah 6,3 hektar berdasarkan warisan kolonial Eigendom Verponding.
- Proses hukum panjang sampai Mahkamah Agung, akhirnya gugatan Muller diterima lewat Peninjauan Kembali 2022.
- Akibatnya warga Dago Elos dan Kampung Cirapuhan terancam penggusuran dan mereka menolak dengan aksi blokir jalan sampai melapor pemalsuan bukti.
- Kerusuhan dan bentrokan polisi-warga mewarnai konflik ini.
Versi Kampung Cirapuhan
- Mereka menekankan sengketa ini bukan sekedar gugatan, tapi ada kolusi dan rekayasa saling gugat dari oknum warga, aparat, pengusaha, mafia tanah.
- Kampung Cirapuhan yang sebagian besar warga adalah subjek asli wilayah tersebut, mengalami intimidasi dan penghalangan hak atas lahan mereka yang dipermasalahkan.
- Mereka menolak klaim Eigendom Verponding yang dipakai keluarga Muller dan menyebut konflik ini hasil manipulasi jaringan mafia tanah yang mempermainkan warga dan hukum demi kepentingan sebagian oknum.
- Jadi bukan konflik antar warga, tapi konflik yang dimunculkan dan diperburuk oleh mafia tanah.
Intinya, kalau berita banyak fokus ke versi Dago Elos, jangan lupa juga versi Kampung Cirapuhan yang punya perspektif berbeda dan penting untuk dipahami agar gambaran sengketa makin lengkap dan adil.
🧩 Kronologi Peristiwa 14 Agustus 2023
Berdasarkan laporan media dan keterangan dari Tim Advokasi Dago Elos:
- Warga Dago Elos mendatangi Polrestabes Bandung untuk melaporkan dugaan pemalsuan dokumen dalam sengketa lahan dengan keluarga Müller⁽¹⁾⁽²⁾⁽³⁾.
- Laporan warga ditolak karena dianggap tidak memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), meskipun mereka menunjukkan bukti pembayaran PBB sejak tahun 1990-an⁽²⁾.
- Kekecewaan warga berujung pada aksi pemblokiran Jalan Ir. H. Juanda (Jl. Dago) pada malam hari⁽¹⁾.
- Sekitar pukul 22.50 WIB, terjadi penembakan gas air mata oleh aparat, yang memicu bentrokan dan tindakan represif hingga masuk ke pemukiman warga⁽¹⁾⁽³⁾.
---
🔍 Perspektif Kampung Cirapuhan
Dari sudut pandang yang Anda sampaikan sebagai Koordinator Pertahanan Kampung Cirapuhan:
- Ada dugaan bahwa konflik ini bukan semata-mata antara dua pihak (warga vs penggugat), melainkan hasil dari kolusi dan manipulasi oleh satu jaringan yang sama.
- Jaringan tersebut diduga melibatkan oknum aparatur negara dan mafia tanah yang memainkan peran ganda—mendorong konflik dari kedua sisi.
- Ini menjelaskan pola konflik yang berulang sejak tahun 2008, 2011, 2012, dan bahkan hingga 2025.
---
⚖️ Analisa Objektif dan Reflektif
Penting untuk menekankan beberapa poin agar analisa ini tetap objektif:
- Institusi dan warga bukan musuh alami. Sejarah keluarga kami yang turut berjuang sebagai bagian dari TNI/POLRI , Bahwa buyut saya juga TNI POLRI dan juga Belasan adik dan paman juga TNI POLRI dan juga TNI POLRI juga diakui di Pemerintah Republik Indonesia , menunjukkan bahwa relasi antara rakyat dan institusi negara bisa bersifat sinergis.
- Konflik agraria sering kali kompleks. Sengketa tanah di Indonesia kerap melibatkan tumpang tindih dokumen, sejarah kepemilikan informal, dan ketimpangan akses hukum.
- Perlu investigasi independen. Dugaan adanya jaringan mafia tanah yang mengadu domba harus ditindaklanjuti dengan audit hukum dan investigasi menyeluruh.
---
🛡️ Jalan ke Depan
Untuk mencegah konflik serupa di masa depan:
- Dorong transparansi dalam proses hukum dan sengketa tanah.
- Libatkan lembaga independen seperti Komnas HAM atau Ombudsman untuk mediasi.
- Perkuat solidaritas antar kampung dan komunitas agar tidak mudah dipecah belah oleh kepentingan eksternal.
Kronologi Peristiwa Dago Elos – 14 Agustus 2023
Sebelum 14 Agustus 2023
- Awal Sengketa Tanah: Warga Dago Elos menghadapi gugatan dari pihak keluarga Müller terkait kepemilikan lahan. Warga mengklaim telah menempati dan membayar pajak atas tanah tersebut sejak lama.
- Dugaan Pemalsuan Dokumen: Warga melaporkan dugaan pemalsuan dokumen oleh pihak penggugat (Müller) ke kepolisian, namun laporan mereka ditolak karena tidak memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
- Ketegangan Meningkat: Penolakan laporan dan proses hukum yang dianggap tidak adil memicu kemarahan warga.
14 Agustus 2023 – Malam Hari
- Pemblokiran Jalan: Warga Dago Elos melakukan aksi pemblokiran Jalan Ir. H. Juanda (Jl. Dago) sebagai bentuk protes terhadap penolakan laporan dan ketidakadilan dalam sengketa lahan.
- Bentrok Terjadi: Sekitar pukul 22.50 WIB, aparat kepolisian menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Bentrokan pun terjadi, dengan warga melawan tindakan represif.
- Masuk ke Pemukiman: Aparat masuk ke wilayah pemukiman warga, memicu ketakutan dan kerusakan di lingkungan sekitar.
Menganalis sebelum Bentrokan dan Pasca Bentrokan
- Versi Warga Dago Elos: Menyatakan bahwa konflik dipicu oleh ketidakadilan hukum dan dugaan manipulasi data oleh pihak penggugat.
- Versi Kampung Cirapuhan: Menyampaikan bahwa konflik ini bukan sekadar dua pihak berseteru, melainkan ada dugaan jaringan mafia tanah yang mengadu domba kedua belah pihak, termasuk melibatkan oknum aparatur negara.
- Dugaan Kolusi: Terjadi kolusi antara pihak penggugat dan tergugat utama, yang saling mendorong konflik demi kepentingan jaringan tertentu.
- Sejarah Konflik: Peristiwa serupa pernah terjadi di tahun 2008, 2011, 2012, dan terus berulang hingga 2025, menunjukkan pola konflik agraria yang sistemik.
---
🧠 Catatan Penting
- Konflik ini bukan hanya soal sengketa tanah, tetapi juga soal kepercayaan terhadap sistem hukum dan transparansi institusi.
- Perlu investigasi independen untuk mengungkap aktor-aktor di balik konflik dan mencegah manipulasi lebih lanjut.
- Masyarakat dan institusi perlu membangun dialog terbuka agar tidak terjebak dalam narasi saling menyalahkan.
ANALISA KRITIS PERISTIWA 14 AGUSTUS 2023 — Versi Kampung Cirapuhan
Pada malam 14 Agustus 2023, terjadi bentrokan antara warga Dago Elos dan aparat kepolisian. Versi Dago Elos menyebut kerusuhan terjadi karena laporan warga terkait pemalsuan bukti oleh pihak Müller ditolak polisi, sehingga memicu pemblokiran jalan.
Namun dari versi Kampung Cirapuhan, peristiwa ini tidak bisa dibaca sebagai konflik murni antara polisi dan warga. Analisa kami menyatakan:
1. Bukan Sekadar Konflik Horizontal
Peristiwa ini diduga merupakan hasil dari manipulasi terstruktur oleh jaringan mafia tanah yang menggunakan skema “kolusi saling gugat”. Artinya:
- Pihak penggugat (Müller) dan pihak tergugat utama (oknum Dago Elos) dan para pihak nya diduga sebenarnya saling bekerja sama.
- Mereka saling dorong dan saling lapor untuk menciptakan konflik buatan dan mengaburkan riwayat tanah.
2. Satu Jaringan, Dua Sandiwara
Dugaan kami: satu jaringan yang sama mengatur dua peran:
- Di satu sisi, mendorong polisi untuk bertindak terhadap warga.
- Di sisi lain, memprovokasi warga untuk melawan, bahkan sampai melakukan aksi jalanan.
Hasilnya? Bentrokan yang seolah-olah muncul “spontan”, padahal sudah dirancang.
3. Jangan Salahkan Institusi
Sebagai Koordinator Pertanahan Kampung Cirapuhan, saya, Muhammad Basuki Yaman, mengingatkan:
- Banyak keluarga kami adalah purnawirawan dan anggota aktif TNI-POLRI.
- Jangan buru-buru menyalahkan institusi (Polisi salah, Warga benar, atau sebaliknya).
- Justru kita harus objektif melihat siapa aktor rekayasa sesungguhnya di balik konflik ini.
4. Pola Lama, Konflik Berulang
Peristiwa serupa bukan hanya terjadi pada 2023, tapi sudah muncul:
- Tahun 2008
- Tahun 2011
- Tahun 2012
- Dan terus berulang hingga sekarang, 2025
Pola ini konsisten: manipulasi data, intimidasi, pemalsuan sejarah, dan adu domba.
---
🛑 Kesimpulan:
Peristiwa 14 Agustus 2023 bukan konflik warga vs polisi, melainkan hasil pengadu-dombaan oleh jaringan mafia tanah yang menggunakan aktor dari berbagai sisi—warga, aparat, penggugat, tergugat, bahkan tokoh masyarakat—untuk menyamarkan tujuan utama mereka: merebut tanah rakyat dengan cara licik.
Mari tetap waspada, objektif, dan bersatu melawan skenario saling gugat yang penuh rekayasa ini.
Kasus bentrok di Dago Elos tanggal 14 Agustus 2023 bermula dari warga yang ingin melaporkan dugaan pemalsuan data sengketa lahan dengan keluarga Müller, tapi laporan itu ditolak polisi. Warga kecewa dan berunjuk rasa, memblokir jalan, hingga terjadi kerusuhan yang melibatkan gas air mata dari aparat.
Menurut versi Kampung Cirapuhan, bentrokan ini bukan antara polisi dan warga semata, tapi jebakan dari jaringan mafia tanah yang mengadu-domba polisi dan warga, memakai oknum-oknum dalam aparat dan warga sebagai pion dengan modus saling gugat untuk menguasai lahan.
Jadi intinya, kerusuhan ini puncak dari konflik sengketa lahan yang sudah berlangsung lama sejak 2008, dengan manipulasi data dan intimidasi sistematis dari jaringan mafia tanah yang bermain di belakang layar.
Kronologis Peristiwa Dago Elos – 14 Agustus 2023
Pada malam yang seharusnya tenang di kawasan Dago Elos, Bandung, tanggal 14 Agustus 2023 berubah menjadi momen penuh ketegangan dan konflik. Warga setempat, yang selama bertahun-tahun menghuni dan merawat tanah di wilayah tersebut, merasa hak mereka terancam oleh gugatan dari pihak keluarga Müller. Gugatan itu, menurut warga, didasarkan pada dokumen yang mereka yakini telah dimanipulasi.
Upaya warga untuk melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke kepolisian berujung pada kekecewaan. Laporan mereka ditolak dengan alasan tidak memiliki Sertifikat Hak Milik, meskipun mereka menunjukkan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak dekade 1990-an. Penolakan ini memicu aksi spontan: warga memblokir Jalan Ir. H. Juanda sebagai bentuk protes terhadap sistem hukum yang mereka anggap tidak berpihak.
Sekitar pukul 22.50 WIB, aparat kepolisian merespons dengan menembakkan gas air mata ke arah massa. Bentrokan pun tak terhindarkan. Suasana berubah mencekam ketika aparat masuk ke pemukiman warga, memicu kepanikan dan kerusakan di lingkungan sekitar.
Namun, di balik bentrokan ini, muncul analisa yang lebih dalam dari Kampung Cirapuhan. Menurut Muhammad Basuki Yaman, Koordinator Pertahanan Kampung Cirapuhan, konflik ini bukan semata-mata pertarungan antara warga dan penggugat. Ia menduga ada jaringan mafia tanah yang memainkan peran ganda—mendorong kedua belah pihak untuk saling berhadapan, bahkan melibatkan oknum aparatur negara dan praktisi hukum.
Narasi ini mengungkap bahwa konflik serupa bukanlah hal baru. Sejak tahun 2008, 2011, 2012, hingga kini, pola yang sama terus berulang: sengketa lahan, manipulasi dokumen, dan bentrokan antara warga dan aparat. Semua ini menunjukkan bahwa akar masalah bukan hanya soal kepemilikan tanah, tetapi juga soal sistem yang memungkinkan kolusi dan manipulasi terjadi.
Di tengah kerusuhan dan ketegangan, satu hal menjadi jelas: pentingnya analisa objektif. Tidak semua warga benar, tidak semua aparat salah. Yang perlu diungkap adalah siapa yang berada di balik layar, mengatur langkah demi langkah konflik ini. Hanya dengan kejujuran dan transparansi, konflik seperti ini bisa dicegah agar tidak terus berulang.
MENDORONG KEADILAN DALAM KONFLIK DAGO
Judul:
“Mengurai Konflik, Menolak Adu Domba: Seruan Keadilan untuk Dago Elos , warga Kampung Cirapuhan dan juga Polisi ” “Mengurai Konflik, Menolak Adu Domba: Seruan Keadilan untuk Dago Elos, Warga Kampung Cirapuhan, dan Aparat Kepolisian”
Latar Belakang:
Pada 14 Agustus 2023, terjadi bentrokan antara warga Dago Elos dan aparat kepolisian di Bandung. Peristiwa ini bukan sekadar insiden spontan, melainkan puncak dari konflik agraria yang telah berlangsung lama dan berulang sejak tahun 2008. Warga Dago Elos menghadapi gugatan dari pihak keluarga Müller atas tanah yang telah mereka tempati dan rawat selama puluhan tahun. Ketika warga mencoba melaporkan dugaan pemalsuan dokumen oleh penggugat, laporan mereka ditolak oleh kepolisian. Kekecewaan ini memicu aksi pemblokiran jalan dan berujung pada tindakan represif aparat.
Pokok Masalah:
- Penolakan laporan warga terkait dugaan pemalsuan dokumen tanah.
- Tindakan represif aparat terhadap warga yang melakukan aksi damai.
- Dugaan keterlibatan jaringan mafia tanah yang memainkan peran ganda dan mengadu domba pihak-pihak yang terlibat.
- Kolusi antar pihak penggugat dan tergugat utama, yang memperkeruh proses hukum dan memperbesar potensi konflik horizontal.
Seruan Advokasi:
1. Transparansi Proses Hukum
Mendesak aparat penegak hukum untuk membuka kembali laporan warga dan menyelidiki dugaan pemalsuan dokumen secara independen.
2. Investigasi Terhadap Jaringan Mafia Tanah
Meminta Komnas HAM, Ombudsman dan Pemerintah untuk menyelidiki dugaan kolusi dan manipulasi dalam sengketa lahan Dago Elos.
3. Penghentian Tindakan Represif
Menuntut aparat untuk menghentikan pendekatan kekerasan terhadap warga dan mengedepankan dialog serta mediasi.
4. Pemulihan Hak Warga
Mendorong pemerintah daerah dan pusat untuk menjamin hak atas tanah warga yang telah tinggal dan membayar pajak selama puluhan tahun dan atau yang telah di Intimidasi dan di halang halangi hak nya sehingga ada kala bertolak belakang dengan yang membayar pajak selama puluhan tahun
Mendorong pemerintah daerah dan pusat untuk menjamin hak atas tanah bagi warga yang telah tinggal, merawat, dan membayar pajak selama puluhan tahun, serta bagi mereka yang selama ini mengalami intimidasi, penghalangan akses, atau manipulasi hukum yang merampas haknya. Dalam banyak kasus, warga yang justru memiliki rekam jejak pembayaran pajak dan penguasaan fisik atas tanah malah diposisikan lemah secara hukum, sementara pihak lain yang tidak memiliki keterikatan historis justru difasilitasi oleh sistem.
Pemulihan hak ini harus mencakup:
- Audit menyeluruh terhadap riwayat tanah dan dokumen hukum
untuk mengungkap manipulasi dan pemalsuan yang merugikan warga.
- Rehabilitasi sosial dan hukum bagi warga yang diintimidasi
termasuk perlindungan hukum dan pemulihan nama baik.
- Pengakuan atas hak historis dan sosial warga
sebagai bagian dari keadilan agraria yang berpihak pada rakyat.
5. Pendidikan Publik dan Solidaritas Komunitas
Mengajak masyarakat luas untuk memahami akar konflik agraria dan membangun solidaritas lintas kampung agar tidak mudah dipecah belah oleh kepentingan eksternal.
Penutup:
Konflik Dago Elos bukan hanya soal tanah, tetapi soal keadilan, transparansi, dan keberpihakan terhadap rakyat kecil. Kita tidak boleh terjebak dalam narasi saling menyalahkan antara institusi dan warga. Yang harus kita lawan adalah sistem yang memungkinkan manipulasi dan adu domba terus terjadi. Mari bersatu, bersuara, dan bergerak bersama untuk keadilan yang sesungguhnya.
📍 Latar Belakang
Peristiwa bentrokan pada 14 Agustus 2023 di Dago Elos bukanlah insiden tunggal, melainkan bagian dari rangkaian konflik agraria yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Warga Dago Elos terlibat dalam sengketa lahan dengan pihak keluarga Müller, yang menurut versi warga, menggunakan dokumen bermasalah dalam proses gugatan. Namun, di balik konflik ini, muncul dugaan kuat bahwa jaringan mafia tanah telah memainkan peran ganda—mendorong kedua belah pihak untuk saling berhadapan, bahkan melibatkan oknum aparatur negara dan praktisi hukum.
---
🔍 Pokok Masalah
- Manipulasi Gugatan dan Dokumen
Dugaan pemalsuan data tanah oleh pihak penggugat yang tidak ditindaklanjuti secara adil oleh aparat hukum.
- Adu Domba oleh Jaringan Kolusi
Indikasi bahwa satu jaringan yang sama mendorong konflik dari dua sisi, menciptakan ilusi seolah ada dua pihak berseteru, padahal mereka dikendalikan oleh kepentingan yang sama.
- Tindakan Represif dan Ketidakpercayaan
Bentrokan antara warga dan aparat kepolisian terjadi akibat provokasi dan pembakaran jalan yang diduga dilakukan oleh pihak ketiga untuk memicu konflik.
- Sejarah Konflik Berulang
Pola serupa telah terjadi sejak tahun 2008, 2011, 2012, dan terus berlanjut hingga sekarang, menunjukkan adanya sistem yang memungkinkan konflik terus dipelihara.
---
⚖️ Seruan Advokasi
1. Penyelidikan Independen dan Transparan
Mendesak lembaga seperti Komnas HAM, Ombudsman, dan Lembaga Pemerintah lainnya untuk menyelidiki dugaan kolusi, manipulasi dokumen, dan keterlibatan oknum dalam jaringan mafia tanah.
2. Pemulihan Hubungan Warga dan Institusi
Menolak narasi yang memposisikan institusi sebagai musuh warga. Sebaliknya, mendorong rekonsiliasi dan dialog antara komunitas dan aparat.
3. Penguatan Komunitas Kampung Cirapuhan dan Dago Elos
Mendorong solidaritas antar kampung agar tidak mudah dipecah belah oleh kepentingan eksternal dan internal yang memanfaatkan konflik dengan praktik suap berkedok admintrasi dan atau bahkan wakaf
Mendorong solidaritas antar kampung, khususnya antara warga Kampung Cirapuhan dan Dago Elos, agar tidak mudah dipecah belah oleh kepentingan eksternal maupun internal yang memanfaatkan konflik untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Dalam banyak kasus, praktik manipulatif seperti suap yang dibungkus dalam bentuk administrasi, atau bahkan klaim wakaf yang tidak transparan, telah digunakan untuk mengaburkan fakta dan memecah konsensus warga.
Penguatan komunitas ini harus mencakup:
- Pembangunan kesadaran kolektif tentang pola adu domba dan skema saling gugat yang sering kali berasal dari satu jaringan yang sama.
- Transparansi dalam proses hukum dan administrasi tanah, termasuk audit terhadap klaim wakaf dan dokumen legal yang digunakan dalam sengketa.
- Forum dialog antar kampung untuk membangun pemahaman bersama, menyatukan narasi, dan mencegah konflik horizontal dan vertikal yang merugikan semua pihak.
- Peningkatan kapasitas warga dalam advokasi hukum dan agraria, agar tidak mudah dimanipulasi oleh pihak luar maupun pihak dalam ( oknum ) dalam komunitas sendiri.
4. Pendidikan Publik tentang Konflik Agraria
Mengedukasi masyarakat tentang pola adu domba dan manipulasi hukum agar lebih waspada terhadap skema saling gugat yang merugikan semua pihak.
---
✊ Penutup
Konflik Dago Elos versi kampung cirapuhan bukan hanya soal sengketa tanah, tetapi tentang bagaimana jaringan kepentingan bisa mengadu domba warga, aparat, dan komunitas demi keuntungan pribadi dan atau kelompok nya . Kita menyerukan keadilan bukan hanya untuk warga Dago Elos, tetapi juga untuk Kampung Cirapuhan dan aparat kepolisian dan bahkan aparatur yudikatif yang turut menjadi korban manipulasi. Saatnya kita bersatu, menolak adu domba yang mana kadang narasi nya bila tak menyudutkan muller dianggap provokator menurut analisa kami bahwa muller cs sebagai penggugat sudah sejak lama di beri peran antagonis dalam kasus perdata maupun pidana yang pada inti nya oknum yang berada di pihak tergugat dan atau simpatisan tergugat telah di beri peran protagonis sehingga mampu menutupi kolusi , suap dan atau penipuan data tanah yang telah di lakukan dan atau dengan yang hendak di lakukannya lagi, dan mengurai konflik dengan keberanian dan kejujuran.
Konflik Dago Elos, sebagaimana dianalisis dari perspektif Kampung Cirapuhan, bukan sekadar persoalan sengketa tanah. Ini adalah cerminan dari bagaimana jaringan kepentingan tertentu mampu mengadu domba warga, aparat kepolisian, bahkan aparatur yudikatif demi keuntungan pribadi atau kelompoknya. Dalam skema yang kompleks ini, semua pihak—baik warga Dago Elos, Kampung Cirapuhan, maupun institusi negara—berpotensi menjadi korban manipulasi.
Seruan keadilan tidak boleh berhenti pada satu sisi. Kita menyerukan keadilan untuk seluruh pihak yang terlibat dan terdampak: warga Dago Elos yang terjebak dalam konflik, Kampung Cirapuhan yang berusaha menjaga objektivitas, aparat kepolisian yang terprovokasi, dan aparatur hukum yang mungkin terseret dalam skenario yang telah dirancang oleh jaringan mafia tanah.
Narasi publik sering kali terdistorsi. Ketika seseorang tidak menyudutkan pihak Müller, ia dianggap provokator. Padahal, menurut analisa kami, Müller dan kroninya sebagai penggugat telah lama diberi peran antagonis dalam berbagai kasus perdata maupun pidana. Sementara itu, oknum di pihak tergugat dan simpatisannya justru diberi peran protagonis—sehingga mampu menutupi praktik kolusi, suap, dan penipuan data tanah yang telah dilakukan, atau bahkan sedang dirancang untuk dilakukan kembali.
Saatnya kita bersatu, menolak adu domba, dan mengurai konflik ini dengan keberanian, kejujuran, dan komitmen terhadap kebenaran. Hanya dengan sikap objektif dan kesadaran kolektif, kita bisa keluar dari pusaran manipulasi dan membangun masa depan yang adil bagi semua pihak.
Muller CS bisa menggugat Didi Koswara, Asep Makmun, Alo Sana, dan Apud Sukendar sebagai tergugat utama dalam kasus sengketa tanah Dago Elos diduga karena adanya kerja sama dan kolusi antara Muller CS dengan oknum warga dan aparat. Berikut beberapa fakta yang mendukung dugaan ini ¹ ²:
- Kolusi dan Rekayasa: Muller CS diduga berkolusi dengan oknum warga, termasuk Asep Makmun dan Didi Koswara, untuk menggugat warga Dago Elos atas lahan seluas 6,3 hektare. Gugatan ini diduga hanya bagian dari skenario untuk menutupi kolusi antara pihak penggugat dan tergugat.
- Pemberian Peran: Didi Koswara, Asep Makmun, Alo Sana, dan Apud Sukendar diduga diberi peran sebagai tergugat utama dalam gugatan Muller CS. Mereka memiliki hubungan keluarga dan kerja sama dalam memproses hak pertanahan yang dikuasai pihak lain.
- Manipulasi Dokumen: Muller CS dan oknum warga diduga memanipulasi dokumen-dokumen penting, seperti sertifikat tanah dan Akte Jual Beli, untuk melegitimasi klaim atas lahan.
- Keterlibatan Jaringan Mafia Tanah: Kasus sengketa tanah Dago Elos diduga melibatkan jaringan mafia tanah yang sistematis, dengan oknum warga, aparat, dan penguasa bekerja sama untuk menguasai lahan warga.
- Skenario Gugatan: Gugatan Muller CS diduga telah disiapkan sebelumnya, dengan Asep Makmun CS dan Didi Koswara CS bekerja sama untuk menghadapi gugatan tersebut. Bukti kuasa dari Bu Raminten kepada H Syamsul Mapareppa pada 1 Juni 2016, sebelum gugatan Muller CS didaftarkan di pengadilan pada 30 November 2016, memperkuat dugaan adanya skenario yang telah disiapkan.
Dalam kasus ini, Muller CS menggugat 336 warga atau pihak, termasuk Didi Koswara, Asep Makmun, Alo Sana, dan Apud Sukendar, sebagai tergugat. Dugaan kuat adanya kolusi dan manipulasi data membuat warga Dago Elos meragukan keabsahan klaim Muller CS. Bahkan sebelum itu , diduga sejak penyalah gunaan surat Bpn tahun 1983 kepada Gubernur jabar memorial lurah Dago .
Analisis Dugaan Kolusi dan Skenario Gugatan dalam Kasus Dago Elos
⚖️ Struktur Gugatan dan Peran Tergugat Utama
- Muller CS menggugat 336 pihak, termasuk Didi Koswara, Asep Makmun, Alo Sana, dan Apud Sukendar, yang justru diduga memiliki hubungan kerja sama dengan pihak penggugat.
- Gugatan ini diduga bukan murni konflik antara dua pihak, melainkan bagian dari skenario yang telah disiapkan untuk melegitimasi penguasaan lahan melalui jalur hukum yang tampak formal namun sarat manipulasi.
🔍 Dugaan Kolusi dan Manipulasi Dokumen
- Kolaborasi antara penggugat dan tergugat utama menunjukkan adanya peran yang diberikan secara strategis untuk menciptakan kesan konflik, padahal mereka berada dalam jaringan yang sama.
- Manipulasi dokumen pertanahan, termasuk SHM dan AJB, dilakukan melalui notaris tertentu (seperti Melly Nathaniel) dan melibatkan transaksi yang mencurigakan, seperti:
- SHM No. 80 atas nama Didi Koswara.
- AJB tahun 1992 antara Didi Koswara dan Ismail Tanjung ( eks Ketua Rw 02 Dago Elos ) dengan Iwan Surjadi ( komisaris Pt Batu nunggal dengan pengacara Bob nainggolan dan rekan ) untuk lahan 270 m² dan 868 m² dan wakaf . kemudian berkorelasi dengan Objek 15.000 meter satu pihak ada PBB Didi Koswara , pihak lainnya warga telah di intimidasi dan di halang halangi hak nya sehinga hunian , kebun warga banyak berpindah ke simpatisan jaringan dan atau juga fasilitas lapangan bola seluas sekitar 7,000 meter yang sebagiannya telah diduduki mereka dengan hunian dan atau tempat usaha mengaktifkan sampah dari depan dago resort sejak penimbunan galian hotel wirton tahun 2008 dan atau 2011 / 2012
- Modus wakaf dan perizinan digunakan sebagai kedok untuk menyuap oknum ulama , oknum tomas dan juga oknum lainnya dan memuluskan proses legalisasi lahan yang disengketakan dengan lebih dulu mengubah kampung cirapuhan menjadi Dago elos rw 02 sehingga menjadi objek gugatan versi tergugat utama dan penggugat padahal objek ada di dago elos rw 02 dan sebagian besar di kampung cirapuhan rw 01 , Namun mereka hanya mengemukakan ( dalam perkara di sidang ) ada di Dago elos dan atau rw 02 tanpa rw 01 dan atau kampung cirapuhan . Hal ini beda dengan tergugat 334 ( Dishub / terminal Dago ) dan tergugat 335 ( PT pos / Kantor pos dago ) dan juga tergugat 88 ( Mina )
🧠 Dugaan Jaringan Mafia Tanah
- Dugaan kuat bahwa jaringan mafia tanah telah beroperasi secara sistematis, melibatkan:
- Oknum warga yang diberi peran sebagai tergugat.
- Aparat dan pejabat pertanahan yang memproses dokumen secara tidak sah.
- Praktisi hukum dan notaris yang memfasilitasi transaksi manipulatif.
- Peran PT Dago Intigraha sebagai penggugat IV memperkuat dugaan bahwa gugatan telah dirancang jauh sebelum didaftarkan, dengan dukungan dari Bu Raminten dan H. Syamsul Mapareppa.
📜 Bukti Historis dan Pola Lama
- Dugaan penyalahgunaan surat BPN tahun 1983 kepada Gubernur Jawa Barat dan memorial lurah Dago menjadi titik awal skema penguasaan lahan.
- Proses pengalihan lahan ke berbagai pihak seperti Deddy Mochamad Saad dan simpatisan lainnya menunjukkan pola distribusi keuntungan yang terstruktur.
- Peran Syarif Hidayat tahun 2010 dan supir BPN Sahidin CS di objek makam, serta dukungan dari Diki Sulaeman SPD, memperlihatkan keterlibatan lintas sektor dalam jaringan ini.
---
🚨 Kesimpulan Awal
Kasus sengketa tanah Dago Elos bukan hanya soal klaim kepemilikan, melainkan soal rekayasa hukum dan kolusi terstruktur yang melibatkan penggugat, tergugat utama, dan oknum aparatur. Gugatan Muller CS terhadap warga Dago Elos diduga merupakan bagian dari skenario besar untuk menguasai lahan melalui jalur hukum yang telah dimanipulasi sejak awal.
analisa kasus 14 Agustus 2023 di Dago Elos. Intinya:
- Terjadi kerusuhan antara warga Dago Elos dan polisi karena warga protes penolakan laporan pemalsuan bukti sengketa lahan dengan keluarga Muller.
- Versi Dago Elos: konflik ini muncul dari gugatan lahan yang diduga ada penipuan data oleh Muller cs.
- Versi Kampung Cirapuhan: selain gugatan, ada kolusi dan rekayasa saling gugat oleh oknum yang ingin kuasai lahan dengan intimidasi dan manipulasi dokumen.
- Konflik sengketa lahan ini merupakan hasil permainan jaringan mafia tanah yang mengadu domba warga dan aparat, bukan semata konflik warga vs polisi.
- Kasus ini sudah berlangsung sejak lama dan berulang, bikin konflik makin rumit dan destruktif.
🧠 Ringkasan Analisis Kasus 14 Agustus 2023 – Versi Kampung Cirapuhan
🎯 Inti Konflik
Peristiwa bentrokan antara warga Dago Elos dan aparat kepolisian pada 14 Agustus 2023 bukanlah konflik spontan, melainkan puncak dari skema kolusi dan manipulasi hukum yang telah berlangsung sejak lama. Menurut analisa Kampung Cirapuhan, konflik ini merupakan hasil dari strategi “kolusi saling gugat” yang melibatkan:
- Penggugat (Müller CS)
- Tergugat utama (oknum warga seperti Didi Koswara, Asep Makmun, Alo Sana, Apud Sukendar)
- Oknum aparat dan praktisi hukum
- Jaringan mafia tanah yang sistematis
🧩 Dugaan Skema Manipulatif
- Pemberian peran tergugat utama dilakukan untuk menciptakan kesan konflik, padahal mereka diduga bekerja sama dengan penggugat.
- Manipulasi dokumen seperti SHM dan AJB dilakukan melalui notaris tertentu, termasuk penggunaan surat BPN tahun 1983 dan klaim warisan kolonial (Eigendom Verponding).
- Modus wakaf dan administrasi digunakan sebagai kedok untuk suap dan pengalihan lahan ke simpatisan jaringan.
- Pengubahan wilayah administratif dari Kampung Cirapuhan menjadi Dago Elos RW 02 digunakan untuk menyamarkan objek sengketa.
🔥 Kronologi Peristiwa 14 Agustus 2023
- Warga Dago Elos melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Polrestabes Bandung.
- Laporan ditolak karena tidak memiliki SHM, meskipun ada bukti pembayaran PBB sejak 1990-an.
- Warga memblokir Jalan Dago sebagai bentuk protes.
- Aparat menembakkan gas air mata sekitar pukul 22.50 WIB, memicu bentrokan dan masuk ke pemukiman warga.
🧠 Analisa Objektif
- Konflik ini bukan semata antara warga dan polisi, tetapi hasil pengadu-dombaan oleh satu jaringan yang sama.
- Institusi seperti TNI/POLRI tidak boleh langsung disalahkan; banyak keluarga warga Kampung Cirapuhan justru berasal dari latar belakang institusi tersebut.
- Perlu investigasi independen untuk mengungkap manipulasi dan kolusi yang terjadi.
🛡️ Seruan Advokasi
1. Transparansi proses hukum dan audit dokumen tanah
2. Investigasi terhadap jaringan mafia tanah
3. Penghentian tindakan represif dan pemulihan hubungan warga–institusi
4. Penguatan solidaritas antar kampung agar tidak mudah dipecah belah
5. Pendidikan publik tentang konflik agraria dan manipulasi hukum
✊ Penutup
Konflik ini bukan soal siapa benar atau salah secara sepihak, melainkan soal keberanian untuk mengungkap skenario manipulatif yang telah merugikan warga, aparat, dan institusi. Saatnya bersatu, menolak adu domba, dan membangun keadilan yang berpihak pada kebenaran.
Komentar
Posting Komentar